Bagian 9 - A Fact

66 5 4
                                    

Tunas - tunas perasaanmu tak bisa kau pangkas lagi, semakin kau tikam dia akan tumbuh berkali lipatnya.
Semakin kau injak, helai daun barunya semakin banyak...

Mengapa harus takut menghadapi kenyataan tentang semua perasaanmu itu?

Yue meletakkan kap bewarna biru muda pemberian Ying di kamarnya. Ia sangat mengagumi kap itu.

"Wah, kap lampu ini wangi sekali. Ying sangat perhatian padaku." ucap Yue sambil memegang pena.

Sedang asik melamunkan angannya ia dikejutkan oleh suara dayangnya. Ushi.

"Putri, celaka! Ada masalah di tempat pangeran Lian." tutur Ushi pada Yue,

" Kabarnya Ying telah menyinggung pangeran kesembilan." sahut Shui pada Yue.

"Apa yang terjadi. Pantas ada suara gaduh di luar sana." jawab Yue bingung, ia beranjak dari tempat duduknya dan berlari menuju pintu kamarnya.

"Dia dihukum cambuk ratusan kali. Pangeran Lian yang baru pulang dan tahu hal itu marah besar." tutur Shui lagi.

"Aku mau kesana." ucap Yue.

Yue menyusuri beberapa bangunan hingga menemukan kamar Ying berada. Air matanya tertahan di pelupuk mata melihat keadaan Ying. Punggungnya dipenuhi luka bekas cambukan. Ia terbaring tengkurap, disampingnya terdapat tabib istana.

Yue menghambur masuk begitu saja dan berteriak, "Ying. Kamu tidak apa-apa? Kenapa bisa begitu? Kenapa Ying kau dihajar hingga babak belur?" tanya Yue panjang lebar.

"Ying, punggungnya. Kesalahan fatal apa yang telah diperbuatnya dan atas dasar apa... " batin Yue. Ia meminta penjelasan pada Lian yang berdiri di samping tabib.

Seakan memahami kondisi. Lian menceritakan kronologi yang terjadi.

"Ying dan pangeran kesembilan. Mereka pernah berkonflik dan Ying berkeras tidak mau hormat padanya." ucap Lian menunduk sedih atas kejadian yang menimpa Ying.

"Ying adalah pelayanmu, pangeran Lian! Apa tindakan semena-mena itu harus didiamkan saja?" teriak Yue keras. Ekspresi Yue saat itu sangat khawatir pada Ying. Air matanya meleleh, "Ying. Sakit sekali ya? Kenapa kamu diam saja?" ucap Yue lagi dengan perasaan berkecamuk.

"Ini tidak adil. Ini sungguh tidak adil! Huan Yue... Ekspresimu yang begitu mengkhawatirkan keadaan Ying. Tidak pernah kulihat sebelumnya, kata siapa hatiku tidak sedih? Apa kamu tak mengerti perasaanmu sendiri?" batin Lian berjalan mundur menemui tabib istana, "pergilah!" kata Lian pada Tabib itu.

"Ying, kenapa kamu diam? Sakit sekali? " ucap Yue lagi.

"Sakit? Mana dapat kurasakan lagi kesakitan. Aku yang sekarang ini lebih hina daripada seekor anjing tak bertuan. Mestinya sejak semula takdir tidak mempertemukanku denganmu. Mungkin itu lebih baik bagiku... " batin  Ying, "KELUAR SANA! AKU TAK BUTUH BELAS KASIHAN! MULAI HATI INI JANGAN PEDULIKAN HIDUP ATAU MATINYA AKU! KELUAR SANA!" Bentak Ying dengan nada tinggi. Raut wajah Yue berubah menjadi pucat pasi, ia segera berlari keluar ruangan. Tangisannya memecah.

Lian segera menyusul Yue, dia menghentikan langkah Yue yang berlari. Tidak ada percakapan antara mereka berdua.

"Ying kenapa? Apa dia tidak mau peduli lagi padaku?" ucap Yue dengan air mata meleleh di pipi.

"Huan Yue. Belum pernah sekalipun aku melihatmu menangis. Kenapa kamu meneteskan air mata untuk pria lain? Selama ini, setiap saat bila kamu membutuhkan... Sepasang tangan ini senantiasa terbuka untuk menghibur dan merangkulmu... Tapi detik ini beratnya serasa beribu kali. Apa kamu masih membutuhkanku... Huan Yue. Kenapa air mata itu bukan terurai untukku?" Lian berkelut dengan batinnya sendiri. Sesaat ia hendak ingin mengangkat tangannya guna meredupkan duka Yue, tangannya urung begitu saja. Pandangannya tidak kalah sedihnya menatap Yue.

Kediaman pangeran kesembilan.

Lian terduduk berhadapan dengan Pangeran kesembilan. Zhao tertawa terkekeh menyindir kedatangan Lian menuntut keadilan bagi Ying.

"Hukumanku terlalu keras? Dia tidak mau berlutut memberi hormat padaku. Apa dia mengira masih berstatus pangeran? Jika dia bukan pelayanmu saudara sepupuku, bahkan jasadnya tak akan lengkap tersisa." ucap Pangeran Zhao pada Pangeran Lian.

" TUTUP MULUTMU! SEBAGAI KERABAT ISTANA KELAKUANMU YANG DEMIKIAN PADA SEORANG PELAYAN MANA BISA MENUAI SIMPATI?" teriak Lian pada Zhao geram.

" Tundukan bawahan lewat teladanmu. Kamu hebat jika rasa hormat bawahanmu datang dari hatinya yang terdalam karena keluhuran budimu. Hidup sarat perubahan tak terduga, hari ini kamu menimpakan anak tangga padanya... Apa kamu yakin suatu hari nanti statusnya tidak akan lebih tinggi darimu?" kata Lian masih geram pada Zhao. Berapa kalipun ia mengatakan hal apapun, tak ada yang masuk ditelinga Zhao.

"Lebih tinggi... Ah sudahlah. Statusnya teranugrah sebagai budak terhukum. Mana mungkin statusku dapat di lewatinya." ucap Zhao dengan tawa melengking tajam.

PRANG

Gelas kaca pecah berkeping-keping. Lian sudah tidak dapat membendung emosinya.

"Berikan panutan, maka tidak akan terjadi pembangkangan. Aku tak peduli kamu semurka apapun. Atasan yang tak mampu menundukkan bawahan lewat keluhuran budi, derajatnya jauh lebih hina daripada seorang terhukum! Renungkan sendiri sebab dan akibat yang timbul oleh perbuatanmu itu. Mohon pamit." ucap Lian sambil berlalu dari hadapan Zhao.

"Tuanku. Ini pertamakalinya hamba melihat Pangeran Qiao Lian murka." ucap pelayan Pangeran Zhao.

"Mungkin ada orang yang gundah karena diberi topi hijau. Akan aku beritahu dia cara bermain." ucap Pangeran Zhao dengan tertawa melengking tinggi, "jangan lupa bahwa statusmu lebih rendah dariku, Lian." batinya dalam hati.

Seminggu kemudian, Huan Yue memutuskan untuk menemui Chang Ying. Ia membawakan ramuan obat-obatan ke kamar Ying.

"Keluar sana! Sudah kubilang jangan pedulikan aku!" teriak Ying sambil melempar gelas kosong pada Yue.

"Ying, minumlah ramuan obat ini." ucap Yue lembut. Ia berusaha menenangkan hati Ying. Namun amarah yang semakin meluap didapatnya.

"JANGAN PEDULIKAN AKU, MENGERTI? KELUAR!!" bentak Ying keras.

"Ying. Aku tak tahu kejadian apa yang membuatmu merasa begitu tersakiti dan menderita. Aku tak tahu bagaimana harus menolongmu. Tapi kumohon jagalah dirimu baik-baik." ucap Yue sambil menaruh obat di meja Ying, "jangan membuatku khawatir. Obatnya kutaruh sini, minumlah selagi hangat." Tanpa berkata apapun lagi, Yue melangkah menuju pintu keluar.

Tangan Ying mengiba. Ia ingin menghentikan langkah Yue. Tangannya hendak menahan langkah Yue, namun hatinya tak kuasa. Digenggamnya lagi tangan tersebut. Sambil menyentuh jidatnya ia merasa terpuruk.

"Delvia, maafkan aku. Aku benci diriku sendiri, siapa suruh statusku budak terhukum. Kalau aku jatuh cinta padamu... Apa yang bisa kuberikan padamu? Perempuan hina selingkuhan lelaki membangkang, 'istri seorang budak terhukum' he... he... he... Ying kamu bukan lagi pangeran. Gelar raja bukan milikmu lagi, apa yang bisa kamu berikan padanya? Cintaku hanya akan melukaimu... Melukaimu... mana mungkin tak kurasakan sakitnya? Maafkan budak terhukum ini yang telah membuatmu bersedih. Hatiku nyaris hancur tercabik kepedihan." batin Ying dengan rasa sedih teramat dalam.

Ia begitu mencintai Yue sepenuh hati namun tertabrak oleh status dan Yue yang merupakan calon istri Pangeran Qiao Lian. Hatinya tercabik-cabik dengan sembilu tajam. Luka di punggungnya bekas cambukan lebih pedih luka hatinya.

TBC

Deep Blue SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang