Usai kejadian Dufan hari itu aku dan Rey kembali berbaikan. Thanks to Erick now my boyfriends become more protective to me, tapi aku seneng kok. Hari ini hari terkahir sekolah setelah diumumkannya tanggal libur akhir semester satu yang berarti pembagian rapor. Seperti biasa papa dan mama datang ke sekolah untuk mengambil rapor dan aku lebih memilih memainkan ponsel baru yang papa belikan untukku, didepan ruang kelasku
"gila lo, duduk-duduk di bawah situ. Sini duduk sama gue di atas" ucap temanku, Reina dia teman baruku setelah teman lamaku memilih menghianatiku dan berpindah ke Australia dengan kedua orang tuanya.
"Selon aja sih Rei..."
"Rei? Heh gue itu cewek lo panggil gue kayak gitu bikin gue jadi kayak laki-laki tau!" Dia mendengus dan duduk disebelahku
"Ngapain lo duduk disini, sana duduk diatas aja, kan malu sama pangkat lo" ejekku dan dia hanya membalas dengan mencubit pipiku pelan
"Lo tuh yah..."
"Ih... Sakit tau dicubit, ntar gue kasih tau Rey loh" ancamku
"Kasih tau aja dia kan sepupu gue tercinta gak mungkin dia berani marahin gue" jawabannya sukses membuatku diam, benar juga dia ini anak dari bibinya Rey yang menikah dengan orang Jepang tulen yang secara kebetulan adalah teman baik papa waktu di anak-anak. Jadilah kami juga berteman. Reina Nishikyori anak ketiga dari keluarga Nishikyori, kakak pertamanya Miyu yang tak lain adalah kakak iparku, dan kakak keduanya adalah Zen Nishikyori. Ayahnya yang bernama Hiruma Nishikyori merupakan pemilik dari Shikyo co., perusahaan mereka bergerak di bidang perhotelan dan restaurant. Ibunya yang tak lain adalah bibinya Rey bernama Mira Ratna Dwipertiwi yang sekarang berganti nama menjadi Mira Nishikyori.
"Ma, gimana nilai Karin?" Aku segera berdiri dan menghampiri mama dan papa yang sudah berdiri di depan pintu kelasku
"Ojisan, obasan (paman, bibi)" Reina ikut berdiri dan menyapa kedua orangtuaku
"Hai, Reina" mamaku menyahut
"Ei, papamu mana?" Papa bukan menjawab malah sibuk menanyakan sohibnya. Belum juga Reina menjawab kedua orangtuanya datang menghampiri
"Waduh bakal lama ini mah, Ei" aku berbisik pada Ei, Ei sebenarnya adalah panggilan sayang aku untuk Reina yang diikuti oleh papa dan mamaku. Ei cuma mengangguk setuju
"Kabur yuk, ke kantin aja" ajaknya yang langsung aku respond dengan anggukkan kepalaku. Kami berdua segera berlari menjauhi papa dan mama yang sedang sibuk bernostaligia satu sama lain
"Huh gila salut gue sama bokap lo, kalo udah ketemu papa udah kayak beras sama karungnya susah dipisahin" ujarku ketika kami sampai di kantin
"Iya tuh, kan bosen gue nungguinnya, lo bosen gak sih ngedengerin cerita mereka pas jaman dulu masih SD?"
"Ya bosen la... Aw..." Aku meringis setelah bokongku sukses mencium lantai kantin dengan manisnya. Baru aku mau bersumpah serapah dan langsung ku telan bulat-bulat sumpah serapah itu karna kalian tau siapa yang ada didepanku ini?
"Are you okey?" God damn it Rey, orang yang menabrakku adalah Rey yang masih berbalut setelan kerja yang rapi serapi-rapinya
"Hai bro..." Panggil Ei pada Rey yang dijawab hai oleh Rey. Rey mengulurkan tangannya untuk membantu dengan senang hati aku menerima uluran tangan itu
"Itte..."gumamku ketika aku berhasil berdiri dengan sedikit tarikan dari tangan Rey. Upss, gumamanku terdengar oleh telinga Rey sepertinya. Dia langsung menggendongku dan mendudukan aku di salah satu kursi, disusul oleh Ei yang duduk di sebelahku
"Yang mana yang sakit" Rey berjongkok di depanku
"Gak apa kok mungkin hanya keseleo aja, nanti juga ilang"
KAMU SEDANG MEMBACA
The One And Only
Teen FictionKetika tinggi tubuh begitu kentara... Ketika perbedaan umur yang cukup terasa... Ketika tiba-tiba jarak juga ikut menyiksanya... Mampukah Rin menghadapinya dan mendapatkan sweet ending untuk cerita cintanya?