14. Vision

568 56 6
                                    

Krak!

Tiba-tiba, sebagian dari gedung mall itu hancur dan terjatuh. Reine berpegangan pada Leon dan Lyra. Chloe, Kazuto, dan Gray terjatuh ke lantai dasar dan berpisah kepada mereka bertiga yang masih berada di atas.

Salah satu musuhnya yang masih memijakkan kakinya pada langit gedung melesat terjun ke bawah menyusul Chloe, Gray, dan Kazuto. Sedangkan, 2 sisanya kini saling berpandangan dengan Leon, Lyra, dan Reine.

"Berpegangan! Aku ak--"

DUAK!

Gray yang hendak berpegangan pada Kazuto dan Chloe, tiba-tiba saja ditendang dengan sangat keras pada bagian punggungnya, hingga ia melesat dengan sangat cepat dan terjatuh ke dalam reruntuhan gedung sambil meringis kesakitan.

"Gray!" Chloe dengan langkah kilatnya, langsung memijakkan kaki pada paha Kazuto dan bergerak cepat memeriksa keadaan Gray.

Kazuto yang perlahan-lahan akan mendarat di tanah, membuat tumpukan salju dan mendarat dengan lembut di atasnya.

"Gray? Kau tak apa?" Chloe membantu Gray berdiri.

"Akh, sepertinya aku mematahkan beberapa tulang, tapi selebihnya aku masih bisa bergerak." Kata Gray yang lalu melihat Kazuto yang saling berhadapan dengan musuhnya.

"Chloe!" Chloe lalu mengangguk mendengar isyarat dari Gray. Ia menuju ke arah Kazuto dengan langkah kilatnya.

Gray mengambil kuda-kudanya, "Himno de fuego."

Sebuah garis yang bersinar berwarna merah merambat di tanah dan perlahan mendekati orang itu.

"Tiro electríco." Chloe menembak garis itu begitu garisnya semakin dekat dengan musuhnya. Dan begitu ditembak, listriknya merambat di tanah, dan menyebabkan sebuah ledakan yang besar begitu menyentuh garis api itu.

Musuhnya terperangkap di dalam ledakan itu, dan Kazuto mengambil kesempatan ini untuk kabur dari tempat itu dan menarik tangan Chloe. Ia juga memberi isyarat pada Gray dan Gray menyetujuinya walaupun ia pada awalnya ingin bertanya 'Kenapa?'.

Dan di lantai atas, Lyra, Leon, dan Reine saling memunggungi.

"Kuberi isyaratnya, kita akan mundur." Kata Reine tegas.

"Apa? Kenapa mundur?" Lyra mengajukan protes, begitu juga dengan Leon yang bermimik bingung.

"Level mereka, jauh--tidak, sangat jauh diatas kita. Kalaupun kita bisa mengalahkan salah satunya, aku tak yakin kita akan bisa mengalahkan yang kedua. Aku bisa merasakannya." Kata Reine.

Lyra dan Leon akhirnya setuju dan menghela nafasnya.

"Kita akan berpencar. Sejauh mungkin. Mengerti?" Reine mempererat gengaman tangannya. Leon mengangguk. Lyra perlahan menelan ludahnya, "Oke."

Reine menunggu beberapa detik, sebelum akhirnya ia menjentikkan jarinya.

Lyra langsung terbang melesat menuju keluar dengan kecepatan tertingginya.

Leon berlari menuju jendela kaca yang sudah hancur tadi. Ia menjatuhkan dirinya ke bawah, lalu membuka kedua tangannya. Sebuah lubang di tanah terbuka dan ia tertelan ke dalam tanah itu.

Reine mengubah dirinya menjadi air dan menghilang di udara.

Kedua musuhnya hanya bisa berdecak kesal.

"Halios! Apa yang kau lakukan?!" Salah satu musuhnya yang tadi terkena air, berteriak memanggil temannya yang berada di bawah tadi.

"Mereka kabur. Dan hampir membakar seluruh pakaianku." Kata orang yang kini dengan lincah meloncati bebatuan dan mendarat dengan mulus menemui temannya. Sebagian baju di pundak kirinya hangus terbakar karena ledakan yang Chloe dan Gray buat tadi.

"Liana, bagaimana?" Tanya orang yang tadi dipanggil Halios.

Yang dipanggil Liana, terdiam. Lalu berjalan perlahan menuju kaca gedung.

"'Biarkan' begitu katanya."

"Ya sudah. Mau bagaimana lagi? Mereka pintar dalam hal melarikan diri." Kata Halios sambil berkacak pinggang.

"Ayo! Sarah akan mengurus sisanya."

***

"Con el poder de mi maldición, el mando es claro. Vuelve a donde perteneces." Sarah mengulangi ucapannya, dan reruntuhan gedung itu beterbangan dan kembali membentuk menjadi sebagaimana awalnya. Seluruh isi dari gedung itu kembali tertata rapi.

Sarah menggerakkan jari-jari tangannya, mengarahkan beberapa serpihan kecil yang tertinggal

"FUAH! Itu melelahkan!" Sarah menyandarkan kepalanya pada punggung Ervan.

Ervan lalu menepuk-nepuk kepala Sarah, "Gadis pintar."

***

Kazuto, Gray, dan Chloe berhasil kembali ke rumah dengan selamat. Begitu juga dengan Lyra dan Reine yang baru saja sampai.

"Leon dimana?" Tanya Gray yang masih dibasahi keringat.

Krrk! Krtk!

Tepat dimana Kazuto berpijak, tanahnya menjadi hancur dan sebuah tangan keluar dari dalam tanah itu. Kazuto terjatuh, dan Leon perlahan-lahan keluar seperti zombie yang sudah bertahun-tahun tidak memakan otak manusia.

"Hah... fuh, hah... aku sampai juga." Leon menstabilkan nafasnya dan menatap Kazuto yang terjatuh, "Kazuto ngapain?"

Kazuto kembali berdiri dan mendekati Leon, "Ka-- eh? Oma Laine!"

Oma Laine yang baru saja keluar dari pintu depan langsung disambut oleh cucunya itu.

"Kalian sudah pulang?" Tanya Oma Laine.

"Sebenarnya..."

Dan begitulah, mereka mulai menceritakan apa yang baru saja terjadi dan Oma Laine hanya mengangguk-mengangguk kecil tanda mengerti.

"Jadi, mobilnya?" Tanya Oma Laine tiba-tiba.

Mereka langsung bermuka masam, dan Oma Laine tertawa, "Kalian lucu sekali! Ayo, masuklah. Lagipula, itu mobil yang memang raja berikan untukku. Pergi mandi dan aku akan siapkan makan malamnya. Kalian ini benar-benar, dimanapun dan kapanpun, malapetaka tak pernah menghindari kalian."

"Ah, ayolah Oma! Itu pasti anak-anak Frost! Sial!" Kata Leon menggerutu. Lyra, tiba-tiba saja tertegun membeku dan berkeringat dingin begitu mendengar nama Frost.

"Lyra? Lyra? Kau kenapa?" Chloe yang awalnya berjalan berdampingan dengan Lyra, kini kebingungan melihat tingkah Lyra. Lyra terlihat sangat ketakutan, ia menutup kedua telinganya, matanya berair.

"Lyra? Lyra!" Leon memanggil-manggil, tetapi Lyra tidak merespon satupun panggilan dari mereka.

Kazuto menepuk pundak Lyra dan memanggil namanya. Seketika itu juga, Lyra kembali normal, menatap Kazuto, lalu menitikkan air matanya berkali-kali.

"Kazuto... hiks... Kazuto!" Lyra menangis dengan keras, lalu memeluk Kazuto dengan sangat erat. Kazuto terkejut lalu terlihat sangat kebingungan.

"Lyra? Apa yang terjadi?" Tanya Kazuto pada Lyra yang tak mau melepaskannya.

Di pundaknya, Kazuto bisa merasakan bahwa Lyra menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak mau mengucapkan sepatah katapun pada yang lainnya. Oma Laine terdiam, lalu mengajak mereka semua untuk duduk di sofa.

"Lyra? Apa yang terjadi?" Tanya Oma Laine begitu mereka semua duduk di sofa dan Lyra sudah terlihat sedikit tenang.

Masih sedikit terisak, Lyra bercerita, "Ayah Chloe, pernah mengatakan, bahwa aku memiliki sebuah kemampuan kecil. Aku bisa melihat masa depan, dengan sebuah ketidak sengajaan. Ini pertama kalinya aku kembali mengalami ini setelah sekian lama tak mendapat penglihatan. Pada awalnya, kemampuan ini tak terlihat kembali karena aku menjadi seorang ahli penyucian. Tapi, beberapa kali kemampuan itu tak terkendali dan sebuah ingatan masa depan muncul begitu saja di depan mataku."

Lyra menundukkan kepalanya dan Reine menepuk paha Lyra sambil sedikit menenangkannya lagi.

"Apa yang kau lihat di dalam penglihatanmu kali ini?" Tanya Reine.

Lyra menegakkan tubuhnya, menatap pada Kazuto dengan wajah sendu, mengecilkan suaranya, "Kazuto, kau akan... meninggal dalam waktu dekat."

Witch and War 2 : The CursedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang