18. Thank You for Today

10.4K 893 22
                                    

Bagi murid teladan seperti Athena, kata bolos sekolah tidak ada dalam kamus hidupnya. Misalkan saja, Athena menaruh kata itu di urutan ke seribu dari daftar hal yang akan dia lakukan, maka dia akan memilih opsi ke sembilan ratus sembilan puluh sembilan yang sekiranya lebih baik daripada membolos. Athena anak yang rajin dan patuh, baik di rumah maupun di sekolah. Segala peraturan yang ada menjadi batasan baginya untuk bertindak, melaksanakan apa yang sepatutnya dan menghindari apa yang dilarang.

Namun hari ini dunianya seperti diguncang oleh permintaan sederhana yang diucapkan Galendra. Athena ingin menolak, tapi dia gagal melakukan itu. Dan yang terjadi sekarang adalah dia dan Galendra berhenti di depan sebuah toko bunga segar setelah memakan waktu perjalanan selama setengah jam dari sekolah.

Galendra mengajaknya turun. Seketika itu juga Athena paham kemana Galendra akan membawanya. Jalanan ini sama dengan kemarin sore. Athena masih begitu hafal karena perjalanan itu mengingatkannya akan keterpurukan hati Galendra setelah mengetahui kematian Vero, ibunya.

"Kira-kira gue bawain bunga apa buat Mama?" tanya Galendra sembari matanya sibuk mengamati kumpulan bunga dengan berbagai warna dan jenis.

Athena menengok, memperhatikan raut wajah Galendra dari samping. Cowok itu tidak seperti biasanya. Jika dalam kesehariannya aura Galendra terpancar indah—di balik itu tetap saja ada sisi menjengkelkan bagi Athena—hari ini Galendra kelihatan pucat dan sendu. Ada lingkaran hitam di bawah kedua matanya. Wajahnya pun tidak segar, layu seperti bunga tidak diberi air selama seminggu.

Galendra sedang berada pada fase terberat dalam hidupnya. Dalam hal ini Athena berpikir bahwa dibandingkan Adam dan Danang yang dia ketahui lebih dekat dengan Galendra, Athena berada satu langkah di depan mereka. Nyatanya Galendra memilih Athena untuk menemaninya, yang itu artinya Galendra ingin berbagi kesedihan bersamanya.

"Sori, dulu sewaktu masih ada, Tante Vero suka bunga apa?" Athena balik bertanya.

Galendra diam selama sekian detik. Garis bibirnya bergerak pelan membentuk senyuman pilu. "Mama suka bunga anggrek sama lily. Dulu Mama punya kebun khusus buat koleksi bunga-bunganya."

Itu sudah merupakan jawaban bagi Athena. Maka tangannya pun segera meraih beberapa tangkai bunga lily segar yang nampak cantik. "Kalo anggrek kan nggak bisa buat ditaruh di makam, ganti sama apa ya yang bagus?"

Kemudian giliran Galendra yang memilih. Dari sekian banyak jenis bunga, Galendra mengambil empat tangkai bunga mawar merah muda dan lima tangkai bunga mawar putih. Bunga-bunga tersebut lantas disatukan dengan bunga yang dipegang Athena.

"Kok jumlahnya nggak sama?" tanya Athena.

"Itu sesuai sama tanggal lahir Mama, empat bunga mawar merah muda dan lima bunga mawar putih. Mama lahir tanggal empat mei."

Athena mengangguk, sebegitu detailnya Galendra terhadap hal kecil mengenai ibunya. "Em, mau tambah bunga apa lagi? Bunga taburnya?"

"Iya, sekalian sama yang itu. Tunggu ya."

Mereka berdua lalu berpamitan setelah bunga-bunga yang ingin mereka beli berada di genggaman.

✘✘✘

Delapan menit berada di sisi nisan Vero, yang dapat Athena lihat dari Galendra adalah keseriusannya dalam mengucapkan doa. Tadi Athena sempat terharu melihat Galendra membuat tanda salib sebelum memulai doanya, hal kecil semacam inilah yang justru memberi nilai plus seorang cowok di mata Athena. Dia tidak pernah melihat Galendra melakukan ini sebelumnya, dan ketika ini yang pertama kali baginya, entah kenapa ada rasa sejuk merasuki hati Athena.

Mata Galendra yang terpejam dan bibirnya yang bergerak-gerak kecil layaknya membaca terus memantik tatapan Athena yang telah lebih dulu selesai berdoa. Pasti ada banyak kalimat yang Galendra haturkan kepada Tuhan, permintaan mengenai pengampunan dosa untuk Vero, keabadian kekal serta keinginan agar roh Vero disandingkan dengan para malaikat di surga.

Seventy Eight Pages ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang