#11 - Us

81 3 0
                                    

•Eve POV•

Aku dapat menatap punggung bidangnya darisini. Ia memang typical lelaki yang tidak betah untuk duduk dan diam saja.

"Nee?"

"Ya sayang?" Jawab Niall tanpa menoleh padaku.

"Apa punggung dan lenganmu sudah baik-baik saja? Apa kau yakin sudah bisa berjalan sejauh itu dan mengupas apel untuk kita seperti itu sayang?"

Ya, kekasih tercintaku mengupaskanku apel karena sedari tadi aku memandangi apel itu dengan perut yang mengeluarkan suara bak gelombang tsunami.

"Kau lihat aku sudah baik-baik saja cintaku. Hanya saja infus ini sedikit menggangguku. Memangnya kenapa? Kau rindu bercinta denganku ya?"

Sialan, Niall mengetahui maksudku. Semenjak keterpurukan dan kesialan kemarin aku dan Niall tidak bisa bercinta untuk waktu yang lama.

"Huh? Kau ini. Tidak sayang, aku hanya merindukan waktu berdua kita. Beberapa bulan ini kita kan..."

"Semuanya sudah berakhir segera setelah kau dan aku keluar dari rumah sakit ini sayang" ucap Niall sembari membawa nampan berisi potongan apel di tanganku.

Niall mendatangiku dan duduk di kasur inapnya yang berdempet persis disebelah kiri kasurku. Aku menatap wajahnya dalam-dalam. Rambutnya mulai tumbuh sembarang, beard yang menunjukkan bahwa dia bukan Niall yang muda lagi. 'Same old shit but a different day'. Dia sama di hari yang berbeda.

"Sayang.. Aku mau apelnya satu. Suapkan padaku"

Niall masih belum menjawab.

"Niall? Kau dimana?"

Kekasihku menatap potongan apel ini amat dalam hingga kulihat matanya berkaca. Segera kubangunkan ia dari lamunannya sebelum ku lihat airmatanya menetes.

"Hey babe. What's happening?" Tangan kiriku menyentuh pundak Niall halus, namun sentuhanku tetap membuat tubuh Niall terjingkat.

"Uh.. Nothing babe"

Aku masih menatap kekasihku, aku memintanya jujur melalui pandanganku yang tak kulepaskan darinya.

"Aku memotong apel sebanyak ini dan membayangkan bahwa ini adalah kita" tunjuknya pada apel potongannya.

"Jika saja satu orang mendapatkan satu apel maka akan seperti ini. Coba singkirkan gulingmu sebentar.."

Aku mengikuti instruksinya untuk meminggirkan gulingku agar memiliki ruang diantara aku dan Niall untuk menyejajarkan apel-apel potongannya.

"Ini untukku, paling besar pertama"

Aku tertawa mungil dibalik ucapan kekasihku. Dia selalu merasa tampak hebat. Tapi kurasa ya dia memang hebat

"Ini untuk ratuku yang terbesar kedua" taruhnya sebuah apel yang ukurannya sedikit lebih kecil dari potongan pertama.

"This Haz, Kenny, Zayn, Gigi, Liam, Cheryl, Louis, Dani, Justin, Hailey, Your Mother, Your Father. And this..."

Tersisa satu potong apel dan Niall berhenti mengucapkannya

"This is for Eugene. You're not called his name" ucapku sambil menyatukan satu potong apel itu pada jajaran apel yang lainnya.

Tiba-tiba ku lihat seorang suster masuk ke dalam ruanganku bersama dengan teman-temanku. Mata mereka sembap, bahkan Ken masih menangis didada Harry. Aku menatap mereka keheranan. Tak terasa Niall sudah menghampiri ayah & ibuku kemudian memeluk mereka. Apa yang terjadi?

"Apa pendonor darahku tidak jadi mendonorkan darahnya?"

"No babes, dia akan mendonorkan darahnya untukmu. Kau membawa darah & nyawanya. Lakukan yang terbaik semasa hidupmu agar dia tak kecewa nantinya"

E.I.F.F.E.L (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang