Surai cokelat itu berkibaran diterpa angin, hari ini Ia kembali ke rutinitasnya yang seperti biasa, membantu ayah dan ibu angkatnya bekerja di ladang.
Heran memang, sepintas banyak wajah-wajah yang Ia kenali muncul dalam benaknya.
Tak kenal namun rasanya begitu familiar.
Lelaki itu terdiam sejenak. Menatapi awan putih yang menghiasi langit biru."Nak, sebaiknya kau pulang."
Lelaki itu mengangguk ketika suara lembut wanita tua membelai pendengarannya.
Ia menyimpan cangkul dan meninggalkannya disana, kembali ke gubuk tua yang Ia sebut rumah.
.
.
Hinata. Gadis itu tak nampak dapat tersenyum lagi setelah apa yang menerpanya selama ini.
Hari ini Ia sengaja menyempatkan diri dari sekolah untuk berkunjung ke rumah sakit. Ya, mengunjungi Sasuke."Apa kabar?"
Suara itu menyambut Hinata yang baru satu langkah memasuki pintu. Hinata mengangguk lalu berjalan mendekat, menaruh seikat lavender didalam vas bunga samping tempat tidur.Iris bulannya menyendu, melihat Sasuke yang semakin hari semakin memburuk kondisinya.
"Kabarku baik-baik saja, kau sendiri bagaimana?" Tanya Hinata setelah menjawab.
Sasuke membuang napasnya, melirik jendela rumah sakit yang terbuka sedikit, "Begitulah, ah... Apa kau bertemu Aniki?"
Hinata terdiam, tak tahu harus mengatakan apa. Ia duduk dikanan sofa, menundukkan kepalanya. Menahan sekuat tenaga agar air matanya tak lolos.
"Hinata?" Sasuke memanggil.
Hinata hanya menggeleng.
.
.
"Sensei, kau marah padaku?" Hinata memberanikan diri untuk bertanya ketika berpapasan dengan lelaki itu didekat gerbang sekolah saat mau pulang.
Itachi diam, hanya menatapi Hinata dengan sorot mata yang tak terjelaskan maknanya.
"Itachi-sen--"
"Apa masih ada yang mau dibicarakan, Hinata? Aku harus bergegas."
Hinata menggeleng, menyingkir dari hadapan Itachi dan memberi jalan untuk pria itu pergi meninggalkannya.
Hinata hanya dapat melihat punggung Itachi semakin menjauh, sampai akhirnya hilang masuk kedalam mobil.
Hampa, begitu hampa terasa.
Hinata meneteskan air matanya, awalnya sedikit. Lama kelamaan air mata itu membanjiri pipi putih Hinata.
"Kenapa jadi seperti ini...."
Hinata kehilangan arti cinta yang selama ini Ia perjuangkan, Ia kehilangan indahnya debaran hati kala menatap sorot teduh dari netra sehitam arang itu. Hinata kehilangan asa untuk cintanya bersemi kembali.
.
.
"Hey, kau baik-baik saja?"
Suara itu membangunkan Hinata dari lamunannya. Sasuke menatap bulan purnama di mata Hinata begitu sembabnya.
"Aku baik-baik saja," jawab Hinata sembari berusaha mengukirkan segores senyuman walau nyatanya tak sanggup.
"Apa dia menyakitimu?"
Sasuke bertanya tepat sasaran. Hinata menggeleng cepat seraya berkata bahwa dirinya dan Itachi bahkan tidak sempat bertemu.
"Hinata, jangan salah paham pada rasa cintaku."
Hinata tertegun mendengar pernyataan yang terlontar dari lisan Sasuke. Ia tak tahu harus bagaimana menjawab.
"Aku mencintaimu dengan seluruh hatiku, aku tak mau melihatmu bersedih."
Sasuke melepas selimut yang menutupi sebelah badannya. Ia mencabut selang infush dan berjalan mendekati Hinata, duduk disampingnya.
Sasuke meraih jemari lentik gadis itu dan mengecupnya singkat.
Hinata tak dapat lagi menahan luapan emosinya. Disatu sisi Ia tak dapat berpindah kelain hati. Hanya nama Itachi yang terpatri disana, namun apa ini? Dihadapannya ada seorang lelaki yang begitu tulus menjaga hatinya yang begitu mencintai Hinata tanpa syarat.
Refleks, Hinata memeluk Sasuke dan menangis tersedu disana. Sasuke sempat tertegun sebelum memutuskam untuk membalas pelukan itu, dan berakhir mendekapnya penuh perasaan.
.
.
"Apa yang kulakukan, apa yang kulakukan!" Itachi meninju tembok disebelah cermin yang menyoroti refleksi dirinya.
Ia menatap nanar bayangannya sendiri.
Menyesali sikap dinginnya pada Hinata, Itachi tahu Hinata menangis tak jauh setelah mobilnya melaju.
Kaca spion.
Berterimakasihlah Itachi kepada kaca spion mobilnya yang membuat Ia tahu bahwa Hinata menangis.
"Hinata kau mencintai Sasuke, kenapa kau harus menangis...."
Itachi melirih, entah mengapa dirinya saat ini begitu emosional.
Memori itu terlintas lagi, masa-masa dulu dimana Ia masih dapat memperjuangkan cintanya pada Hinata.
Andai waktu dapat diputar kembali. Ia tak akan menyia-nyiakan waktu. Ia ingin melindungi semua orang yang dikasihinya dari pembunuh keparat itu.
"Apa ini hukuman untuk sikap diamku...?"
.
.
"HAHAHAHAHA...."
Lelaki itu menatap jasad berlumuran darah dari seorang petugas penjara yang hendak memeriksa keadaan sekitar.
Ia meraih kunci itu dan menatapnya penuh kemenangan.
"Tunggu kematianmu."
.
.
.
Tbc
Note: *digampar karna pendek* Minna-san gomen 😂 ndei berusaha ga php, dan ini pula up nya bukan di jadwal kayak biasa hari rabu😂//edisi kuota sekarat//
Semoga suka ya'-' maaf gajeeee dan pasti banyak typo.
Tetap setia:')
Lopelope
Ndeigetsu
YOU ARE READING
Psychopath
FanfictionItaHina, AU Dalam dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin. Benarkan Hinata?