#28 - Hope

50 1 0
                                    

•Harry POV•

Aku tak bisa berhenti memikirkannya sesaat setelah ia memutuskan keluar dari mobilku.

Aku membanting keras pintu Messku. Otakku tak dapat berpikir jernih.

'Badai akan menerjang sejumlah wilayah pada kota New York malam ini dengan kecepatan angin 110km/jam dan diperkirakan akan berlangsung selama 3 jam dalam 3 menit ke depan. Kepada seluruh warga...'

Mataku membelalak mendengar suara seorang reporter menbacakan ramalan cuaca hari ini secara live. Ia tidak mungkin mencapai apartement ini dalam waktu kurang dari 3 menit kecuali ia menaiki helikopter pribadiku.

To : Eve
'Where are you?'

Tak ada jawaban darinya setelah aku menunggu hingga 5 menit kemudian.

To : Eve
'Its okay if you're mad to me. I just wanna make sure that youre fine. Gonna be storm out there'

Kali ini aku menunggunya lebih lama. Bahkan aku tak melepas satupun pakaianku dan sama sekali tak berniat menuju kamarku. Aku menunggunya persis diujung sofa ruang tamu yang posisinya sangat dekat.

Dalam pikiranku aku sudah mempersiapkan jika saja Eve minta ku jemput ketika badai, aku harus siap. Aku akan mempertanggung jawabkan kesalahanku.

"Haz? Are you okay?" Niall yang baru saja keluar kamar menyapa dan membuyarkan lamunanku.

"Meh" jawabku memutar mata dan menghela nafas cukup berat.

Aku sedikit bertanya, apakah Niall terpikirkan bagaimana Eve diluar sana dengan keadaan yang hampir badai 3 menit lagi? Dan lagipula badai itu akan berlangsung selama 3 jam. Ia bahkan tak menghabiskan makan siangnya saat di rumah singgah tadi.

"Haz.. Kendall called Liam about 2 hours ago. He's looking for you. Don't you checked your phone dude?" tanya Niall yang berbicara denganku dengan jarak yang cukup jauh karena ia berada di dapur.

Aku tak tau apa yang dilakukannya. Ia terdengar seperti menaruh sebuah panci dengan isi air kran penuh untuk dihangatkan.

"Ya. I've sent her a message. Semuanya baik-baik saja. Hanya saja, entahlah dia lebih sedikit protektif padaku beberapa bulan akhir ini"

"What are you doing in this last months? Maybe she feels something different on you. You know? Para wanita selalu memiliki batin dan pemikiran yang kuat jika mereka merasa kekasih mereka berubah atau ada yang tak beres"

"Aku tak begitu memahaminya akibat ke protektifannya. Hei bro, apakah aku perlu mengunjunginya dan sering menghabiskan waktu dengannya? Maksudku lebih sering dari biasanya?"

Niall mengangkat panci berisi air hangatnya dan ia siapkan di dalam sebuah termos. Entahlah mungkin untuk persiapan saat badai nanti. Ia menaruhnya di ujung meja dapur dan berdiri di sebelah rak buku yang persis berhadapan dengan pintu kamarnya.

"Yes you have to. Just bring her here. Everyone's gonna be fine"

Niall memberiku sebuah senyuman sebelum ia memasuki kamarnya.

Pikiranku kembali melayang memikirkan Eve. Sudah lebih dari 30 menit ia tak membalas pesanku. Jika sesuatu terjadi padanya, aku juga tak akan membiarkan diriku termaafkan.

**

Aku terbangun oleh suasana yang negitu menusuk kulitku. Aku membuka mata dan merasakan badanku pegal. Leherku kaku, bahkan lenganku terasa ngilu. Sial aku tertidur di sofa dengan posisi terduduk.

"Ugh.."

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali dan mengusapnya. Aku mengecek handphoneku yang tergeletak di sofa sebelahku. Tak ada satupun pesan masuk dari Eve. Sudah lewat 3 jam, badai sudah pasti telah menghilang namun dinginnya masih sangat terasa disini.

E.I.F.F.E.L (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang