TENTH : FEELS

35 1 0
                                    

"All I breathe, all I feel. You are all for me. No one can lift me, catch me the way that you do. I'm still falling for you." - Still Falling For You, Ellie Goulding.

***


Berada di perpustakaan pada jam-jam pulang sekolah memang sangat menyebalkan, tapi demi tugas sekolah, semua itu akan baik-baik saja. Setidaknya, ini tidak akan menyita waktu yang lama. Kelompok enam project Biologi sudah berkumpul sejak beberapa menit yang lalu. Awalnya, mereka ingin menyelesaikan project ini sebelum jam pelajaran pertama dimulai, namun hal itu pun urung dilakukan karena banyaknya anggota kelompok yang terlambat datang ke sekolah.

Ruangan berukuran besar itu nampak sepi, ditambah lagi Lando yang tidak bisa hadir, jadi laki-laki kharismatik itu hanya memberikan flashdisk berisi artikel yang sudah ia temukan dan menyerahkannya pada Hardin.

Dasar, padahal bocah itu yang menyuruh Savina datang sepagi tadi dan harus rela berdingin-dingin ria sendirian.

Anggota kelompok yang terdiri dari enam orang sedang duduk melingkar sambil membolak-balik buku kemudian mencatat sesuatu pada secarik kertas. Ralat, sebenarnya hanya empat orang saja yang terlihat sibuk saat ini. Savina―yang juga termasuk kelompok enam, menyibukkan dirinya dengan melamun. Pandangan matanya ke arah buku sementara pulpen yang berada di genggamannya ia mainkan asal membentuk lingkaran di meja. Jika diperhatikan baik-baik, Savina terlihat seperti mayat hidup dengan pandangan mata kosong namun terlihat memikirkan sesuatu.

"Gue udah nemu latar belakangnya, referensi gue ambil dari buku ini. Sekarang giliran Savina buat nyalin poin-poinnya aja," ujar Hardin seraya menyodorkan bukunya ke samping, kemudian konsentrasinya ia pusatkan kembali pada buku yang lain. Karena yang diajak bicara tidak kunjung memberikan reaksi, Hardin melayangkan tatapannya kepada teman-temannya yang lain. Yang ditatap malah mengedikkan bahu. Hardin segera melirik Savina dan berdeham. "Sav?"

Savina bergeming, tetap sibuk dengan dunianya sendiri. Jika ada yang bilang bahwa pikiran dapat mengambil alih segalanya, ya, memang itu yang Savina alami saat ini. Savina mensejajarkan bibirnya hingga membentuk garis datar, kemudian menggigit bibir bawahnya.

Ervan bersuara, tangannya ia kibaskan ke wajah Savina hendak menyadarkannya. "Hello?"

Savina kontan mengerjap, menoleh Ervan. "Iya? Lo ngomong ke gue?"

"Lo nggak fokus," timpal Ferian.

"Lo bisa 'kan konsentrasi untuk sekarang?" sahut Ervan, ia memberi kode agar Savina memperhatikan Hardin dengan gerakan matanya.

"Eh, iya. Maaf-maaf. Oke, tadi lo ngomong apa?" Savina mengalihkan fokusnya kepada Hardin, selaku ketua kelompoknya.

"Lo tinggal catet poin-poinnya, gue udah tandai referensinya. Masalah bikin power point, lo sama Feliz bisa kerja sama," titah Hardin.

Savina dan Feliz mengangguk. Hardin kembali bergabung dengan Ervan dan Ferian yang sibuk memilah-milah referensi lain. Selagi ketiga cowok itu sibuk dengan urusannya, Feliz bertanya dengan nada serius. "Ada sesuatu yang mau lo ceritain, Sav?"

Savina menggembungkan pipinya kemudian menopang dagu, "Nggak ada sih, bukan hal yang penting juga," kata Savina sambil tersenyum.

Feliz menatap Savina sangsi hingga Savina berkata bahwa memang ia baik-baik saja. Mereka pun melanjutkan kerja kelompok hingga pukul 3 sore. Dan kali ini Savina bisa berkonsentrasi penuh sehingga tugas mereka selesai dengan cepat.

***


26 April 2016

Journal, it's me. Gue mau memulai cerita yang bener-bener jarang gue tulis. Maksudnya, cerita ini bakalan beda dari sebelum-sebelumnya. Like, it's a new colour for your sheet, jour. Huft, apa ya?

The Hidden WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang