"Well how does it feel to leave me this way. When all that you have's been lost in a day. Everyone knows, but not what to say. I've been wondering now." – Hotel Ceiling, Rixton.
***
Akhirnya setelah semua hari-hari yang dilewati terasa amat sangat melelahkan dan menguras otak serta tenaga, hari ini pun tiba. Akhirnya, setelah seminggu lebih tiga hari Savina dan teman-teman SMA-nya yang lain menempuh ujian akhir semester mereka, hari tenang dan kebebasan sudah ada di depan mata. Silahkan salahkan SMA Pramudhya Bakti yang melaksanakan ujian lebih lama dari sekolah-sekolah lain, karena kurikulum yang digunakan sedikit berbeda, seperti ujian kemampuan bakat dan ujian mata pelajaran kesukaan yang diadakan dua hari setelah ujian mata pelajaran pada umumnya.Seperti hari Kamis ini, seluruh murid SMA Pramudhya bakti masuk sekolah pukul 9 pagi dan pulang pukul 1 siang. Benar-benar Kamis ceria di bulan Mei yang cerah. Sekarang jam sudah menunjukan pukul 8.40, saat Savina berjalan di area lobi yang lebih ramai dari biasanya. Tumben, biasanya juga nggak begini. Savina melemparkan senyum ketika beberapa kakak kelasnya juga melakukan hal serupa pada Savina. Ingat, jika bukan karena Savina yang ingin menghilangkan sifat introvertnya sedikit, ia pasti sudah menunduk sepanjang perjalanan demi menghindari tatapan kakak kelasnya.
Di tengah-tengah perjalanan menuju kelas, Savina terhalang oleh kerumunan orang yang berkumpul di sepanjang koridor kelas IPA. Ia membetulkan letak tali tasnya sambil berjinjit guna melihat lebih jelas ada apa di depannya ini. Namun, penglihatannya terhalang oleh kerumunan orang yang berjubel. Tak ingin memaksa, Savina bergeser sedikit tanpa melepaskan perhatiannya di antara kerumunan orang itu. Ia menerka-nerka, mungkin saja ada perkelahian 'kan? Atau ada yang dilabrak? Atau ...
Savina menggeleng, ia terlalu sering berasumsi sendiri. Savina menoleh ke kanan dan melihat kumpulan perempuan sedang membicarakan kerumunan itu juga, Savina bertanya. "Eh, itu kenapa sih?"
Perempuan yang berponi melirik Savina. "Katanya sih ada yang mau nyatain perasaan," balas perempuan itu. "Kurang tau juga, intinya kita nggak bisa lewat tuh."
Savina mengangguk, "Terus kalo mau ke kelas gimana?"
Perempuan yang satunya lagi berkata sambil menunjuk tangga. "Kayaknya lewat kelas atas deh."
Savina mengangguk sekali lagi, dan berjalan menjauh dari kerumunan itu menuju kelas atas. Ia sudah sampai di kelas bagian atas, tiba-tiba ia berhenti berjalan. Anjir, ini 'kan koridor kelas 11 IPS, Savina bego, bego, bego! Bisa mati kutu gue disini, batin Savina. Karena tidak ada pilihan lain, Savina pun meneruskan langkahnya dengan agak tergesa-gesa, jarinya tidak bisa berhenti memilin satu sama lain. Perasaannya campur aduk, andai ia tidak sendiri berjalan disini. Adik kelas mana yang berani menampakkan dirinya di kandang kakak kelas IPS? Jawabannya, tentu tidak seorang pun.
Lamat-lamat, Savina melihat sekelilingnya dan menghela napas lega. Ternyata koridor 11 IPS nampak sepi hari ini. Timing yang sangat pas, untugnya tidak ada gerombolan kakak kelas IPS yang sering nongkrong di koridor dengan tatapan ingin menerkam para adik kelas, setidaknya begitu yang selama ini didengar Savina.
Oh, terimakasih karena keberuntungan berpihak kepada dirinya. Tapi tunggu, belum sempat Savina mengucap syukur, langkah kaki yang berat terdengar jelas di telinga Savina. Bahu Savina yang semula tegak, terlihat turun dan menegang. Kenapa keberuntungan cepat sekali memihak kemudian sirna begitu saja, Savina merutuk dalam hati saat matanya terpejam.
Ketika Savina membuka matanya, fokusnya jatuh tepat di figur seorang laki-laki berkacamata yang berambut acak-acakan. Jantung Savina seakan berhenti, namun tak lama kemudian berdegup kencang seakan memompa darah sangat cepat ke seluruh tubuhnya. Laki-laki itu ... adalah laki-laki yang menendang basket ke arahnya tapi dia juga yang saat itu menyelamatkan Savina.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden Words
Teen FictionBagaikan hitam di atas putih. Tinta beradu di atas kertas. Tentang persahabatan, cinta, masa lalu, dan segala kemungkinan lainnya yang akan terjadi. Semuanya, tentang the hidden words, the hidden feelings. ***** " the more you hide your feelings, th...