Chapter 19

16.7K 1.2K 30
                                    


PRILLY

Aku memandangi pantulan wajahku pada cermin besar disamping tempat tidur. Dress selutut berwara krem membalut tubuhku dengan rambut yang ku sibakan ke kiri. Perfect! Aku tersenyum singkat kemudian melangkahkan kakiku yang berbalut flatshoes keluar kamar. Yah! Semenjak hamil, aku tidak lagi menggunakan sepatu wajibku. Kalian tau? Ali akan membuang wedgesku jika dia tau Aku menggunakannya saat hamil. Ck!

Mataku tidak sengaja menangkap foto pernikahanku dengan Ali yang terpampang di dinding. Kuusap perlahan bingkai kacanya yang sedikit berdebu. Kupandangi wajah Ali yang sedang tersenyum kearah kamera.

Belum puas memandanginya, rasanya ada yang bergejolak aneh di perutku. Mual. Aku segera berlari ke wastafel, memutahkan sesuatu yang mengganjal perutku. Astaga! Bahkan hanya memandangi foto Ali saja, respon perutku sangat berlebihan.

“Kamu jangan gini dong sayang, kasihan Daddy Kamu,” lirihku mengusap perutku lembut, kemudian kembali melanjutkan perjalananku keluar dari apartement.

Taksi pesanan Ali sudah mendarat mulus didepan apartemen. Seharusnya pak Mamang yang akan mengantarku, tapi karena ada urusan mendadak dia tidak bisa mengantarku. Supir taksi ini segera turun ketika melihatku berjalan mendekat kearahnya. Dengan cepat dibukakannya pintu belakang untukku. Aku tersenyum singkat kearahnya kemudian masuk.

Tak terasa taksi yang kutumpangi sudah berhenti di depan kafe historiya. Baru saja Aku ingin membuka pintu taksi. Bapak separuh baya didepanku menghentikannya.

“Biar saya Neng,” ucapnya bergegas turun dan membuka pintu disampingku cepat. Ck! Seperti putri raja saja!

Lagi-lagi Aku tersenyum singkat kearahnya. “Terimakasih, Pak.” Bapak itu mengangguk kemudian kembali masuk kedalam mobil.

Aku berjalan penuh semangat masuk kedalam kafe ini. Aku memilih duduk di pojok belakang kafe ini, menunggu dua orang yang akan makan malam bersamaku.

***

ALI

“Kita mau kemana, Li?” tanya Kirun dengan kening yang mengerut. Pasalnya sedari tadi Aku hanya diam dan menyuruhnya mengikuti.

“Makan malam,” jawabku singkat.

“Tumben. Lo sehat ’kan?”

“Bukan Gue. Tapi Prilly!” ketusku. Sungguh! Aku sangat malas berdebat saat ini. Aku masih kesal dengan Prilly. Seharusnya hanya Aku dan dirinya. Tapi dia malah menyuruhku mengajak Kirun!

“Prilly?” Kirun hanya bergumam pelan. Aku menghiraukannya, masih fokus pada jalanan didepan.

“Istri Lo tau aja kalo Gue belum gajian. Rejeki anak sholeh!” Aku sama sekali tidak berniat menanggapi ocehan Kirun.

Tanpa sadar, mobilku sudah mendarat didepan kafe historiya. Tanpa berucap apapun, Aku langsung turun begitu saja, meninggalkan Kirun yang masih ada di dalam mobil.

Mataku menyusuri sekeliling tempat ini. Mencari sosok yang sangat kurindukan. Nah! Aku menemukannya sedang duduk sendirian dipojok belakang.

“Sayang..” panggilku pelan. Namun masih bisa didengar olehnya. Buktinya dia yang sedang duduk membelakangiku, sekarang berbalik menatapku. Senyum indahnya terukir begitu manis dibibir mungilnya. Aku membalasnya dengan senyum terbaikku. Kulihat Prilly bangkit dari duduknya menghampiriku.

Shit! Dia melewatiku! Aku menoleh cepat kebelakang. Prilly sedang bergelayut manja di lengan Kirun.

“Akhirnya, Kakak datang juga.” Prilly menarik lengan Kirun agar duduk disampingnya. Berjalan begitu tenang melewatiku yang masih mematung.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang