Chapter 15

508 73 11
                                    

"Jadi bagaimana perasaanmu sekarang, eonni?" Tanya Yein smabil menepuk-nepuk punggung Sujeong setelah Sujeong menceritakan semua tentang yang dia rasakan pada Taehyung kepada Yein dan Kei.

"Aku tidak tahu, Yein-ah," jawab Sujeong singkat.

Kei beranjak dari kursinya, "sudahlah, tidak usah kaupikirkan, Sujeong-ah, lebih baik kita kembali bekerja, siapa tahu kau jadi bisa melupakan masalah ini."

"Ya sudah," Sujeong lalu bangkit dari tempat duduknya disusul Yein.

--------

"Oke, kau berhutang penjelasan padaku Tae," Jimin menyilangkan lengan di depan dada. Taehyung nampak berpikir.

"Kukira kau menyukai-"

Ucapan Jimin terpotong oleh kata-kata Taehyung.

"Ya, kau benar. Dan aku bersumpah aku tidak punya hubungan macam-macam dengan Ahri," ujar Taehyung serius.

"Lalu kenapa berita itu bisa muncul?"

"Aku juga tidak tahu. Semalam Ahri mengajakku makan malam katanya sebagai ucapan terima kasih karena telah merawatnya. Dan soal bergandengan tangan, itu Ahri yang memegang tanganku itupun hanya sebentar karena aku langsung melepaskan tangannya," jelas Taehyung.

Jimin mengangguk tanda mengerti, "Sujeong sudah tahu hal ini?"

Taehyung menggeleng.

"Cepat beritahu dia."

"Tadi aku ingin memberitahukan padanya, tapi ia langsung pergi, katanya ada urusan."

"Yasudah, cepat cari dia sebelum terlambat."

Taehyung mengangguk lalu bergegas mencari Sujeong. Tapi sepertinya hari itu ia tidak akan sempat menemuinya karena shift Sujeong telah selesai dan ia telah pulang beberapa menit yang lalu.

----------
Sujeong melangkah lesu menuju apartemennya.

"Sujeong-ah? Kau baik-baik saja?" Tanya seorang nenek yang tinggal di sebelah apartemennya.

Sujeong memaksakan senyumnya, "aku tidak apa-apa halmonie."

"Ei, seorang cucu tidak bisa membohongi neneknya," ucap nenek Cha hangat. Nenek Cha memang bukan nenek kandung Sujeong, tapi sejak mereka tinggal bersebelahan dan keduanya sama-sama tinggal sendiri, Sujeong sudah menganggap nenek Cha seperti neneknya sendiri. Begitu pula nenek Cha, ia sudah menganggap bahkan memperlakukan Sujeong seperti cucunya sendiri.

"Masuklah dulu, nenek baru saja memasak sup asparagus. Kau pasti suka," nenek Cha menarik Sujeong ke dalam apartemennya.

Di dalam apartemen nenek Cha, Sujeong menceritakan keluh kesah yang ia bawa sejak dari rumah sakit tadi. Nenek Cha dengan penuh perhatian mendengarkan cerita Sujeong dan menenangkannya.

"Ini, bawalah semangkuk sup ini pulang. Kau bisa memanaskannya untuk sarapan besok pagi," nenek Cha menyerahkan semangkuk sup ditangannya kepada Sujeong.

"Baiklah, halmonie. Aku pulang dulu, ya. Jangan lupa minum obat halmonie," Sujeong lalu memasuki apartemennya sambil tersenyum hangat.

Keesokan harinya, sebelum Sujeong berangkat ke rumah sakit, ia berniat mengembalikan mangkuk sup yang diberikan nenek Cha semalam. Ia menekan tombol password apartemen nenek Cha yang sudah ia hapal mati.

Tumben sekali nenek Cha tidak ada di dapur, batin Sujeong.

Ia meletakkan mangkuk itu di counter dapur lalu melangkah ke kamar nenek Cha untuk membangunkannya. Tumben sekali rasanya sudah jam 8 pagi namun nenek Cha belum juga bangun. Perasaan Sujeong mulai tidak enak mengingat akhir-akhir ini nenek Cha sering batuk-batuk. Untung saja setelah beberapa kali dipaksa Sujeong, akhirnya nenek Cha mau mulai mengkonsumsi obat untuk menyembuhkan batuknya.

Sujeong membuka pintu kamar nenek Cha dengan perlahan. Tampak nenek Cha yang masih berbaring membelakangi Sujeong di tempat tidurnya. Sujeong melangkah mendekati tempat tidur nenek Cha untuk membangunkannya. Ia menggoyang-goyangkan tubuh nenek Cha. Nenek Cha terbangun dan berbalik. Namun yang didapati Sujeong bukanlah ekspresi ceria dan menghangatkan yang sering ia rasakan dari nenek Cha, melainkan wajah pucat pasi ditambah keringat dingin di dahinya.

"S-sujeong-ah....," panggil nenek Cha dengan suara yang lebih mirip suara bisikan.

"H-halmonie, apa yang terjadi?" Sujeong panik. Ia segera menghubungi rumah sakitnya untuk mendatangkan ambulans. Beberapa menit menunggu, Sujeong memberikan pertolongan pertama pada nenek Cha yaitu dengan mengompresnya. Nenek Cha sudah tak sadarkan diri ketika ambulans datang.

Dengan berlinangan air mata, Sujeong mengiringi nenek Cha yang akan di bawa ke UGD. Dada nenek Cha naik turun menandakan ia kesulitan bernafas.

Sesampainya di rumah sakit, nenek Cha segera ditangani oleh dokter di ruang UGD. Setelah dilakukan CT Scan diketahui bahwa bronkus nenek Cha mengalami pembengkakan. Karenanya, harus dilakukan operasi.

"Tim operasi 1, segera ke ruang operasi 2," pengumuman terdengar. Taehyung dan timnya bergegas ke ruang operasi.

"Dr. Ryu, kau tidak usah ikut operasi," ujar Taehyung.

"T-tapi, aku..."

"Lihatlah tanganmu gemetar seperti itu, dan kau masih ingin ikut dalam operasi?" Taehyung memegang bahu Sujeong.

"Aku harus mengobati nenek Cha!" Sujeong mulai histeris disela kepanikannya.

"Ryu Sujeong!" Bentak Taehyung tiba-tiba. Sujeong tercekat. "Aku sudah pernah bilang jangan melibatkan perasaan pribadi di dalam ruang operasi, 'kan?" Ujar Taehyung masih dengan nada tinggi.

Sujeong terdiam namun masih terisak. Ia melepaskan tangan Taehyung dari bahunya lalu berlari meninggalkan ruang operasi.

-------------
50 menit berlalu, Sujeong duduk di salah satu kursi panjang di deapn ruang operasi. Lampu di atas pintu ruang operasi telah mati, tandanya operasi telah berakhir. Taehyung melangkah menghampiri Sujeong lalu duduk di sebelahnya. Sujeong hanya terdiam, mungkin masih marah karena tadi dibentak oleh Taehyung.

"Pembengkakannya sudah diatasi, tapi beliau masih harus mengkonsumsi obat secara rutin," jelas Taehyung. "Kau harus mengawasi pola minum obatnya," lanjutnya, namun Sujeong tetap bungkam meskipun dalam hati ia mendengarkan kata-kata Taehyung dengan baik.

"Sujeong-ah, aku..."

Sujeong tiba-tiba mengangkat kepalanya yang daritadi tertunduk.

"Ah, baiklah dr. Kim. Kalau begitu saya permisi dulu," Sujeong lalu bangkit dari tempat duduknya namun Taehyung dengan sigap menahan pergelangan tangannya.

"M-maaf, tadi aku membentakmu. Aku.."

Sujeong terdiam sesaat, lalu kemudian tersenyum kecil, senyum yang dipaksakan.

"Aku tidak apa-apa, dr. Ki-"

Ucapan Sujeong terpotong saat Taehyung tiba-tiba menatapnya tajam.

"Kau tahu, Ryu? Kau tidak bisa berbohong," ujar Taehyung dengan smirk andalannya.

Sujeong menghembuskan nafasnya kasar.

"Ya! Aku marah- ah tidak, lebih tepatnya aku takut saat kau tiba-tiba membentakku seperti itu," ujar Sujeong berterus terang.

"Maafkan aku Sujeong-ah, aku hanya.." Taehyung menggantung kata-katanya.

"Hanya apa?" Sujeong sedikit penasaran.

"Ah, itu.." Taehyung nampak berpikir keras.

"Itu apa? Jangan membuatku penasaran dr. Kim Taehyung."

"Aish!" Taehyung menyerah untuk mencari alasan lain. "Ya! Bagaimana mungkin aku bisa fokus di ruang operasi jika melihatmu menangis seperti tadi!" Ujar Taehyung tanpa berani memandang wajah Sujeong.

-----------------
Piuuuuuuu
Aloha reader-nim!
Author kesayangan kalian telah kembali~~ maafkan hiatus yang tiba-tiba ini yaa
Author nggak berharap kalian kangen sama author sih😂 tapi kalo kangen yaa lebih bagus lagi~~
However, I really hope that you all still remember me and this FF😂😂😂

-jooyoungie-

In The HospitalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang