Aldi masih terjaga di meja belajar nya. Sesekali ia menatap ponsel nya, kemudian mengetik sesuatu di fitur massage nya, kemudian ia hapus kembali. Sesekali ia mengacak rambutnya, mengusap wajahnya secara kasar. Ia bingung. Sejak kedatangan Nadhira di taman saat di sekolah tadi membuat pikiran nya tak karuan. Jujur. Rasa sayang itu masih ada, tapi Nadhira sudah menjadi milik orang lain. Bukan miliknya lagi. Dan rasa sakit yang menelusup setiap kali menerima kenyataan bahwa Nadhira sudah mempunyai orang lain. Bukan dirinya.Aldi membuang napas nya. Ia melempar ponsel nya ke atas kasur, kemudian menyambar laptop nya yang tergeletak di atas nakas. Laki-laki itu mulai mencari sesuatu di dalam sana. Folder demi folder ia buka. Yap. Foto itu, foto ketika Aldi merayakan ulang tahun nya di puncak. Orang tua Aldi dan Nadhira pun ada di sana. Nadhira yang menggunakan dress warna putih selutut, rambutnya yang di biarkan tergerai, terlihat anggun. Foto Aldi dan Nadhira dengan cream yang berantakan di mukanya masing-masing. Aldi tersenyum melihat album itu. Walaupun hampir semua foto Nadhira di ponsel nya sudah ia hapus, tapi ia masih menyimpan nya di laptop.
Aldi menghentikan pergerakan nya ketika seseorang membuka kenop pintu kamar nya.
"Aldi, ada Rizal di bawah." Mamanya berdiri di ambang pintu.
Aldi hanya mengerutkan dahi. Sedetik kemudian ia teringat bahwa malam ini ia akan menginap di rumah Fahry.
"Astagfirullah, aku lupa." Aldi menutup laptop nya kemudian beranjak kemudian melewati mamanya yang kini hanya menggelengkan kepala melihat anaknya yang tergesa menuruni anak tangga.
"Woy, Al. Katanya mau nginep di rumah Fahry," serang Rizal saat ia melihat laki-laki itu keluar dari rumah nya.
"Hehe, iya lupa gua, nginep nya di rumah gua aja yaa. Males keluar gua," jawab Aldi sembari duduk di teras rumah nya.
Rizal yang tadi masih bertengker di atas motor kemudian turun dan menghampiri Aldi.
"Lo lagi kenapa dah, biasanya petakilan keluar malem terus." Rizal ikut duduk di sebelah Aldi. "Lo kalo ada masalah cerita broo, kita kan sahabat." ujar Rizal sembari menonjok pelan lengan Aldi.
Laki-laki berhidung mancung itu menarik napas, "Tadi Nadhira nemuin gua ke sekolah, dia nekat mabal dari sekolah nya."
"HAH?! DEMI?!"
====================
Bella masih berkutat dengan tugas-tugas nya, sesekali ia menghela napas, kemudian menulis lagi. Keringat yang mengalir di dahi nya menjadi saksi. Walaupun kamarnya sudah ada AC tapi rupanya benda itu tidak mendinginkan. Pergerakan nya terhenti saat ponsel yang berada di atas nakas bergetar. Gadis itu sempat berdecak pelan kemudia menyambar benda kecil itu. Ia mengerutkan kening ketika dilihat nya nama Arfa yang tercantum dilayar ponsel nya.
"Halo..."
Isakan dari seberang sana membuat Bella membulatkan mata.
"Arfa, lo kenapa? Lo nangis?" tanya Bella membuat Arfa semakin terisak.
"Rey Bell, Rey." suara di seberang sana menyahut sembari terisak.
"Rey kenapa? Cerita sama gue."
Arfa bukan nya menjawab malah semakin terisak, membuat bella yang mendengar nya hanya bisa gigit jari. Sungguh, baru kali ini ia mendapatkan Arfa menangis seperti ini.
"Ya udah, kalo lo belom siap cerita ngga apa-apa. Gue di sini Fa, siap dengerin lo kapan aja."
Bella menenangkan. Isakan Arfa sedikit mereda, tapi ia tidak berbicara apa pun. Tapi Bella mengerti mengapa Arfa hanya menangis dan tidak berbicara apa pun, tangisan itulah yang berbicara pada Bella.
"Gue ngga kuat kalo cerita sekarang. Besok gue ceritain dari awal sampe akhir." Arfa masih terisak.
"Oke, besok datang agak pagi aja, udah lo jangan nangis."
"Oke, bye."
Hanya suara parau yang Bella dengar. Gadis itu hanya menatap ponsel nya. Ia berniat untuk mengirimkan pesan kepada Reyhan--pacar Arfa. Tapi niat itu ia urungkan. Lebih baik menunggu Arfa menceritakan semuanya.
==========================
"Jadi, tadi Nadhira nekat datang ke sekolah kita?"
Tak ada jawaban. Hanya semilir angin yang menerbangkan setiap rambut orang yang sedang berada di balkon rumah Aldi. Ya, kini Fahry, dan Rizal sedang berada di rumah Aldi. Setelah mereka bertiga memutuskan untuk menginap di rumah Aldi, karena Aldi yang katanya sedang malas keluar.
"Iya,"
Hanya itu yang terpintar dari mulut Aldi. Pria itu menatap dengan tatapan kosong ke depan.
"Udah gila apa ya tuh cewe? Gimana kalo ada guru yang liat, apa ngga diusir abis-abisan dia," tukas Rizal sembari makan kripik singkong yang sengaja di sediakan Aldi untuk teman-teman nya.
"Udah gila dari dulu kali Zal, kalo ngga gila juga dia ngga bakal nyakitin bes pren kita." sergah Fahry.
Rizal dan Fahry hanya saling pandang ketika melihat Aldi yang masih larut dalam pikiran nya.
"Udah Al, omongan Dhira tadi siang ngga usah lo pikirin. Menuhin otak lo aja, ngga guna. Mending lo pikirin sekarang si Bella lagi apa, udah makan atau belum..."
"Oiya, kenapa lo baru bilang kampret." Aldi memotong omongan Fahry. "Eh, tapi dia masih belajar kayanya, chat gua tadi sore belom di bales." ujar Aldi seraya meletakan ponsel nya ke atas meja.
Fahry dan Rizal hanya mendengus melihat kelakuan teman seperjuangan nya itu.
"Gondes, mau ga?" Rizal menawarkan kripik singkong nya kepada Fahry. Gondes merupakan panggilan khusus untuk Fahry yang artinya Gondrong Desa. Karena Fahry yang tidak suka rambut nya di cukur habis, ia lebih memilih rambut ny di biarkan gondrong.
Rizal melemparkan satu kripik singkong ke muka Fahry. "Gondrong Desa Setan, gua nawarin ke elu."
"Ngga mau apaan ada embel-embel setan nya,"
Aldi dan Rizal hanya terbahak ketika melihat ekspresi Fahry yang cemberut seperti seorang perempuan ketika mendapat bulanan.
=======================
Bawa segelintir chapter nih wk, lama banget kayanya
gue ga update, pelajar keteter tugas wk. Dan tangan gue udah gatel banget buat update nih chapter. Skip.Iya tau, chapter ini paling ancur,
jadi gua gatau harus ngomong apa.Vote jangan lupa👌
Next chapter👉
KAMU SEDANG MEMBACA
Haunted
Teen FictionMereka bilang, waktu menyembuhkan. Bagiku tidak, waktu hanya membiasakan. Karena saat mengingatmu aku masih mampu Merasa luka, hanya saja kali ini tanpa air mata.