"Udah doong jangan nangis, Reyhan kan udah jelasin semuanya."
Bella mengusap pundak Arfa yang menelusupkan wajahnya di atas meja. Mendengar Arfa semalam menelfon nya semalam dengan keadaan menangis, Bella menepati janji Arfa untuk datang lebih pagi.
"Iya tapi sakit Bell." Arfa mengangkat wajahnya. Matanya sembab, hidungnya memerah pertanda ia sudah menangis semalaman. "Bayangin aja kalo lo percaya sama orang, tapi orang itu sama sekali ngga ngehargain. Sakit Bell."
"Iya gue ngerti, tapi kalo gue liat Rey sayang banget sama lo. Jadi ngga mungkin kan Rey ada niat buat ngeduain lo."
"Lo bisa Bell bilang kaya gini, karna lo ngga ngeliat pas dia berduaan sama cewek." isakan Arfa semakin menjadi. "Gue Bell yang liat. Sakit."
Dan sekarang Bella tidak dapat berkata-kata sedikitpun. Bella mengingat saat ia merasa sakit seperti Arfa saat ini. Ia tahu apa yang di rasakan Arfa sekarang. Dulu, saat Bella sedang seperti ini yang ia butuhkan hanya waktu untuk sendiri. Dan Bella tidak pernah menceritkan kepada siapapun. Karna Bella fikir, semua orang hanya ingin tahu. Bukan untuk perduli.
Mungkin, Arfa harus melakukan seperti apa yang Bella lakukan dulu.
"Yaudah, lo tenangin dulu. Lo ga kasian sama diri lo tuh? Lo udah nangisin Rey berapa jam? Hati lo udah sakit. Jangan sampe fisik lo juga ikutan sakit."
Hanya anggukan dari Arfa yang Bella lihat. Arfa masih menyelundupkan kepala nya pada kedua tangan nya yang di lipat di meja.
****
Kriiiiiiinnnggg!!!!
Bel tanda istirahat pertama berbunyi. Siswa-siswi yang berhamburan bak semut yang melihat setumpuk gula. Lalu-lalang siswa sisiwi yang melewati koridor untuk menuju ke kantin. Kali ini, Bella menuju kantin sendirian. Bella meminta Arfa untuk tetap berada di kelas, tidak memungkinkan keadaan dengan mata Arfa yang sembab dan dirinya yang berantakan untuk pergi ke kantin.
"Mamiih, mau somay nya dong dua piring," pesan Bella pada ibu kantin yang ia sebut 'mamih'. Bella dan Arfa menyebut mamih karena ia adalah salah satu ibu kantin yang ter-update soal masalah yang ada di sekolah maupun soal fashion wanita.
"Tumben si cantik sendiri, si Arfa ke mana biasanya dia yang mesen." ujar mamih seraya mebuatkan pesanan untuku juga untuk siswi lain yang memesan.
"Arfa lagi sakit di kelas mam, makanya saya yang ke sini." ujar Bella berbohong.
"Laah, di bawa ke uks neng kalo sakit,"
"I--itu dia ngga mau mam, katanya uks bau obat, dia ngga suka." lagi-lagi Bella berbohong. Sejak kapan Arfa tidak suka dengan uks? Malah Arfa yang sering mengajak Bella ke uks untuk sekedar tidur-tiduran saat jam kosong.
"Nih, somay nya. Buru-buru di bawa tuh ke si Arfa biar cepet sembuh itu anak." ujar mamih seraya melayani siswi yang lain.
"Siiiaaapp mamiih," aku berbalik badan dan--
"Eh, sorr--Bella, kok sendirian? Arfa mana dah?"
Hampir saja dua piring yang ada ditangan ku jatuh. Aldi. Kenapa laki-laki ini harus tepat berada di belakang Bella saat gadis itu berbalik badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haunted
Teen FictionMereka bilang, waktu menyembuhkan. Bagiku tidak, waktu hanya membiasakan. Karena saat mengingatmu aku masih mampu Merasa luka, hanya saja kali ini tanpa air mata.