TWELFTH : BASKETBALL COMPETITION

29 1 0
                                    

"You know just how to make my heart beat faster. Emotional earthquake, bring on disaster. You hit me head on, got me weak in my kness. Yeah, something inside me's changed." – Starving, Hailee Steinfeld feat. Grey & Zedd.

note: Just play that video and listen the song. Trust me, it'll be easier to feel the sense of it.

***


Sejak dua hari yang lalu, Savina benar-benar kekurangan jam tidur malamnya. Bukan karena kemauannya untuk begadang semalaman suntuk, tetapi ia seperti menderita insomnia mendadak. Bayangkan saja, pukul delapan malam Savina sudah memperlihatkan muka ngantuk dengan mata 2 wattnya namun setelah dirinya beranjak untuk berbaring dan berencana menyelami alam mimpi, tiba-tiba pikirannya terjaga dan matanya tidak mau terpejam.

Pikirannya melayang-layang begitu saja, memutar memori yang sudah Savina kubur dalam-dalam, sangat dalam sehingga beberapa dari memori itu tidak bisa diingat Savina dengan betul bagaimana dan kapan kejadian dalam memori-memori itu.

Savina kira insomnia ini hanya efek dari kafein yang dia minum saat menjelang tidur. Memang belakangan ini dirinya memiliki kebiasaan baru meminum kafein sebelum tidur. Biasanya Savina akan meminum teh ataupun hot chocolate favoritnya, tapi tidak untuk kali ini.

Berkat saran Feliz yang mengatakan bahwa kafein membuatnya sedikit tenang saat masalah datang menyergap, kafein juga memiliki aroma yang menenangkan. Kata Feliz, kafein adalah cerminan dari perasaan seseorang. Meskipun rasanya pahit, tapi terkadang yang pahit lah membuat kita lebih nyaman dan sulit melepaskan, seperti sebuah candu tersendiri.

Jam di nakas menunjukkan pukul 00.55 saat Savina menoleh ke arah jam itu kemudian menelungkupkan jam ke bawah agar ia tak bisa melihat angka pada jam lagi. Semakin lama ia semakin resah jika melihat jam di nakas. Savina berguling ke kiri, kedua tangannya ia gunakan untuk menutup telinganya. Sudah segala cara Savina lakukan untuk membuatnya tertidur, tapi tetap saja pikirannya menolak untuk berhenti.

Savina menarik selimut hingga menutupi puncak kepalanya, cara ini tentu tidak berhasil. "HAH!" erang Savina, ia membuka selimut dan menggaruk kepala frustasi, "Ah elah! mata kenapa sih nggak ngantuk-ngantuk dari tadi? Heran gue."

Savina terlentang menengadah langit-langit kamarnya, "Ayo dong, please gue mohon. Besok gue musti bangun pagi," rengek Savina, tangannya membuka. "God, I'm begging you."

Savina memasang headphone di kedua telinganya. Butuh waktu dua jam hingga Savina memejamkan mata dan tertidur, masih dengan musik yang mengalun indah di headphonenya.

***


Matahari pagi memunculkan sinar lembutnya dari ufuk timur, membelai kulit siapapun yang tertidur dengan tirai yang tidak menutup jendela. Setengah jam berlalu saat Savina menyiapkan diri untuk menyongsong hari barunya sebagai siswi tahun kedua di sekolah menengah atas. Tidak terasa waktu cepat berlalu, sangat cepat, sampai-sampai Savina masih merasa dirinya adalah gadis berusia lima belas tahun yang baru saja mengikuti MOS SMA, padahal itu sudah jelas berlalu setahun yang lalu.

Savina menjepit poninya ke belakang, jarinya menyisir rambutnya yang tergerai halus. Setelah memoleskan lip balm pada bibirnya, Savina menatap pantulan dirinya di cermin sekali lagi hanya untuk memastikan ada yang aneh padanya atau tidak. Savina mengernyit saat lingkar hitam terlihat di bawah mata, ia mendesah, "Semangat, Sav. Semangat!"

Setelah menyambar ransel bermotif ukiran rumitnya, Savina beranjak turun ke meja makan untuk sarapan.

"Pagi, Ma. Pagi, Pa," sapa Savina setelah mendaratkan dirinya untuk duduk di kursinya seraya menaruh ransel di kursi samping kiri. Kursi itu kosong, jika ada Alana saat ini pasti kursi itu sudah ditempati.

The Hidden WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang