00 : Prologue

2.8K 169 22
                                    


Your heart is going further away...

...I couldn't grab you anymore

Like dead leaves in that autumn...

...that's how our love is withering

- inspired by Dead Leaves (BTS)

--Tomorrow Will Come--

Lelaki berkulit putih dengan rambut abu-abu yang sedikit mencolok mendorong pintu café dengan santai saat seseorang menabraknya hingga cup minuman yang ia pegang mengenai tubuh si penabrak.

"Arrgh! Jimin bodoh!" Teriak si penabrak sambil mengibaskan pakaian putihnya yang terkena noda coklat. Lelaki berambut abu-abu berdeham, membuat remaja ceroboh itu menoleh padanya.

"Maafkan aku. Aku tidak sengaja. Kau tidak apa-apa kan? Ada yang kotor? Aku sedang buru-buru, jadi—"

Lelaki muda berambut abu-abu itu mengangkat tangannya, sebagai isyarat bahwa ia tidak ingin mendengar perkataan remaja ceroboh itu. Kemudian, ia melanjutkan langkahnya sambil melewati remaja ceroboh yang tertegun melihat sikap pemuda berambut abu-abu yang sangat dingin itu. Namun, remaja itu tidak begitu ambil pusing dan hanya menghela napas ketika dirinya tidak digubris oleh pemuda yang ia tabrak. Ia lebih mementingkan janjinya dengan Haewon, sahabat hatinya.

###

"Haewon!!" teriak Jimin dari kejauhan. Seseorang yang merasa terpanggil menoleh dari posisinya duduk di sebuah taman sambil melambaikan tangan pada Jimin. Jimin berlari untuk mendekati gadis yang bernama Haewon itu.

"Apa kau sudah menunggu lama?" tanya Jimin dengan napas terengah-engah. Haewon menggeleng sambil tersenyum. Namun, senyumnya memudar ketika melihat baju kaos putih yang Jimin kenakan tampak kotor dengan bercak coklat.

"Ada apa dengan bajumu?" tanya Haewon sambil menunjuk baju Jimin.

"Ah, ini hanya kecelakaan kecil. Aku tidak sengaja menabrak seseorang ketika membeli minuman di café. Tapi, yang terkena tumpahannya malah diriku sendiri. Aku memang ceroboh." Jimin menggaruk tengkuknya sambil memamerkan gigi dan mata sipitnya.

"Kau ini. Kau harus lebih hati-hati." Ujar Haewon sambil memasang wajah cemas. Jimin menyentuh hidung Haewon dengan jarinya saat melihat wajah cemas Haewon yang menurutnya imut.

"Baiklah, Tuan Putri. Aku akan lebih berhati-hati." Jimin mengedipkan salah satu matanya pada Haewon, membuat Haewon tersenyum malu sambil menepuk pelan lengan Jimin.

"Jadi, aku tidak mendapat Mocca Latte hari ini." Haewon menyilangkan tangannya sambil menghela pasrah.

"Maafkan aku, Haewon-ah. Aku tidak memesan Mocca Latte lagi karena aku takut kau sudah menungguku terlalu lama." Jimin memasang wajah memelas. Haewon melirik sinis pada Jimin sambil menggembungkan pipinya.

"Kau tampak seperti hamster dengan pipi gembul itu. Aish, aku sangat menyukainya." Jimin meraih pipi Haewon dan mencubitnya dengan gemas. Haewon hanya meringis, lalu menggelengkan kepala, mencoba melepaskan pipinya dari tangan Jimin. Wajahnya tampak kesal, namun pipinya yang merona tidak bisa menutupi bahwa dirinya juga merasa senang mendapat perlakuan seperti itu dari Jimin.

"Berhenti menggodaku! Ayo kita berangkat." Ajak Haewon. Jimin membuka lengannya, memberikan isyarat pada Haewon untuk menautkan tangannya di lengan Jimin. Dengan senang hati Haewon menerima tawaran Jimin dan mereka tampak mesra di tengah keramaian kota Seoul.

###

Yoongi menyeruput Iced Americano yang ia beli di café, tepat di seberang studio tempatnya bekerja. Ia tampak frustasi sambil memainkan pulpen di tangannya. Ruangan kedap suara yang dipenuhi dengan tiga layar monitor dan peralatan musik lainnya menjadi tempat bagi Yoongi untuk mengeluarkan segala depresinya. Ia menyandarkan kepalanya di kursi kulit khusus yang sudah menemaninya selama lebih dari lima tahun itu. Kursi itu, ruangan itu, menjadi saksi berpuluh lagu yang sudah berhasil Yoongi ciptakan.

"Min Yoongi?" panggil seseorang dari balik pintu ruang kerja Yoongi yang tak tertutup. Yoongi hanya menjawab dengan gumaman singkatan.

"Apa kau sudah makan?" tanya orang itu.

"Aku tidak lapar."

"Aku yakin kau akan memberikan jawaban seperti itu."

"Ya, aku memang tidak lapar." sahut Yoongi lagi dengan mata terpejam.

"Aku membawakanmu makanan. Beberapa hari ini kau sering melewatkan waktu makanmu."

Seokjin meletakkan sekotak makanan di meja yang berada di samping Yoongi, berharap mungkin sekarang atau nanti, Yoongi akan menyentuh makanan itu. Kemudian, Seokjin mengambil posisi di sofa kecil yang ada di ruangan itu. Matanya melihat Yoongi dengan tatapan prihatin, kemudian ia beralih pada pigura foto yang terpajang di meja kerja Yoongi. Satu pigura dengan foto Yoongi bersama ibu dan ayahnya, satu pigura dengan foto Yoongi bersama Seokjin, dan satu pigura lagi dengan foto Yoongi bersama seorang gadis. Seokjin menghela ketika melihat foto Yoongi bersama gadis itu masih terpajang. Hal itu tentu menandakan bahwa Yoongi masih belum bisa melepas gadis itu.

"Yoongi, bukankah sebaiknya kau memulai hidupmu dengan lebih tenang tanpa memikirkan gadis itu lagi?"

Mata Yoongi terbuka mendengar komentar Seokjin. Ia mengangkat kepalanya, kemudian menghela napas berat. Ia mendorong kursinya agar mendekat dengan komputernya dan memulai pekerjaannya lagi, mengaransemen lagu yang ia ciptakan. Perkataan Seokjin tampaknya terabaikan begitu saja dan hal itu membuat Seokjin menghela napas kesal.

"Min Yoongi, kupikir kau harus membersihkan otak dan hatimu sebelum kau melanjutkan hidupmu yang tampak memprihatinkan seperti itu." Seokjin beranjak dari sofa dan keluar sambil mendengus kesal. Yoongi tetap menghanyutkan dirinya dalam aliran pikiran tentang gadis itu. Yoongi tetap melanjutkan lagunya, yang tidak lain adalah isi hatinya.

...I hope this leaf never fall...

... I want you who make eye contact with me...

...I want you who want me...

.
To be continued

--Tomorrow Will Come--

Sounds more cheesy than before meh?

So sorry :")
Dead Leaves is my favorite song from my favorite album of BTS, "HYYH pt. 2".


See you on the next chapter.

Love you

Wella

Re-published : 091218 (01.13 pm)

Repost
15 April 2020

Tomorrow Will ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang