SIXTEENTH : FOR THE FIFTH TIME

40 1 0
                                    

"When I saw you yesterday. I'm not wasting your time, I'm not playing no games. I see you." ― Perfect Strangers, Jonas Blue feat. JP Coopers.

***


Tetesan air turun dari langit kelabu dengan guratan-guratan putih mengawali hari ketujuh di bulan September, awalnya hanya berupa tetesan kecil, tapi lama-kelamaan tetesan air berubah menjadi rentetan air yang seakan menyerbu seisi bumi dengan tidak terkira.

Membuat segelintir orang menepikan kendaraan bermotor untuk sekedar berteduh menunggu redanya hujan. Ada yang menikmati hujan, ada juga beberapa orang yang merutuk akan datangnya hujan.

Dua perempuan yang duduk di dalam mobil berwarna silver larut dalam suasana yang cukup jarang terjadi ini. Jalanan yang lengang, air yang membasahi kaca mobil, dan kabut yang tidak terlalu tebal, membuat dua perempuan itu merasakan suasana berbeda di bulan yang baru ini.

Perempuan berjaket navy sedang menatap lurus ke depan, tangannya memutar setir ke kanan. "Sumpah ya, gue berasa lebay tau nggak? Cuma hujan gini doang bikin gue semangat, tapi gue ngerasa blue di waktu yang sama."

Perempuan yang mengenakan sweater biru tosca di sebelahnya menyahut. "Gue kira orang kayak lo nggak mungkin ngerasain efek hujan yang bikin hati rada mellow," perempuan itu terkekeh. "Yah, gue juga. Berasa September banget nggak sih?"

"Gue emang nggak menye-menye kayak cewek kebanyakan lah, Sav. Tapi gue juga punya perasaan layaknya cewek yang suka sama suasana hujan," cewek bernama Astrid itu mengangkat bahu sebelum menginjak rem dan menghentikan mobilnya di depan lampu lalu lintas.

Savina mengangguk. "Ovian sama Feliz jadi bareng?"

"Nggak tau, coba lo cek line gue."

Savina mengambil ponsel dari tangan Astrid, dan membuka obrolan antara mereka berlima. "Mereka udah berangkat, dianter kakaknya Feliz."

Astrid menoleh, "Oh yaudah, langsung ke sekolah ya berarti?" Astrid melajukan mobilnya saat lampu berganti menjadi warna hijau. "Karin nggak bareng 'kan?"

Savina membetulkan posisi duduknya. "Nggak lah, udah berangkat lo tau?"

Astrid menampakkan cengiran lebarnya. "Oh yaampun," tangannya menepuk setir bersemangat. "Tuh anak 'kan udah taken ya sama Lando? Gue bener-bener nggak nyangka, secepet itu mereka jadian. Gue jadi terharu," ujar Astrid dengan nada yang dibuat-buat seperti orang menangis.

Savina tersenyum dan mengangguk bersemangat. "Gue udah yakin mereka bakal jadian, meskipun awalnya gue kira Ferian yang sering jahil ke Karin yang bakal jadian sama Karin."

"That's right," sahut Astrid.

Savina mengarahkan pandangannya ke depan, menatap jalanan yang basah. Ia bergumam. "Enak kali ya punya orang yang bisa diandelin?" helaan napas keluar dari mulutnya, "Saling melengkapi, bahunya jadi sandaran kita, punya pengaruh besar, ngejagain kita, terus berangkat sekolah bareng-bareng."

Astrid menoleh cepat dengan tatapan bertanya, sebelum kembali memandang lurus ke depan. "What's that supposed to mean?"

Savina menggigit bibir atasnya. "Someone," ungkap Savina. Astrid tak kunjung memberikan reaksinya, jadi Savina melanjutkan. "Like Lando and Karin. Lando that caring Karin so much. Karin yang bisa ngandelin Lando, dan Lando yang bisa melengkapi Karin. Ngerti 'kan?"

Astrid diam sebentar, ia mengangguk pelan. "Aha, I got it." Mobil yang ia kemudikan masuk ke pelataran parkir Pramudhya Bakti, dan memberhentikan mobilnya tepat di parkiran bawah.

The Hidden WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang