19. Ragu

9.7K 683 55
                                    

Dengan ragu William membuka pintu rumah Nathan, dan terbuka. William memasuki rumah Nathan dan berkeliling keseluruh ruangan Nathan. Namun hasil yang didapati William nihil.

"Dimana kamu Nat." Ucap William dengan khawatir.

William menjambak rambutnya dengan gusar, William terus memutar otak pintarnya untuk memikirkan kemungkinan dimana Nathan pergi. William tersentak lalu berlari ke luar dari rumah Nathan menuju pemakaman Sanny.

***

Sesampai di pemakaman, William mendapati Nathan sedang terduduk di depan makan ibu nya. Matanya menatap kosong kearah batu nisan yang sedang diusapnya dengan lembut.

Dengan tatapan sedih, William menghampiri Nathan dan ikut berjongkok disampingnya. William memperhatikan Nathan yang sedang sibuk akan pemikirannya dari samping.

Kenapa? Kenapa di saat Nathan berusaha untuk melepaskan William, Sanny harus pergi dari sisinya? Kepada siapa lagi ia akan bertahan hidup didunia ini? Nathan sudah tidak tau lagi bagaimana kehidupannya yang akan datang.

Semua hal dan semua orang yang sangat berarti baginya telah direnggut secara paksa. William tidak tahan akan keheningan yang terjadi antara mereka berdua pun mengepalkan tangannya dengan erat.

William berdiri dari jongkoknya lalu menarik tangan Nathan secara paksa sehingga mereka berdua berdiri berhadap-hadapan. "Sekarang kita pulang, pasti kamu di sini udah dari tadi pagi." Ucap William dengan datar.

Nathan tentu saja terkejut karena baru menyadari kedatangan William yang tiba-tiba menariknya, dilubuk hatinya yang paling dalam berharap sangat besar bahwa William akan selalu bersama dengannya.

Namun pemikirannya menolak dan menangkal suara hatinya, William berada disini pasti karena iba dan merasa kasihan padanya. Iba karena Nathan baru saja kehilangan Sanny. Bila waktunya telah tiba, pasti William akan kembali membencinya dan menolaknya secara terang-terangan dan yang pasti akan lebih memilih kembali pada Feliciata.

Nathan menatap pergelangan tangannya yang dicengkram oleh William dengan datar. " Lepas." Lirih Nathan masih menatap tangan William yan mencengkeram pergelangan tangannya.

William tidak menggubris ucapan Nathan yang menurut nya tidak penting, William menarik tangan Nathan untuk membawanya pergi dari makan Sanny. Tapi hanya tolakan yang didapat William.

Nathan menghentakkan tangannya dengan kuat sehingga cengkeraman William pada pergelangan tangannya terlepas. Nathan menatap tepat kearah mata William dengan nanar, berbanding terbalik William yang menatap marah kearahnya.

"Ayo kita pulang dan perbaiki segalanya! Bila kerjaanmu hanya berjongkok di depan makam tante Sanny, jelas hal itu sia-sia." Bentak William pada Nathan yang sekarang ini menampilkan wajah terkejutnya.

"Semua yang kulakukan bukanlah urusanmu bukan!? Untuk apa kamu sok perhatian dan khawatir padaku? Jelas, semua itu tidak akan mengubah apapun." Teriak Nathan pada William, Nathan menatap marah kearah William yang menatap nya dengan terkejut. Hati dan fisiknya telah lelah akan semua ini, disaat Nathan berusaha untuk mencoba membuat William kembali percaya padanya namun hal yang ia dapat hanya tolakkan dan kebencian dari William. Disaat dirinya telah menyerah dan putus asa, William dengan gampangnya datang dan mengulurkan tangannya.

William menggeram tertahan karena Nathan sudah mulai membangkang padanya. "Apa Nathan yang sekarang sudah mulai nakal dan tak mendengar perkataanku?"

Nathan membuka mulutnya lalu menutup nya kembali, semua kata hati nya yang siap untuk dikeluarkan lenyap begitu saja. Nathan menundukkan kepalanya dan terdiam cukup lama.

"Kamu bukan siapa-siapa bagi hidupku. Oleh sebab itu kamu tidak berhak untuk memerintah dan mengatur ku." Lirih Nathan masih menundukkan kepalanya.

Last Wish [boyxboy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang