01 : Unexpected

1.5K 154 12
                                    

--Tomorrow Will Come--

Jimin memilah mini-dress yang tergantung di rentetan besi penggantung pakaian yang ada di sebuah toko pakaian yang ia datangi bersama Haewon. Ah, tidak, Jimin tidak memilah-milah, namun lebih tepatnya hanya menyentuh pakaian yang ia lihat. Ia sama sekali tidak mengerti tentang fashion wanita. Menurutnya pakaian wanita terlalu rumit. Mengapa tidak memakai kemeja dan celana jeans saja? Pikirnya.

Sementara itu, Haewon tampak sangat serius memeriksa setiap baju yang menurutnya cocok untuk wanita dengan tubuh ideal dan anggun seperti kakaknya Jimin.

"Haewon-ah, kurasa kakak tidak akan mempermasalahkan jika ia dibelikan selembar kemeja saja. Tidak perlu terlalu lama mencari dress untuknya. Kakakku itu tidak akan terlihat lebih anggun dengan sikapnya yang seperti penjaga penjara neraka itu."

Haewon melirik Jimin dengan tatapan sinis. Sambil memegang sebuah dress berwarna peach di tangan kanannya, ia memukul pelan kening Jimin yang mulus.

"Aw!!" Jimin langsung memasang tampang heran pada Haewon sambil memegangi dahinya yang kini sedikit memerah.

"Kau sendiri yang bilang ingin mencarikan hadiah yang berkesan untuk kakakmu. Jadi, diamlah dan tidak usah banyak mengeluh. Membelikan kakakmu baju yang anggun akan sangat membantunya ketika ia pergi berkencan."

Jimin hanya memautkan bibirnya mendengar Haewon yang memarahinya. Ia tidak bisa terlalu banyak protes jika tidak ingin mendengar omelan Haewon sepanjang perjalanan pulang mereka. Setelah berjam-jam memilih pakaian, akhirnya terpilihlah sebuah mini-dress berwarna salmon, yang menurut Jimin adalah warna oranye.

"Akhirnyaaa..... Ternyata sulit sekali memilihkan hadiah untuk seorang wanita ya." Jimin merentangkan tangannya ketika mereka sudah keluar dari toko pakaian. Haewon mencubit pelan perut Jimin hingga Jimin meringis dan memeluk perutnya.

"Aw, aw!! Kenapa sedari tadi kau menyakitiku, Haewon-ah?" sergah Jimin sambil memasang wajah memelas.

"Kau yang terlalu banyak mengeluh. Kau tahu kan kalau aku benci sekali dengan orang yang terlalu banyak mengeluh?" Haewon memandang sinis pada Jimin. Bukannya takut, Jimin malah terkekeh dan mencubit pipi gembul Haewon. Tindakan Jimin membuat Haewon semakin kesal dan berusaha membalas cubitan Jimin. Namun, Jimin bergerak cepat untuk menghindar sambil tertawa.

"Kau tidak akan bisa menangkapku." Jimin menjulurkan lidahnya, lalu berlari, berharap Haewon akan mengejarnya.

"Park Jimin! Jangan lari!" tanpa pikir panjang Haewon mengejar Jimin yang langkahnya lebih cepat dibanding dirinya. Jimin berlari sambil terus menoleh ke belakang untuk melihat wajah kesal Haewon yang juga sedang berlari mengejarnya. Melihat Haewon membuatnya tertawa sangat lepas. Namun, setelah beberapa saat, senyumnya memudar. Ia merasa energinya terkuras sangat cepat. Napasnya memendek. Kepalanya berputar. Langkahnya melambat, hingga akhirnya terhenti. Jimin mencoba menarik napas, namun udara sepertinya enggan masuk ke dalam paru-parunya. Ia memejamkan mata, menahan sesak yang semakin menggerogoti dadanya.

"Jimin-ah? Apa yang terjadi?" suara panik Haewon masih sempat ia dengar, sebelum tubuhnya ambruk dan pandangannya menjadi gelap.

###

Yoongi pulang lebih awal daripada biasanya. Setelah meminum Iced Americano siang tadi, ia merasa tubuhnya bereaksi tidak wajar. Perutnya terasa nyeri, kepalanya pusing, dan sedikit mual. Setelah membuka pintu apartemen, ia menghempaskan tubuh ke sofa. Tangan kanannya ia letakkan di dahinya, sedangkan tangan kiri mencengkram perut bagian kanan yang digerogoti oleh rasa sakit.

"Apakah itu kau, kak Yoongi?" Hoseok, yang tinggal di apartemen yang sama, berjalan dari dapur untuk memeriksa apakah suara yang ia dengar berasal dari Yoongi. Ia terkejut ketika melihat Yoongi terbaring lemah dengan wajah yang pucat dan peluh yang membasahi pelipisnya.

"Astaga, kak Yoongi! Kau kenapa? Kau tampak sangat tak sehat." Hoseok menggeser tangan Yoongi dari dahi dan menempelkan tangannya untuk memeriksa suhu tubuh Yoongi.

"Aku baik-baik saja, Hoseok." Jawab Yoongi lirih. Matanya terpejam, napasnya terengah.

"Kau tidak usah banyak bicara, kak. Lebih baik kita ke rumah sakit. Kau tampak sangat menyedihkan."

Tanpa meminta persetujuan Yoongi, Hoseok mengangkat lengan Yoongi dan mengaitkannya di leher. Kemudian, sebisa mungkin ia mengangkat tubuh Yoongi menuju mobil, untuk dibawa ke rumah sakit terdekat.
.

To be continued

--Tomorrow Will Come--

Wella

Re-published : 101218 (09.43 am)

Repost

16 April 2020
(10.49 am)

Tomorrow Will ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang