Kazuto menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya juga dengan perlahan. Mata kirinya masih terasa sakit, dan ia tak bisa menghilangkan perkataan yang Lyra katakan pagi tadi. Ia masih tak bisa percaya, walau hatinya saat ini sudah kebingungan. Secara garis besar, perkataan Sarah bisa ia percayai. Ia dikurung Leon di bawah tanah, Lyra dan yang lain tak mengenalinya lagi, tak ada tanda-tanda bahwa teman-temannya akan menyelamatkannya.
Kazuto menundukkan kepalanya, dan baru saja menyadari bahwa, pintu terbuka dan Frost memasuki kamarnya. Kazuto sedikit bergetar, aura yang Frost bawa terasa sangat menakutkan. Kekuatan sihir Frost terlalu besar. Frost tersenyum mendekati Kazuto.
"Kazuto, maafkan aku. Aku tak bermaksud. Aku tadi kelewatan ya? Sungguh, aku minta maaf. Suasana hatiku sedang kacau saat itu." Frost menunduk sedikit. Tapi Kazuto masih mencoba untuk menarik dan mengeluarkan nafasny perlahan sedikit bergetar.
"Aku tau kau pasti sedikit... kesal, jadi aku membuatkanmu sebuah hadiah." Kata Frost.
Sarah dan Ervan datang sambil membawa sebuah kotak kecil. Sarah lalu membukanya dan sebuah kelereng kecil bersinar terpangku di bantalan dalam kotak itu. Sarah lalu melepaskan satu ikatan rantai di tangan kanan Kazuto.
"Ambil kelerengnya, kau akan merasakan sesuatu yang tidak biasa." Kata Ervan tersenyum menunjukkan lesung di kedua pipinya.
Kazuto yang merasakan kekecewaan mendalam sebelumnya, bisa merasakan sedikit ketenangan begitu melihat kelereng itu.
Kazuto tanpa berpikir panjang, menyentuh kelereng itu. Seketika, kelereng itu terasa merasuki tubuhnya, tubuh Kazuto bersinar dengan terang. Sarah memundurkan langkahnya. Kazuto berteriak, seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Sebuah tanda berwarna hitam menjalar dari pundak kanannya hingga menuju leher bagian kanan dan lengan kanannya. Rambutnya, dari bagian akarnya berubah menjadi warna biru kehitaman.
Begitu sinar berwarna biru itu menghilang, Kazuto tertunduk sejenak, rasa sakitnya terasa menghilang perlahan. Ia lalu membuka matanya, irisnya berubah menjadi berwarna biru langit yang sangat bening. Sarah lalu kembali memasang rantai Kazuto.
"Itu adalah sebuah kumpulan sihir kecil. Fungsinya? Meningkatkan kemampuan sihir esmu, meningkatkan kemampuan fisikmu, juga kemampuan matamu. Aku yakin kau bisa melihat dengan sangat jelas dan mampu melihat jarak yang sangat jauh tanpa halangan. Kau akan mencobanya sendiri nanti."
"Omong-omong, bukankah kau punya senjata suci, Kazuto?" Kata Ervan.
Kazuto membuang mukanya, "Senjata itu disegel. Kata Oma, terlalu banyak menggunakannya dapat berdampak buruk."
Frost tersenyum kecil.
***
"Ya, kita akan pergi ke tempat itu besok. Aku sudah mengetahui lokasinya. Kita sebaiknya bersiap secepat mungkin. Aku tak ingin hal yang semakin buruk terjadi." Kata Oma Laine.
Leon, Gray, Lyra, Reine, dan Chloe yang mendengar apa kata Omanya, merasa senang. Mereka akan merebut Kazuto kembali.
Leon lalu pergi menuju kamarnya, tetapi dengan sedikit rasa gelisah di dalam dirinya.
'Apa aku... masih pantas menatap Kazuto?' Leon menghela nafasnya pelan, duduk di pinggir kasur menatap jendela yang menunjukkan sedikit sinar.
Pikiran itu terus-menerus menghantui dirinya. Tapi disaat itu, Reine memasuki kamarnya dan menghela nafas.
"Oh, ayolah! Tidak usah kau pikirkan lagi! Kazuto bukan orang yang suka berpikiran jahat! Kita akan bertemu dengannya besok dan kau akan meminta maaf sepuasnya." Kata Reine dan Leon tersenyum.
Dan begitu, malam hari telah lewat dan matahari mulai memunculkan dirinya dari timur.
Mereka sudah siap termasuk juga dengan Oma Laine. Leon membuka jalan menuju bawah tanah, dan mereka mulai menyusuri lorong di tanah menuju arah yang sudah mereka bicarakan. Strategi, sudah mereka siapkan dengan sangat matang. Oma Laine akan berhadapan dengan Frost, jika ia muncul nanti. Leon akan menjemput Kazuto, dan sisanya akan berjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witch and War 2 : The Cursed
FantasyPara penyihir berpikir bahwa, jika E.N.D. telah berakhir, tak akan ada lagi masalah di dunia sihir. Salah besar. Mereka tak melihat apa yang ada di depan mereka saat ini. Mereka tak memikirkan dan mempersiapkan segalanya dengan matang. Sebuah perku...