Mata pelajaran bahasa Indonesia yang diletakkan di jam terakhir sungguh merupakan surga bagi murid penghuni kelas XI-IPA-A. Meski kelas ini terbilang kelas favorit, hal tersebut tidak menyurutkan rasa malas pada diri murid yang ada. Sekurang-kurangnya, hanya ada lima sampai delapan murid yang benar-benar memperhatikan materi pelajaran, sisanya jangan ditanya lagi, mereka telah sibuk dengan urusan masing-masing.
Gerombolan murid di deretan paling kanan sudah membentuk barisan penyuka tidur siang, yang ditengah malah asyik membaca komik, menggambar atau mendengarkan musik dari ponsel. Bahkan dari sudut belakang, suara dengkuran halus kerap terdengar membaur bersama angin.
Athena yang berada di barisan kedua dari kanan sedari tadi hanya menopang dagu sambil tangannya yang lain memainkan pulpen, menggerakkan benda itu tak beraturan sampai membentuk pola yang entah apa namanya. Cewek itu bosan, ngantuk dan ingin lekas pulang. Athena memang pintar, dari semua mata pelajaran di tingkatan kelasnya, Athena selalu mudah menyerap ilmu apapun itu. Tapi dia juga murid biasa yang kerap dihinggapi rasa suntuk, apalagi guru bahasa Indonesia yang mengampu kelasnya, yakni Pak Tatang, selalu saja mendongeng sesuka hati. Tanpa tahu bagaimana rasanya duduk di bangku murid, awalnya memang menyenangkan, tapi lama-lama membuat malas.
Athena mendesah, merubah posisi namun tetap saja rasanya sudah tidak nyaman. Diliriknya Salwa di samping kanan, rupanya cewek itu sibuk memainkan salah satu game dari ponselnya. Di belakang bangkunya, Miko malah sudah meringkuk di atas meja sambil memeluk jaketnya.
Setengah jam kemudian, bunyi yang ditunggu-tunggu akhirnya terdengar juga. Bel tanda pulang memaksa Pak Tatang menyudahi kegiatan mengajarnya. Pria berkacamata tebal itu segera menutup buku lalu keluar kelas setelah mengatakan kalau di pertemuan selanjutnya akan diadakan ulangan mengenai materi hari ini. Beberapa anak berdecak kesal, kebiasaan Pak Tatang memang selalu seperti ini. Dia sepertinya tahu kalau dari tadi mulutnya berbusa menerangkan tapi tidak dianggap oleh para murid.
"Apa itu tadi, Na?" tanya Salwa gara-gara mendengar temannya mendumel.
"Pertemuan selanjutnya bakal ada ulangan."
"Dasar Pak Tatang, hobi banget ngerjain kita," Salwa menyudahi gamenya. Ponselnya dia kantongi lalu memutar tubuhnya untuk mengguncangkan bahu Miko. "Bangun heh! Udah lebaran nih, oyy!"
Miko menggeliat, matanya mengerjab dan terlihat merah. Saat tubuhnya sudah terangkat, cowok itu segera merentangkan kedua tangannya. "Ah, enak banget gue tidur. Apalagi didongengin sama Mister Tatang."
"Iler tuh dilap!"
"Mana pernah gue ngiler, lo kali tuh!" balas Miko ketika melihat Salwa menertawainya. "Na, pulbar yuk!"
"Pulang bareng?" sahut Athena yang sedang merapikan buku dan alat tulisnya. Miko memberi anggukan singkat. "Yah, gue dijemput sama Kak Aqila. Mau jalan dulu soalnya. Hehe."
"Ih, enakkkk– mau kemana, Na?"
"Lahacia dong!" ucap Athena lalu menjulurkan lidahnya pada Salwa. "Nggak kok, boong, capek sih gue mau buruan bobo siang di kamar gue yang super nyaman."
Dibandingkan Athena yang masih berada di kelas, Galendra justru sudah menjinjing ranselnya menuju gerbang sekolah. Ponselnya berdering singkat satu menit yang lalu. Seseorang mengiriminya pesan, meminta Galendra untuk menemuinya di depan gerbang.
Seseorang itu adalah Bethani.
Galendra sempat heran, darimana Bethani tahu nomornya? Lantas otaknya berpikir cepat, mengenai siapa Bethani dan apa hubungan cewek itu dengan keluarganya, yang tentu saja hal itu menjadi alasan utama Bethani bisa mendapatkan nomornya. Satu hal yang masih membuat Galendra heran sampai dia tinggal berjarak tiga meter lagi dari gerbang, apa maksud Bethani mengajaknya bertemu? Kalau ini menyangkut perjodohan sialan itu, Galendra tidak akan sudi untuk meladeninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventy Eight Pages ✔
Teen Fiction[Teenfict Story] Bagaimana jika pada akhirnya aku yang terlebih dulu jatuh cinta padamu?