04 : Meeting the stranger

1.3K 148 45
                                    

Warning!
Cerita ini menyajikan karakter Jimin yang manja dan keras kepala :*
20 April 2020

--Tomorrow Will Come--

"Park Jimin! Jangan berlari di koridor seperti itu!"

Pagi-pagi sekali, Somi sudah harus berteriak merdu sambil mengejar Jimin yang tidak mau makan atau minum obat. Padahal Somi diberi tanggung jawab untuk mengawasi Jimin. Amanah Jian menjadi cobaan baginya di pagi hari begini. Harus mengejar Jimin yang tingkahnya tidak berbeda dengan bocah sekolah dasar.

Sebenarnya, Jimin sendiri tidak berlari. Ia hanya berjalan cepat untuk menghindari suster mungil yang cerewet itu. Jarak antara Somi dan Jimin pun tidak begitu jauh. Sedikit lagi, Somi bisa meraih si bocah usil itu, namun Jimin malah mempercepat langkahnya.

Karena hampir saja terpojok, Jimin memutuskan untuk memasuki salah satu kamar rawat bernomor 130. Kamar terdekat dan kebetulan tidak terkunci.

Jimin masuk tanpa permisi. Ia tahu pasti jika dirinya akan menjadi sasaran empuk omelan atau cacian siapapun yang ada di dalam kamar , namun Jimin sudah mempersiapkan tampang memohon saat ia membalikkan tubuh.

"Maafkan aku, Tuan. Aku hanya ingin menyelamatkan hidupku. Kumohon, jangan beritahu bahwa aku ada disini. Ya?" Jimin mengadu kedua telapak tangannya sambil memasang wajah memelas pada seseorang yang duduk di atas ranjang.

Saat Jimin masih belum sempat meredakan degup jantungnya, tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Langsung saja Jimin masuk ke dalam bilik toilet yang tersedia di kamar rawat. Tak lama, pintu terbuka dan seseorang melongokkan kepalanya.

"Permisi, maaf menganggu waktu istirahatmu, Tuan Yoongi. Apakah kau melihat seseorang masuk ke dalam kamar ini?"

Jimin berusaha menahan napasnya agar tidak ketahuan, meskipun sebenarnya hal tersebut tidak berpengaruh apapun. Somi jelas-jelas tahu bahwa Jimin masuk ke kamar ini.

"Ya. Ada apa?" jawab si pasien.

"Eum...bolehkah aku tahu dimana dia?" tanya Somi takut-takut. Jujur saja, Somi merasa sedikit terintimidasi dengan tatapan Yoongi yang garang. Yoongi mengarahkan pandangannya ke toilet, sebagai kode untuk Somi bahwa ada seseorang disana. Tanpa basa-basi, Somi menggedor pintu toilet sambil memanggil-manggil nama bocah nakalnya.

"Park Jimin! Aku tahu kau ada di dalam. Cepatlah keluar! Kau hanya mengganggu pasien lain!" Somi berteriak dalam bisikan. Ia tidak ingin mengganggu pasien, namun ia tidak bisa menahan kesal. Jimin tidak menjawab. Ia malah memejamkan mata. Percuma saja bersembunyi. Somi tetap akan menemukannya. Jimin menghela napas panjang. Ia baru saja hendak memutar kenop pintu toilet saat suara Yoongi menghentikan tindakannya.

"Hei, Suster. Ternyata kau mencari Park Jimin ya?"

Somi dengan kikuk menoleh pada Yoongi."I-iya, Tuan. Bukankah Jimin ada di dalam?" tanya Somi sambil menunjuk pintu kamar mandi.

"Yang masuk ke dalam kamarku tadi adalah temanku, bukan Park Jimin. Kurasa kau salah kamar. Tidak ada siapapun bernama Park Jimin di kamar ini." Yoongi menjelaskan, membuat Somi menggigit bibir dan menahan malu yang luar biasa.

Sementara itu, Jimin menahan tawa sambil mengepalkan tangan. Merasa menang karena Somi tak berhasil mendapatkannya.

"Oh, ma-maafkan aku, Tuan Yoongi. Kalau begitu, aku akan mencarinya ke tempat lain. Aku sungguh minta maaf, Tuan." Somi membungkuk beberapa kali karena sangat malu dan tidak enak hati pada Yoongi.

"Tidak apa. Lain kali, bertanyalah lebih jelas sebelum bertindak, Suster." Ucapan Yoongi disambut Somi dengan anggukan mantap, lalu Somi keluar dari kamar tanpa diperintah.

Ketika merasa situasi telah aman, Jimin membuka pintu toilet. Mengintip sedikit untuk memastikan Somi tidak ada lagi disana.

"Dia sudah pergi. Keluarlah." Ujar Yoongi. Jimin menghela napas lega sambil keluar dari toilet.

"Terima kasih banyak, Paman. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidupku kalau kau tidak menyelamatkanku tadi." Jimin mengelap peluh yang tak terlihat di keningnya. Yoongi memutar bola matanya malas. Dirinya sendiri bingung atas apa yang baru saja ia lakukan. Ia malah membantu orang asing yang berlebihan ini.

Jimin tidak risih dengan tampang Yoongi yang galak. Ia malah mendekati ranjang Yoongi dengan santai.

"Hei, bukankah kau adalah paman yang aku tabrak waktu itu di café?" tanya Jimin tiba-tiba. Ia melihat identitas pasien yang tertempel di dinding. Jimin menggerakkan bibirnya sesuai dengan huruf-huruf yang tertera di papan identitas pasien. MIN-YOON-GI.

"Kurasa kau salah orang." Sergah Yoongi datar tanpa menoleh pada Jimin.

"Tidak, tidak. Aku tidak salah orang kok. Wajah pucatmu, dengan rambut abu-abu. Aku mengingatnya sangat jelas. Kau tampak sangat keren waktu itu." Jimin mendudukkan diri di kursi di samping ranjang tanpa permisi. Yoongi melirik sinis pada Jimin, namun  Jimin tak merasa terganggu sedikit pun.

"Kenapa kau ada disini, Paman? Kau sakit apa?"

"Usus buntu." Jawab Yoongi singkat. Sebenarnya ia terlalu malas menjawab, namun Yoongi tidak sekejam itu membiarkan bocah aneh ini berbicara sendiri.

Jimin membulatkan bibirnya. "Wah, pasti sakit sekali ya? Aku juga pernah di operasi karena usus buntuku hampir saja pecah. Aku mendapat jahitan yang sangat jelek disini." Jimin menunjuk perut kanannya. Yoongi melirik lagi. Namun matanya kembali fokus pada buku yang ia pegang.

"Hei, Paman!" panggil Jimin yang mulai terasa diabaikan.

"Kurasa kau harus kembali ke kamarmu dan minta maaf pada Suster yang mencarimu tadi." Yoongi menutup bukunya. Yoongi pun sudah merasa risih dengan kehadiran bocah berisik ini.

"Satu hal lagi. Jangan panggil aku PAMAN! Aku bukan pamanmu! Lagipula, aku tidak setua itu." Tukas Yoongi sedikit jengkel. Alih-alih merasa bersalah atau takut, Jimin malah menggembungkan pipinya.

"Baiklah, maafkan aku. Aku tidak akan memanggilmu paman." Gembungan pipi Jimin berubah menjadi cengiran. "Kalau 'kakak', boleh?"

Yoongi mengernyit tak mengerti. "Aku panggil kau kakak saja. Boleh kan?"

Yoongi menghela kasar. "Terserah." Sahutnya.

"Yes! Kalau begitu, aku akan membiarkanmu istirahat hari ini. Terima kasih sudah membantuku, Kak Yoongi . Aku akan mengunjungimu lagi. Bye."

Jimin melangkah keluar kamar, membuat Yoongi akhirnya menghela napas lega karena kamarnya kembali tenang. Tentu saja, ia berharap anak itu tidak akan berkunjung lagi.

To be continued

--Tomorrow Will Come--


Re-published : 131218 (12.02 pm)

Repost
20 April 2020

Tomorrow Will ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang