PART 12 : Kebohongan Lain

9.5K 680 113
                                    

LAKUNA
(Ruang hati yang kosong)

PART 12 : Kebohongan Lain

****

MIYOUNG merasa paginya kali ini terasa aneh. Perasaan cemas dan gugup entah kenapa merayap dari otaknya menuju ke hati. Matanya melirik ke setiap ruangan di kamarnya dengan perasaan awas. Seolah ia sedang berada dalam pengawasan seseorang. Ia meraih ponselnya. Kemudian melirik empat digit angka yang terbatasi oleh dua titik dibagian tengah yang memisahkan masing-masing dua digit. Ia menghela napas. Kali ini helaannya benar-benar panjang seolah oksigen yang di tariknya lebih panjang di banding dengan karbon dioksida yang di hembuskannya. Pukul tujuh lebih lima belas menit. Ia seharusnya sudah membangunkan Kyuhyun ketika jarum jam menunjuk ke angka tujuh. Namun, ketakutan seakan benar-benar merayap hingga ke ulu hatinya.

Hembusan napasnya seakan tersendat beberapa kali di tenggorokan. Tangannya yang bertaut saling meremas. Namun tak bertahan lama, karena ia memutuskan untuk beranjak dari ranjang. Meraih tas tangan yang berada di meja rias, kemudian menghela napas sebelum keluar dari kamar.

Ketika berada di luar kamar, Miyoung kembali menghela napas. Ia melirik kearah pintu kamar Kyuhyun. Pintu besar itu tertutup rapat. Serapat hati Kyuhyun yang tak membiarkannya masuk. Miyoung mulai melangkahkan kakinya menjauh dari pintu kamarnya yang telah tertutup. Menuruni anak tangga dengan hati-hati. Bukan karena ia takut akan terjatuh, tapi pikirannya sedang tidak berada pada tempatnya. Suatu kesalahan baginya karena telah membohongi Kyuhyun. Ia takut kebohongan itu akan terus berlangsung ketika Donghae terus berada di sampingnya. Mengusik hatinya yang telah kosong kembali terisi perlahan.

"Nona."

Miyoung tersentak. Wajahnya yang semula menunduk, terangkat begitu saja mendengar suara lembut. Oh, ternyata kakinya telah sampai dapur dengan cepat. Ia pikir, tadi masih menuruni anak tangga. Ia mengulas senyum, ketika matanya menangkap Bibi Oh sedang tersenyum padanya setelah meletakkan satu mangkuk besar di bagian tengah.

"Silahkan duduk, Nona," kata Bibi Oh masih tersenyum penuh kehangatan yang membuatnya kembali teringat pada Ibunya.

Miyoung mengangguk. Kakinya melangkah mendekat. Namun, ketika matanya menangkap punggung lebar dengan bahu tegap yang terbalut kemeja berwarna biru gelap, membuat tubuhnya kaku. Senyumnya lenyap dari bibirnya. Dan, kakinya seperti terpaku di lantai marmer dapur yang mengkilap. Punggung itu tak bergerak sama sekali. Tapi, Miyoung tahu jika pria itu tengah mengiris sesuatu di piringnya. Terlihat dari sikunya yang bergerak. Miyoung masih tak bergerak dari tempatnya berdiri. Matanya menyendu, kembali mengingat kejadian semalam. Ia mengaku ia salah. Memang. Ini semua salahnya. Ia bahkan mampu merasakan udara di sekitarnya mendadak terasa dingin dan sedikit—mencekam. Entah apa yang membuatnya berpikir keadaan terasa mencekam. Yang jelas, ia merasakannya.

Semua orang kembali pada aktifitasnya. Termasuk Bibi Oh yang meletakkan segelas cup berisi kopi yang masih mengepul di meja bagian depan Kyuhyun.

Keadaan menjadi hening. Miyoung terlihat masih enggan—atau bahkan takut untuk mendekati meja makan ketika ia melihat Kyuhyun untuk kali pertama ia menginjakkan kakinya di ruang makan.

Suara nyaring yang berasal dari meja makan terdengar, membuat Miyoung berjengit. Terkejut dengan bantingan dari—entah—pisau, sendok, garpu, atau sumpit yang bertabrakan dengan piring. Ia melirik sekitar, semua pelayan ikut berjengit, namun hanya sebentar karena setelah itu mereka meninggalkan ruang makan dengan kepala yang tertunduk. Juga, Bibi Oh yang saat ini menyentuh tangan Kyuhyun—karena Bibi Oh pernah bilang, Kyuhyun telah dianggap olehnya sebagai anaknya sendiri—dan menatap Kyuhyun lembut dengan sesekali melontarkan kalimat menenangkan penuh keibuan. Miyoung melirik punggung tegap itu kembali, kali ini sebuah reaksi terjadi. Punggung itu terlihat menegang. Membuat Miyoung takut untuk menyampaikan pendapatnya, jika Kyuhyun tengah bergelut dengan kemarahannya. Bibi Oh meliriknya, kemudian memintanya untuk segera duduk di kursi meja makan melalui tatapan matanya yang menenangkan. Miyoung masih diam di tempatnya. Sejujurnya, ia takut sekarang.

LAKUNA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang