19. Background Story

453 43 1
                                    

Reine, sama terkejutnya seperti yang lain, sama halnya juga seperti Oma Laine yang terkejut dan masih berdiri di sebuah lingkaran sihir yang terus mengeluarkan cahaya-cahaya kecil. Kazuto yang hendak menembakkan panahnya kembali jadi terhenti, begitu juga Gray yang langsung menengok pada Sarah.

"Sarah?" Tanya Kazuto yang masih mengarahkan busurnya pada monster yang kini terhenti gerakannya.

"Apa kau tidak bisa pergi dari sana?! Ekornya berat sekali!" Teriak Sarah dan Kazuto langsung tersadar.

Kazuto melompat menjauh tepat sebelum ekor monster itu menghantam atap rumah tempatnya berdiri tadi. Ervan menghentikan tembakan lasernya dan semakin mendekat pada monster itu.

"Kami ingin membantu. Dan selain itu, kami bersumpah tak memiliki keinginan lain." Kata Ervan, dan Sarah mengangguk dari kejauhan.

Kazuto menatap pada Oma Laine yang sedikit kebingungan. Tapi tak lama, Oma Laine mengangguk pada mereka berenam. Dan Oma Laine melebarkan lingkaran sihirnya, tubuh Ervan dan Sarah ikut bersinar.

"Lalu, bagaimana strategimu?" Tanya Gray yang tiba-tiba saja berada di belakang Sarah.

Sarah terkejut dan menengok pada Gray, "Setiap makhluk pasti saja memiliki satu kelemahan."

"Dan untuk yang satu ini?" Tanya Lyra setengah berteriak sambil menghantam monster itu dengan sayatan anginnya.

Sarah menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya di keningnya, dan mereka semua tiba-tiba mendapat sebuah rencana yang mereka bisa bilang bisa berhasil.

"Oke, ayo lakukan!" Gray tersenyum lalu maju bersama Sarah.

"El ventisca!" Kazuto membuat hujan es, sama seperti saat ia kehilangan kendali. Tapi, Kazuto juga membuat sebuah pelindung tepat di atas kepalanya dan yang lain, sehingga es-es itu tak akan tumbuh begitu menyentuh mereka.

Kazuto terus mempertahankan sihirnya dan hujan es turun semakin deras hingga monster itu menggeram dan menjadi susah bergerak. Monster itupun bergerak secara tak karuan dan terus menghancurkan sekitarnya.

Ervan lalu melompat tepat di depan wajah monster itu.

"Laser torcido!" Ervan menembakkan laser tepat di kedua nata monster itu hingga matanya mengeluarkan darah. Monster itu menutup matanya dan tak dapat melihat kembali.

"Inundar." Reine membuat tanah menjadi licin, dan monster itu tergelincir hingga ia terjatuh dan terkapar di tanah.

"Cerradura superior." Leon mengurung kedua tangan dan kaki monster itu masuk ke dalam tanah. Hingga kini tubuh bagian depan monster itu yang terhujani dengan bunga es.

Chloe melompat dari atap ke atap lainnya lalu mengangkat sebelah tangannya, "El martillo de Thor!"

Sebuah percikan kecil berupa garis lurus turun dari langit, dan garis itu mengundang sebuah petir yang langsung menghantam monster itu hingga bunga-bunga esnya menjadi hancur dan pecah.

Dan dari atas, Gray dan Lyra sudah bersiap.

"Torbellino!" Lyra membuat sebuah pusaran angin yang memuat Gray di dalamnya. Gray berputar dan menambah kecepatannya hingga beberapa meter saja dari atas monster itu.

"Fuego, flecha penetrante!!" Gray menghantam monster itu dengan kepalanya tepat pada jantung monster itu. Sisik dari monster itupun retak dan hancur seketika, dan sebuah api yang berbentuk panah raksasa terbentuk menembus monster itu.

Gray lalu menjauh dan mengelus-elus kepalanya yang terasa sangat sakit. Monster itu terkapar dan tak berdaya, monster itu perlahan-lahan berubah menjadi kabut berwarna ungu yang terus menyebar ke langit dan menghilang.

***

"Kau pasti sudah gila." Kata Reine yang mengobati luka di kepala Gray akibat benturannya dengan si monster tadi.

"Ahahaha, aku tak dapat berpikir lebih baik." Kata Gray tak merasa bersalah.

Kazuto, masih dengan balutan di mata bagian kanannya yang sudah robek-robek, kembali mematahkan tulang lengannya akibat ia menahan sebuah dinding utuh yang langsung melesat kearahnya hanya dengan sebelah tangannya, dan juga sebuah besi yang tiba-tiba terjatuh tepat di atas tangannya itu.

Chloe, Lyra, dan Ervan terduduk di sofa masih terlihat lelah, begitu juga dengan Sarah yang membantu Chloe untuk membersihkan lukanya.

Oma Laine kini pergi ke istana, ingin melakukan protes besar pada raja, kurang lebih begitu.

"Jadi... kalian?" Tanya Gray kepada Sarah dan Ervan yang setelah menatap Gray, saling berpandangan.

Sarah menghela nafasnya, "Akan kuceritakan dari awal."

"Sarah..." Ervan sedikit keberatan.

"Ervan, tak apa." Sarah yang masih membantu Chloe, berhenti bekerja sementara.

"Kami berdua, merupakan saudara kembar. Yang kehilangan kedua orang tua kami, saat kami kecil pada masa gelap Kerajaan Drean. Saat itu, kami sedang berjalan bersama di sebuah taman, hingga akhirnya, sebuah ledakan yang sangat besar dan keras, membuat kerusuhan. Ledakan itu menghancurkan seluruh taman dan juga membuat kami kehilangan kedua orang tua kami." Sarah menjelaskan dengan tangan yang bergetar.

"Aku lalu pergi bersamanya, meninggalkan kedua orang tua kami yang sudah tergeletak lemas menuju bangunan terdekat. Kami benar-benar panik dan kotor saat itu. Penjaga mulai berdatangan, juga para dewan. Kami lalu termenung menatap seluruh penyihir yang berusaha mengatasi kepanikan. Hingga akhirnya ia datang." Lanjut Ervan sambil membenahi rambutnya yang acak-acakan.

"Frost. Ia bertanya tentang apa yang terjadi pada kami, memeluk kami, dan menenangkan kami berdua. Ia lalu membawa kami menuju gedungnya itu. Dan mengenalkan kami pada seluruh pekerjaannya. Dan suatu hari, ia mencoba salah satu alatnya pada kami. Alat itu memaksa kami untuk melepaskan kemampuan sihir kami. Alat itu sudah diuji cobakan ke banyak orang, tapi hanya kami yang berhasil menyelesaikan proyek itu."

"Kami mulai mempercayainya, ia berkata bahwa ia menginginkan kedamaian. Hingga akhirnya pada suatu hari, aku melihatnya menindas mereka yang lemah." Lanjut Ervan.

"Kami mulai curiga. Dan kami mulai meningkatkan kewaspadaan. Hingga kami akhirnya mengetahui semuanya. Kami lari darinya, agak kebingungan." Kata Sarah.

"Dan..." Ervan sedikit berwajah merah, "Aku dan Sarah meminta maaf atas semua yang sudah aku lakukan pada kalian. Aku tau kalian masih merasa dendam padaku."

"Lalu, mengapa kalian berdua mendatangi kami?" Tanya Lyra yang masih merasa canggung.

"Kalau itu, kebetulan saja kami tadi melihat monster itu dan kalian ada di sana," Ervan lalu bertatapan dengan Sarah, "Kami akan pergi jika kalian memang tidak nyaman bersama kami."

Tepat sebelum Sarah berdiri, Chloe menarik tangan Sarah.

"Tidak. Maksudku... lebih baik kalian bersama kami saja. Aku rasa jika kita bersama-sama, menghentikan masalah akan jauh menjadi lebih baik." Kata Chloe agak malu-malu. Sarah tersenyum kecil, pipinya merona sedikit.

"Ya, lebih baik begitu saja. Dan kalau kalian ada yang berani macam-macam, bersiaplah." Kata Kazuto dengan matanya yang bersinar dan sebuah aura biru yang mengelilingi tubuhnya.

Ervan menyenggol Kazuto lalu tertawa. Mereka semua lalu menyetujui perkataan Chloe dan Kazuto, dan bersama-sama dengan Sarah dan Ervan, yang terlihat senang untuk berkumpul dengan orang-orang yang mereka rasa, sebagai orang yang bisa mereka andalkan dan senangi.

***

"Hm, pengkhianatan terbesar yang tercetak dalam sejarah hidupku." Frost memperhatikan lewat sebuah layar yang terpampang di depan matanya.

"Jadi? Selanjutnya apa?"

Witch and War 2 : The CursedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang