EPILOG

17.1K 1K 45
                                    

Multimedia : Jangan Hilangkan Dia by Rossa

Angin pertengahan siang kota Singapura menerbangkan helaian rambut Galendra. Sudah hampir setengah jam dia menempati salah satu bangku besi di taman sebuah rumah sakit terkenal. Di sebelah tubuhnya berdiri segelas kopi dalam gelas plastik. Sesekali pandangannya terkibas ke sekitar, mengamati beberapa obyek yang berganti dalam sekian menit.

Satu bulan sudah kecelakaan itu terjadi. Sebuah kejadian tragis yang mengubah hidup Galendra ke arah lebih baik dan teratur.

"Galendra?" panggil seorang cewek dari arah belakang bangku Galendra. Cowok itu lantas menoleh, menebar senyum dan beranjak menghampiri cewek yang tidak lain adalah Athena.

"Kamu kenapa keluar sendirian?" tanya Galendra sembari merunduk.

"Aku bosen di dalem terus," jawab Athena menggunakan mimik menggemaskan, membuat Galendra segera menghadiahinya sebuah kecupan ringan di puncak kepala. "Lagian tadi aku dianter Kak Aqila kok dari kamar."

"Tangan kamu nanti sakit kalo dorong-dorong ini terus," ucap Galendra kemudian mengambil dua tangan Athena dan menangkupkannya menjadi satu. "Kursi rodanya kan berat, Na."

Athena tersenyum tipis. Keadaan kakinya yang lumpuh akibat kecelakaan satu bulan lalu tidak menyebabkan Galendra menjauhinya. Justru hubungan mereka menjadi satu tingkat lebih tinggi. Galendra telah mengutarakan isi hatinya langsung di depan Athena dan Athena memberi jawaban iya, yang itu artinya mereka telah sepakat untuk menjalani hari-hari ke depan bersama-sama.

"Ndra.."

"Ya, sayang?" sahut Galendra. Dengan telaten dia merapikan rambut Athena yang beterbangan diterpa angin.

"Kalo aku nggak bisa jalan untuk selamanya gimana?"

"Apa sih kamu kok pesimis gitu—" Galendra memperkuat genggaman tangannya. "—kalo kamu bersikap kayak gini, Tuhan bisa marah lho sama kamu. Tuhan nggak mau kamu putus asa sebelum berjuang. Operasinya kan baru mau dimulai satu jam lagi dan aku yakin, kamu akan keluar dari ruang operasi dengan kabar baik."

"Ya misalnya aja kan," Athena menghembuskan nafas lemah. "Kamu pasti malu punya pacar lumpuh kayak aku."

"Hush!" ucap Galendra lantas mencium dua punggung tangan Athena. "Sampai kapanpun, aku akan selalu ada di sisi kamu. Aku udah janji sama diri aku sendiri kalo kamu adalah harta terbesar yang harus aku jaga. Aku nggak mau kehilangan kamu, Na. Udah cukup aku ngerasa kehilangan Mama."

Desiran halus melintasi benak Athena. Baru sekali ini dia merasakan dicintai oleh seseorang dengan sebegitu tulusnya. Dan Athena pun merasakan hal yang sama. Dia ingin selalu ada di dekat Galendra sampai kapanpun.

Merajut kisah-kisah baru dan tidak hanya berhenti di halaman ke tujuh puluh delapan buku hariannya. Athena ingin Galendra menjadi orang yang pertama sekaligus terakhir di dalam hatinya.

"Masuk yuk, atau kamu mau beli makan dulu?" tanya Galendra. Dia beranjak dari posisinya dan berdiri di belakang kursi roda Athena, bersiap untuk mendorong.

"Aku pengen makan es krim, boleh nggak sih?" Athena mendongakkan kepala, matanya mencari-cari mata teduh Galendra.

"Em, boleh nggak yaaaa??"

"Galendraaa...." rengek Athena manja membuat Galendra tertawa.

"Iya iya, sayang—" dagu Galendra menumpu di atas kepala Athena. "—Let's go kita beli es krim!"

"YEAAYYY!!"

Galendra setengah berlari sembari mendorong kursi roda Athena, tertawa-tawa bersama, menyisiri lorong rumah sakit dengan kebahagiaan.

END

Puji Tuhan cerita 78pages akhirnya selesai juga...

Dan dengan berakhirnya cerita ini aku mau mengucapkan banyak-banyak terimakasih dan sekaligus maaf kalau ada kata-kata yang aneh, typo dan bertumpuk.

Sampai jumpa di cerita-cerita yg lain yhaaaa....

With love,
Verena—Scholaztika

Seventy Eight Pages ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang