“Kamu ngga perlu jelasin. Aku udah lihat kok. Lakuin apa aja yang pengen kalian lakuin. Sorry udah ngganggu,” ucap Ali terseyum kecut, kemudian pergi meninggalkan mereka berdua. Lebih tepatnya meninggalkan Prilly yang mematung.“Honey! Honey!” Prilly meletakkan pisau yang di pegangnya dan berlari mengejar Ali, namun nihil. Ali sudah menjalankan mobilnya menjauh dari apartemen.
Prilly menghela nafas panjang, dirinya hanya bisa terdiam ditempat melihat mobil Ali yang sudah menghilang. Prilly menoleh ketika merasakan sebuah tangan menepuk bahunya.
“Prill. Lo--” belum sempat menyelesaikan ucapannya Prilly sudah memotongnya.
“Gue baik-baik aja Ram, Lo bisa pulang, ‘kan? Gue lagi pengen sendiri,” ucap Prilly menepis tangan Rama pelan, dan berbalik berlari menuju apartementya.
Sedangkan Rama hanya dapat menatap punggung Prilly yang sudah menjauh. Kemudian memilih untuk pergi.
Prilly menutup pintu kamarnya kasar hingga menimbulkan suara yang keras. Meringkuk naik keatas ranjang, menekuk kedua kakinya, wajahnya dibiarkan tenggelam dalam tekukannya. Ya Tuhan! Masalah apa lagi ini?
***
ALI
Aku menjalankan mobilku dengan kecepatan yang bisa dibilang diatas rata-rata, pikiranku sedang kalut
Entahlah, Aku tidak begitu memperhatikan arah mobilku saat ini. Aku berdecak kesal ketika melihat jalan didepanku adalah jalan buntu. Tanganku bergerak memukul keras stir mobil.“Sial!” desisku memutar kembali kemudi. Double sial, otakku memutar kembali kejadian yang kulihat tadi. Seharusnya malam ini Aku bisa bermanja-manja dengan istriku. Tapi, Ah.. Sudahlah. Ck! Sepertinya Aku harus memenangkan diri.
Kirun. Sekelebat nama Kirun tiba-tiba muncul di otakku. Yah, aku harus menemui Kirun sekarang juga. Tanganku bergerak mengambil ponsel yang ada disaku, dan dengan cepat mendial nomor Kirun.
“Lo dimana?” tanyaku langsung ketika panggilan tersambung.
“Dirumah, kenapa?” tanya Kirun balik dari sebrang sana. Tanpa membalas ucapan Kirun, Aku langsung mematikan sambungan telepon dan melempar ponselku di jok samping. Aku memutar balik kemudi mobil dan menjalankannya cepaat menuju rumah Kirun.
Brakk! Brakk! Brakk!
Begitu tidak sabaran Aku mengetuk pintu rumah Kirun keras. Sudah hampir lima menit Aku berdiri disini, namun Kirun tak kunjung keluar juga.
“Sabar Oyy! Jalan!” teriak Kirun dari arah dalam, namun Aku tidak memperdulikannya. Aku tetap saja mrngetuknya keras.
“Lama Lo!” gerutuku kesal ketika Kirun membuka pintu rumahnya.
“Mata Lo katarak? Gue lagi mandi!” dengus Kirun menunjukkan handuk yang masih melilit ditubuhnya.
“Mata Gue normal. Mana passport Gue?” tagihku menyodorkan kedua tangan dihadapannya.
“Passport? Lo gila? Berangkatnya masih 2 hari lagi!” Kirun berjalan kedalam rumahnya, mengambil passportku didalam laci.
“Gue tau!” ketusku meraih passport ditangan Kirun dengan cepat.
“Lalu kenapa Lo mendadak mau berangkat sekarang? Gue bahkan belum nyiapin apa-apa,” ucap Kirun menatapku bingung sekaligus kesal.
“Siapa juga yang nyuruh Lo berangkat sekarang?” . “Gue pergi dulu,” tambahku mengacungkan passport milikku kearah Kirun dan bergegas pergi.
“Lo kenapa sih? Lagi ada masalah sama Prilly? Hebat banget cara Lo nyelesai-in masalahnya! Kabur? Gak dewasa tau gak!” teriak Kirun sebelum Aku menghilang dari pintu. Apa?
