9. How Cute He Is!

13.5K 910 7
                                    

Sebelum Salwa datang membawa sebungkus roti, yang dilakukan Athena hanyalah menyalin kalimat-kalimat di papan tulis ke dalam buku catatannya. Istirahat sudah berlangsung hampir sepuluh menit, saat dimana anak-anak lain sudah kembali dari kantin dengan perut terisi, justru Athena masih sibuk membereskan ketertinggalannya gara-gara tadi dia dipanggil ke ruang guru.

Jangan salah paham, Athena tidak pernah mempunyai catatan buruk di sekolah, kalaupun dia mendapat panggilan dari salah seorang guru itu pasti terkait prestasi akademiknya. Kali ini, Bu Rasti selaku guru mata pelajaran matematika memberitahukan Athena bahwa akan ada seleksi untuk mengikuti lomba cerdas cermat tingkat nasional, oleh karena itu, Athena diharuskan belajar lebih giat lagi untuk menghadapi beberapa test yang akan diberikan pekan mendatang.

"Belum selesai juga, Na?" tanya Salwa sedetik setelah dia meletakkan tubuhnya di kursi samping kanan Athena.

"Kurang dikit, Wa," ucap Athena, gerak tangan dan pandangan matanya terlihat serius.

"Nih, gue beliin," Salwa mendorong roti yang sengaja dia belikan untuk Athena, tanpa Athena meminta karena dia tahu apa akibatnya jika temannya itu terlambat makan. "Dimakan abis ini, maag kumat bisa nangis lo entar."

Athena meletakkan pulpennya sejenak lalu melihat roti pemberian Salwa lantas berpindah pada sosok di sebelahnya itu. Senyum Athena terkembang bahagia, pasalnya dia pun sudah merasakan cacing-cacing di dalam perutnya melakukan demo besar-besaran akibat kelaparan. Tadi Athena sempat berpikir, kalau jam istirahat selesai dan dia belum membeli makanan, habislah sudah, dia pasti akan berpindah ke UKS pada jam pelajaran berikutnya.

"Salwaku emang pengertian abis, uh tayang tayang!" tangan Athena terjulur untuk mencubiti pipi Salwa karena gemas. Cewek berambut pendek sebahu itu mempunyai pipi yang lebih gembul daripada Athena, omong-omong.

"Lebay kan gini doang," sahut Salwa menepis tangan Athena. "Buruan diselesaiin catetannya."

Kurang dari dua menit, apa yang ada di papan tulis sudah disalin Athena. Perlengkapan menulisnya telah dia letakkan untuk beralih melemaskan tangannya yang terasa pegal. Athena bergegas mengambil roti di dekat tempat pensilnya, menyobek pembungkusnya dengan hati-hati dan mulai melahap ketika Salwa tiba-tiba menunjukkan sesuatu dari ponselnya.

"Avhaan sih bhurem ghituh?"

"Buset deh, Na. Makanannya ditelen dulu baru ngomong," Salwa memperingatkan.

"Iya itu apaan, Awa?" ulang Athena begitu rotinya tertelan sempurna.

"Foto candidnya Galendra."

Sebagian roti yang sudah masuk ke mulut Athena berdiam tanpa kelanjutan. Athena hendak menggigit makanan itu namun begitu mendengar nama Galendra, pikirannya segera berpindah pada sosok cowok yang belum dia temui dari pagi. Kemarin, Athena memang merasa bersyukur kalau dia tidak harus bertemu dengan Galendra, tapi kenyataan kalau Galendra tengah mengalami luka-luka membuat Athena berpikir apa jangan-jangan hari ini dia tidak masuk sekolah.

"Kemarin ada yang liat dia berantem sama anak sekolah lain," lanjut Salwa, dan hal itu serta merta menyedot fokus Athena.

"Kemarin?"

"Iya, pas pulang sekolah. Gue sih nggak tau pastinya, kan gue nggak masuk kemaren. Cuma ini foto udah kesebar aja, nggak tau sumber pertamanya dari siapa."

Athena diam, memikirkan segala kemungkinan yang ada kaitannya dengan kejadian kemarin dan foto yang diambil oleh entah siapa tersebut. Kalau foto itu diambil ketika kejadian berlangsung, otomatis akan ada sosoknya yang ikut tertangkap kamera. Namun kalau foto itu diambil sebelum dia datang, Athena merasa heran kenapa orang itu malah sengaja mengambil foto Galendra dan bukannya menolong Galendra.

Seventy Eight Pages ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang