16 : Truth

1.1K 127 53
                                    


Mengandung sedikit bawang :')

--Tomorrow Will Come--

Jian berdeham pelan. Menjernihkan tenggorokkannya meski ia tidak berniat untuk mengucap sepatah kata pun. Sesekali ia melirik pada Yoongi, lalu mengalihkan pandangannya dengan cepat ke jendela. Sedangkan Yoongi tidak bosan memandangi Jian yang cantiknya tak pernah berubah baginya.

Jian menggigit bibirnya. Mengumpulkan keberanian untuk menghentikan hening yang terlalu lama menemani mereka. "Kau .... kau tampak berbeda sekarang." Ujar Jian berbasa-basi, sambil melirik rambut Yoongi. Yoongi tersenyum sambil mengusap rambutnya sekilas. Tentu ada perbedaan dari dirinya jika dilihat dari warna rambut. Yoongi tidak pernah mengganti warna rambutnya saat masih bersama Jian. Namun, beberapa tahun terakhir, Yoongi lebih sering bereksperimen dengan berbagai warna untuk rambutnya.

"Rambut abu-abu membuatku tampak lebih muda." Yoongi menanggapi Jian dengan canda dan pria itu berhasil membuat sudut bibir Jian terangkat, meski hanya sedikit.

"Kau tak berubah, Jian."

Jian mengangkat alisnya. Sedikit bingung dengan pernyataan Yoongi.

"Kau tetap cantik dan lembut. Kau masih berhasil menarik hatiku yang bergerak tak tentu arah ini. Masih sama seperti Jianku yang dulu."

Jian terhenyak. Hatinya berdegup kencang. Sudah lama ia tak mendengar kata-kata itu, apalagi dari lelaki yang begitu ia cintai. Sudah beberapa tahun terakhir, Jian mencoba menghapus perasaannya. Tak bertemu dengan Yoongi membuatnya berpikir bahwa ia berhasil lepas dari jeratan perasaan terhadap lelaki itu. Namun, nyatanya rindu tetaplah rindu. Cinta tetaplah cinta. Bertemu kembali dengan Yoongi selama sedetik pun, berhasil menghapus usaha Jian yang sudah ia lakukan bertahun-tahun untuk tidak mencintai Yoongi.

Yoongi tersenyum pahit. "Lucu sekali, bukan? Sudah tiga tahun, tapi aku masih saja tidak bisa membuang cincin ini." Yoongi mengusap cincin di jari manis kirinya, membuat mata Jian juga mengarah pada tangan Yoongi.

Jian tertegun mengetahui bahwa Yoongi masih memakainya cincin yang tadinya akan menjadi tanda ikatan mereka. Jian merasakan perih di hatinya setiap mengenang perkataan atau tindakan Yoongi yang meyakinkannya bahwa mereka akan bahagia.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Tanya Yoongi, mencoba untuk memulai percakapan santai.

"Semua baik."

"Pria tadi itu ...."

"Namjoon. Kim Namjoon."

"Ah iya, Namjoon. Sepertinya dia lelaki yang baik. Sudah berapa lama kalian berhubungan?"

"Kami tidak memiliki hubungan apa-apa." Jian menjawab tanpa ragu.

"Berita baik sekali. Berarti masih ada kesempatanku untuk kembali?"

Pertanyaan itu membuat Jian menatap Yoongi pada akhirnya. Yoongi tersenyum penuh harap. Ia juga tak tahu mengapa pertanyaan itu meluncur begitu saja, tanpa terpikir olehnya apakah hal itu memalukan atau menyedihkan.

Jian menatap Yoongi lama. Kemudian, ia memalingkan wajahnya kembali sambil menggeleng pelan. "Aku tidak bisa." Jawabnya dengan suara lirih.

"Kenapa?"

"Yoongi ...." Jian menatap Yoongi dengan sedikit memohon. Ia tidak ingin Yoongi mempertanyakannya. Jian tidak ingin menjelaskan alasannya. Terlalu melelahkan.

"Kenapa, Jian?" Yoongi terus mendesak, dengan tatapan yang tak lepas dari Jian.

"Ini ...." Jian menggigit bibirnya. "Ini sulit bagiku, Yoongi."

Tomorrow Will ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang