Apa aku pernah menyakiti seseorang,
Sehingga semua ini terjadi untuk...Menebus dosaku dimasa lalu?
Kenapa kebahagiaan datang dalam hidupku,
Jika hanya singgah, dan pergi untuk waktu yang lama?Kenapa aku harus merasakan cinta,
Jika tidak dapat memilikinya?Aku hanya gadis biasa. Hanya manusia.
Jika aku memang tak bisa memiliki,
Lupakan semua ingatan ini.Butuh waktu seumur hidup untuk melupakannya.
Karena...
"Hinata, kau sedang apa didalam? ada yang harus tou-san bicarakan.."
Hinata menutup buku catatannya. Bangkit dari kursi, Ia lalu berjalan membuka pintu. Ayahnya sudah berdiri dengan senyuman, Ia jarang sekali menghabiskan waktu bersama putri kecilnya ini.
"Ada apa tou-san?" tanya Hinata seraya mempersilakan sang ayah masuk kedalam kamarnya.
"Aku baru sadar, bahwa putriku sudah dewasa," ujarnya. Hinata tersenyum.
"Ada apa tou-san, tumben sekali?" Hinata kembali bertanya tujuan sang ayah ingin berbicara dengannya.
"Tidak, tou-san hanya rindu saja kepada putri tou-san ini, dan tou-san mendengar dari Neji, kau berubah jadi gadis yang murung belakangan ini. Ada apa nak?" tanya Hiashi sembari mengusap pipi Hinata.
Sorot mata Hinata meredup, hanya segores senyuman masam yang tak dapat dijelaskan muncul diwajahnya.
"Ceritakanlah pada tou-sanmu ini, bukankah dulu kau selalu bercerita, apapun yang terjadi hm?" Ucapan itu membuat Hinata tak bisa lagi membendung air matanya.
Tak ada yang dapat memahami perasaannya saat ini, tak ada seorangpun.
Semuanya begitu rumit, semuanya begitu menyesakkan, terlalu berat.
.
.
"Sensei, apa kabar? Ada yang berkata bahwa seorang pasien yang koma, tetap bisa mendengar walau tak bisa menjawab. Apa aku benar?"
Siang itu Hinata menyempatkan untuk menjenguk Itachi sepulang sekolah.
"Sensei, sekolah sudah dimulai lagi hari ini, kelas begitu hampa tanpa sensei mengajar kami," ucap Hinata bermonolog.
"Sensei biasanya selalu memberiku arahan setiap pulang sekolah, sensei juga sering kali menemaniku saat piket sendirian dikelas, sensei cepatlah sadar ... cepat kembali." Suara Hinata mulai bergetar, Ia benar-benar sedih, namun masih tetap berusaha tegar.
"Sensei ingat saat bertemu denganku di halte? sensei menemukan sapu tangan kesayanganku, aku bahagia sekali saat itu, dan aku tak menyangka sensei akan menjadi wali kelasku," ucap Hinata lagi.
"Sensei cepatlah buka matamu..."
Sudah. Untuk yang kesekian kalinya Hinata menangis hari ini. Ia menggenggam tangan Itachi yang dingin. "Sensei aku mencintaimu...."
Tiba-tiba Hinata merasa tangan Itachi bergerak dalam genggamannya. Buru-buru Ia menyeka air matanya, "Itachi-sensei? aku yakin tadi Itachi-sensei memberikan respon!" Hinata berlari keluar memanggil dokter.
"Sebaiknya nona tunggu diluar, kami akan segera memeriksa pasien," ujar seorang suster. Hinata mengangguk saja dan duduk dikursi tunggu dengan perasaan 'harap-harap cemas'
.
"Nona Hinata? adakah disini yang bernama Hinata?" tanya seorang suster yang keluar dari ruangan Itachi. Namun beberapa detik kemudian, suster lainnya berlari kearah kursi tunggu yang terisi beberapa orang itu.
YOU ARE READING
Psychopath
FanfictionItaHina, AU Dalam dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin. Benarkan Hinata?