#9 - War

82 2 0
                                    

•Niall POV•

'Aku sungguh tak akan memberikan diriku sedikit ampunan jika saja Eve mengalami hal buruk lainnya. Sudah cukup aku menyiksanya, sudah cukup siksaan batin untuknya. Dia adalah seorang wanita yang selalu ingin tampak kuat ketika lemah, namun disaat yang bersamaan dia adalah wanita yang merasa dia bukan siapa-siapa saat merasa sangat kuat. Bahkan dia mampu membuat segala kekhawatiranku menghilang hanya dengan melihat senyumnya. Wanita yang tidak sempurna namun mampu membuatku merasa sangat lengkap. Menemaniku dan mencintaiku walaupun dalam hatinya kini dia membenciku. Namun aku selalu tau caranya membenciku tak akan pernah menyakitiku, dia akan melakukan apapun pada hatinya agar dia tak menyakitiku, dia akan mengorbankan segalanya agar terus bersamaku walau hati dan otaknya tak pernah searah. Tuhan.. Wanita ini adalah anugrah bagiku, aku berjanji akan ku jaga dia dan hidupnya seperti aku menjaga hidupku sendiri. Ku mohon buka matanya hari ini juga Tuhan..'

Tak terasa air mataku menggelimang pada pergelangan tangan yang pucat dengan jarum yang menusuk pada nadinya sedari tadi yang selalu kugenggam erat.

Suara ruangan yang begitu hening, dan suasana yang begitu kental akan sarat kehilangan. Hanya ada suara tangisanku dan suara sebuah alat medis dokter yang menunjukkan detak jantung Eve.

"Eve? Open your eyes babe. It's been three months. Don't you wanna see your friends anymore? Don't wanna see Taylor in the jail? Evefever always sent you a Lily Flowers here, your favorite flowers babe. Don't you miss me? Come on Eve, give me a hint. Give me a little hope. I wish you to be here Eve. Right now Eve.. Right now."

Aku berusaha mengajak Eve berbicara, sangat bodoh memang. Aku tau Eve tak akan menjawab karena Eve sedang dalam masa komanya. Tiba-tiba kurasakan seseorang menyentuh pundakku.

"Harry? Ada apa?" Tanyaku.

"I'm sorry bro, but i have a bad news" ucap Harry terpotong.

Kulihat matanya yang hijau menatap kekasihku yang terlelap. "It's about her" tudingnya pada Eve.

"Can we just out from this room?" Pinta Harry padaku. Aku mencium pergelangan tangan Eve dan menaruhnya kembali disamping pinggulnya.

"Ada apa haz?" Tanyaku.

"Luka luar pada leher Eve sudah sembuh Nee, jadi tak akan ada lagi perban pada lehernya. Itu kabar baik untuk kita. Kabar buruknya adalah sesuatu telah membuat penyakit lama Eve hidup kembali" jelas Harry menjambak rambutnya ke belakang.

"Penyakit lama hidup? I don't understand Haz, told me" ucapku.

"Kanker Darah Eve kembali hidup. Dokter bilang belakangan ini darah Eve banyak terkontaminasi dari udara luar. Darah Eve sangat rentan terhadap hawa yang konstan. Dua kejadian kemarin membuat otot nadi Eve terbuka, ku kira tak ada masalah karena darahnya baik-baik saja. Namun dokter menemukan hal lain dalam darah Eve" terang Harry padaku. Mataku memanas. Nafasku terengah, badanku teringkuk pada kursi tunggu di belakangku.

"Dulu Eve sempat mengidap penyakit ini dan harus dilarikan ke Indonesia sebab rumah sakit yang dulu diinap Eve tak memiliki cukup perawatan. Itu sebabnya kami berpisah, kami tak pernah mengucap kata putus dan..."

"Cukup Haz!! Mengapa kau baru memberitahuku sekarang?? Mengapa kau baru memberitahuku sekarang jika Eve sebenarnya sudah sekarat!! Kau bajingan"

'Bug' tanganku yang mengepal berhasil mendarat pada pelipis Harry. Harry tak melawan. Aku melihat matanya mengeluarkan air mata. Aku tetap menghajar Harry yang kini ambruk di lantai rumah sakit ini.

"Hei bung stop!"

"Guys guys hey whatcha doin here"

Aku tak tau kapan Louis dan Liam datang, namun kini kulihat mereka berhasil meleraiku yang sedari tadi menghajar Harry.

E.I.F.F.E.L (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang