17. Truth

516 49 1
                                    

Setetes keringat dingin melintasi pelipis Kazuto. Ia berpikir akan kemungkinan terburuk. Begitu ia sampai di depan rumah, Chloe dan Leon segera masuk ke dalam tak peduli pada panasnya api. Kazuto dan Lyra menyatukan sihirnya dan memadamkan api yang berkobar di rumah Oma Laine.

Banyak tetangga mereka yang ikut datang dan membantu memadamkan api, dan tak lama kemudian, Leon datang sambil menggotong Gray yang terlihat lemas dan terbatuk-batuk.

"Gray!" Lyra langsung menghampiri Gray yang didudukkan di dekat pagar rumahnya.

Gray membersihkan tubuhnya dari debu, ia bernafas dengan berat. Lyra membantunya untuk melancarkan pernafasan Gray. Kazuto masih berusaha untuk memadamkan api yang kini tinggal tersisa sebagian kecilnya saja.

"Uhuk! Akh! Tak apa, aku sudah tak apa-apa! Kak Reine dimana?" Tanya Gray yang terlihat khawatir.

Chloe lalu keluar dari rumah dan tertawa kecil, "Kakakmu baik-baik saja. Aku menemukannya di kamar mandi dengan keadaan dirinya yang berbentuk air. Dia katanya tidak mau keluar, belum berpakaian. Ia akan keluar sebentar lagi."

Oma Laine lalu dengan tergesa-gesa datang dan menengok keadaan Gray dan Reine yang baru saja keluar dari rumahnya.

"Kalian tak apa-apa? Kalian semua?" Tanya Oma Laine dan mereka mengangguk. Oma Laine menghela nafasnya dan melihat seluruh rumahnya yang sudah setengah hancur dan menghitam. Ia kembali menghela nafasnya, kini lebih berat.

***

Sarah dan Ervan berjalan beriringan tanpa tujuan. Ervan masih mengingat apa yang baru saja terjadi.

Begitu Frost keluar dari rumah itu, ia bertatapan dengan mereka berdua yang sudah sangat jelas menunjukkan kekecewaan. Frost tersenyum kecil.

"Itu yang kau mau? Itu apa yang sebenarnya kau inginkan?" Tanya Sarah begitu kesal.

"Jangan salah sangka. Manusia perlu adanya sedikit peraturan di dunia sihir ini. Kita yang kuat yang menang, dan mereka yang tak memiliki sihir sudah seharusnya enyah dari dunia ini." Kata Frost.

"Lalu, kau anggap apa kami?" Tanya Ervan.

"Kalian merupakan eksperimen terbaikku. Walaupun begitu, dimataku kalian tetaplah keturunan campuran. Bukanlah keturunan murni. Hahahaha!" Frost tertawa dan Sarah langsung pergi bersama Ervan.

Sarah kini hanya bisa menenangkan dirinya sendiri. Ervan lalu merangkulnya, "Semua akan baik-baik saja."

Sarah kembali tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya pada lengan saudara kembarnya itu. Dalam hatinya, ia sadar kalau sesuatu tak akan pernah berjalan terlalu mulus. Bahkan tak akan mulus.

***

Bruk!

Leon menaruh kardus berisi benda-benda miliknya di lantai sebuah kamar tidur yang hanya berisi 2 buah kasur dan sebuah meja yang terletak di antara kedua kasur itu.. Ia melepas lelahnya dan duduk bersantai di jendela kamar itu. Mereka semua kini berpindah menuju rumah milik Khanz di dunia sihir. Setidaknya sampai rumah Oma Laine kembali terbentuk. Dan ini artinya mereka kembali tidur berpasangan.

Dan tak lama, Kazuto datang membawa dua buah koper berwarna hitam dan coklat. Ia lalu menyenderkan kedua koper itu dan menengok ke luar jendela tempat Leon terduduk.

"Whooaa! Ini pemandangan yang sangat indah!" Kazuto memperhatikan lingkungan sekitarnya. Hampir seluruh isi kota terlihat dari jendela kamarnya yang berada di lantai 3 itu.

Leon lalu meninggalkan Kazuto yang masih terkagum-kagum dan turun menuju lantai 1 dan menengok keadaan Oma dan Reine yang tengah memasak hidangan untuk makan malam.

'Hal yang bagus mengetahui keadaan ayah dan ibu di rumah tadi.' Leon bergumam dalam hatinya. Mereka semua kembali ke dunia nyata untuk beberapa saat dan mengambil perlengkapan seperti pakaian dan barang-barang semacamnya. Seluruh perlengkapan mereka yang berada di rumah Oma Laine sudah hangus dan berantakan.

"Oma, apa ada yang perlu kubantu?" Tanya Leon lalu masuk ke dapur dan mencuci tangannya di wastafel.

Omanya mengangguk dan menyuruh Leon untuk mengupas kentang dan memotongnya.

"Hari yang melelahkan, kan Gray?" Kata Kazuto pada Gray yang tengah tertidur karena demamnya yang masih terbilang tinggi. Sedangkan Gray hanya menjawab dengan anggukan kecil sambil berdecak pelan.

Kazuto kembali tersenyum, lalu meninggalkan Gray dan membiarkannya beristirahat. Kazuto lalu pergi menuju kamar mandi dan hendak membersihkan dirinya. Ia melepas seluruh pakaiannya dan menghidupkan keran bak mandinya.

Kazuto lalu membersihkan dirinya di bawah shower dengan air hangat yang membasahi tubuhnya. Dan ia berendam di bak mandi sambil menenggelamkan sebagian wajahnya, memeluk lututnya.

Ia terus memikirkan seluruh perbuatan yang Frost lakukan padanya di masa kurungannya itu. Seluruh pukulan Frost, luka yang terbuat karenanya, bahkan mata kirinya yang terluka. Semua itu kembali terngiang di dalam kepalanya. Ia memegangi pundak kanannya dan menatap tanda hitam yang menghiasi tubuhnya itu. Tubuhnya sedikit bergetar walaupun ia tengah berendam di air hangat.

Dan seketika, ia kembali teringat dengan ucapan Lyra yang mengatakan bahwa ia akan mati dalam waktu dekat. Kazuto semakin bergetar, ia mengeraskan rahangnya, menunjukkan deretan giginya yang seputih salju. Ia tak bisa menahannya, perasaan yang membuatnya merasa sangat gelisah. Kazuto merasakan tubuhnya saat itu sedang lemas dan tak bisa dikontrol lagi.

Dan tanpa ia merasakannya, badannya sudah terasa panas. Ia lalu berdiri dan mengeringkan tubuhnya juga menatap cermin dan menatap dirinya sendiri. Ia lalu mengenakan pakaiannya dan melangkah keluar dari kamar mandi.

***

Pada malam hari, Chloe masih terjaga dan membaca buku di teras rumahnya. Ia membaca dengan bantuan cahaya bulan purnama pada saat itu. Ia duduk dengan bersender pada salah satu tiang yang menyandang atap rumahnya. Dan ia meluruskan kakinya sambil membuka halaman demi halaman buku yang ia baca. Dan tiba-tiba, ia menyadari bahwa gagang pintu depan bergerak.

Dan begitu pintu terbuka, Kazuto menampakkan dirinya. Chloe lalu tersenyum, "Tak bisa tidur?"

Kazuto melangkah mendekati Chloe. Lalu menidurkan kepalanya tepat di atas paha Chloe. Chloe langsung memerah dan semakin merasa panas.

"Chloe..." Kazuto yang menghadap ke atas tepat pada wajah Chloe, terlihat sangat gelisah.

"Kau kenapa?" Tanya Chloe lalu menutup bukunya dan menaruh buku itu di sebelahnya.

Kazuto tiba-tiba bergetar, dan Kazuto menangis. Ia meneteskan seluruh air matanya yang sudah membendung di belakang matanya. Ia mengeluarkan semuanya, emosi, kegelisahannya, kesedihannya. Malam itu, Kazuto merasa sangat tak bisa menahan dirinya. Ia terus menangis tanpa henti.

Chloe terlihat kaget. Kazuto menutup kedua matanya dengan sebelah tangannya, "Aku... tak tau... hiks... Chloe..."

Chloe lalu menggenggam tangan Kazuto yang bersandar di perut Kazuto. Dan ia mengelus-elus rambut Kazuto dengan pelan dan lembut.

"Semua akan baik-baik saja. Tenanglah, aku bersamamu." Kata Chloe dengan sangat lembut.

Kazuto perlahan-lahan menghentikan tangisannya. Ia mengelap air matanya yang sudah mengalir dengan punggung tangannya. Dan ia menggenggam tangan Chloe. Kazuto tersenyum, walaupun beberapa air mata kembali mengalir dari matanya.

Chloe terus mengelus rambut Kazuto dan Kazuto perlahan-lahan menutup matanya dan terlelap.

"Baik-baik saja... kuharap." Chloe mengusap tengkuknya yang terasa dingin. Ia sendiri mencoba menahan tangisnya.

Witch and War 2 : The CursedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang