Perlahan Hinata membuka matanya, ruangan itu gelap dan sesak, disekelilingnya hanya ada beberapa balok kayu dan sebuah lentera yang sudah redup. Ia melihat kedua tangan dan kakinya terikat rantai.
Hinata tak dapat berbicara, mulutnya tersumpal kain, Ia takut, didalam sini begitu menyeramkan.
Seketika Ia kembali teringat kata-kata Genma bahwa Neji telah tiada. Air mata kembali berlinangan. Rasanya begitu menyakitkan.
Sang ayah entah dimana, Ia benar-benar sendirian. Lalu Itachi? Hinata tidak banyak berharap karena pria itu sedang dirawat di Rumah Sakit. Dan lagi....
Ah sudah lah, Hinata tahu bahwa berharap Itachi akan datang itu sesuatu yang tidak mungkin.
.
"Nomor ini sudah terlacak, kau bisa meminta peta dan rinciannya pada petugas yang disana," Inoichi menunjuk meja diujung ruangan. Itachi mengangguk.
"Apa kau butuh bantuan dari pihak kepolisian?" tanya Shikaku.
Itachi menggeleng, "Kondisinya tidak pas, aku akan menghubungi kalian jika sudah saatnya."
"Tapi lokasi itu berada diluar kota, dan butuh waktu berjam-jam untuk sampai kesana," jawab Inoichi.
"Aku tahu, kau bisa kirimkan mata-mata setelah aku sampai, nanti kukabari. Dan jangan lakukan apapun sebelum aku memintanya," ucap Itachi.
Shikaku dan Inoichi mengangguk dan segera mempersiapkan semua data yang dibutuhkan oleh Itachi.
"Kau benar-benar guru yang bertanggung jawab kepada muridmu," ucap Inoichi.
Itachi tersenyum masam, "Kali ini berbeda."
"Aku mengerti," Shikaku menimpali ucapan Itachi sambil tersenyum.
"Ini data yang dibutuhkan," ujar salah seorang staff kepolisian yang sudah menyelesaikan data yang dibutuhkan Itachi untuk mencari Hinata.
"Terimakasih, kalau begitu aku permisi." Dengan tubuh yang sebenarnya masih lemah, dengan berbekal sejumlah uang dan sebuah ponsel, serta sebuah jacket hitam, Itachi pergi menyusul Hinata. Itachi tak memperdulikan lagi penampilannya yang kurang sedap dipandang. Setelan baju rumah sakit dengan jacket, sepasangsandal, dan rambut sebahunya yang terikat longgar. Dan jangan lupakan wajahnya yang masih pucat dan terlihat lemas.
"Kau akan menjadi sorotan semua orang jika kau menaiki angkutan umum yang lain, atau bahkan kau bisa dilarikan kerumah sakit jiwa, naiklah kedalam mobilku, akan kuantar kau kesana," ucap si sopir taxi yang tadi mengantar Itachi.
"Terimakasih banyak, akan kubayar semuanya," jawab Itachi sembari memasuki mobil.
"Itu masalah gampang, yang penting kau sampai dulu disana," ucap sisopir sambil tersenyum.
"Arigatou..."
.
.
Hinata menahan perih dilengannya yang berdarah. Entah apa yang dilakukan oleh pria jahat itu sehingga lengan Hinata terluka.
Saat itu Hinata sedang tertidur karena ruangan yang kecil dan sempit ini membuatnya kekurangan oksigen. Baru saja Ia akan menutup matanya, Genma datang dan benar-benar menutup mata Hinata dengan kain, lalu menyuntikkan obat bius dengan dosis yang cukup tinggi.
Siuman, Hinata mendapatkan luka ini, dengan sebuah tulisan 'ITACHI' disebuah cermin berukuran sedang dengan darah Hinata sebagai tintanya.
"Sakit sekali..." ringisnya menahan sakit. Kain yang menutupi matanya sudah tidak ada lagi.
YOU ARE READING
Psychopath
FanfictionItaHina, AU Dalam dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin. Benarkan Hinata?