“IYA! GUE EMANG BENCI SAMA LO. GUE GAK CINTA SAMA LO. PERNIKAHAN INI TERPAKSA! GUE UDAH PUNYA PACAR! LO NGERUSAK SEMUANYA!” teriakku sudah tidak tahan lagi. Aku berdiri dan ingin bergegas pergi, namun Ali menarikku dan menghempaskan tubuhku keranjang. Mengurungnya dengan tubuh kekarnya.
“Ngaa..ngaapain lo?” tanyaku tergagap. Jujur aku gugup saat wajah Ali hanya berjarak beberapa centi saja dari wajahku.
“Menurut lo?” Bisik Ali tepat didepan bibirkuku. Oh God! Tolong aku!
“Gue nggak peduli! Lo terpaksa, lo nggak cinta gue, lo benci gue, ataupun lo sudah punya pacar!” Aku membulatkan mataku ketika bibirnya menyentuh bibirku. Melumatnya. Aku diam. Tidak berniat sama sekali membalasnya.
“Bahkan kalo gue minta cerai?”
“Gue ngga akan pernah cerain Lo.”
“Kenapa? Lo cinta sama gue? ngga, 'kan?” ucapku disela ciuman. Ali melepas pungutan bibirnya dan menatapku tajam.
“Iya Gue cinta sama Lo, dan Gue bakal buat lo cinta sama gue,” ucapnya kembali melumat bibirku. Cinta?
“Bullshit,” desisku. Ali masih melumat bibirku. Sial! dia menggigit bibir bawahku. Hal ini membuatku mau tidak mau membuka mulutku. Kesempatan ini digunakannya untuk menerobos masuk kedalam mulutku.
Aku mendorong dadanya agar menghentikan ciuman panas ini. Aku meraup oksigen sebanyak mungkin. Shit! Apa dia ingin membunuhku?
Hal ini tidak berlangsung lama, Ali kembali mencium keningku, kedua mataku, ujung hidungku, dan yang terakhir bibirku. Melumatnya sekilas, kemudian beralih pada leherku. Dia menggigit dan mengecapnya memberi tanda kepemilikannya disana. Tangannya mulai menelusup memasuki dressku. Sial!
“Maaf,” ucap Ali mengusap wajahnya kasar, kemudian bangkit dari atas tubuhku. “Apapun yang terjadi, Aku tidak akan pernah menceraikanmu,” ucapnya dingin, Aku mengalihkan pandanganku ketika mata legamnya menatapku.
Ali merapikan kemejanya kemudian beranjak pergi meninggalkanku. Sangat mirip seperti pelacur. Tanpa sadar air mataku sudah membanjiri pipiku. Aku terisak pelan.
“Egois, Bangsat Lo Ali!”
Ucapan Ali kembali terngiang diotakku. Gue cinta sama Lo. Empat kata yang mampu membuat sekujur tubuhku menegang. Cinta? Bullshit!
Aku menarik selimut menutupi tubuhku yang sudah terjamah oleh Ali. Tanpa sadar Aku mulai terlelap.
***
ALI
Aku mengusap wajahku kasar setelah keluar dari kamar. Aku menggerutuki kebodohanku. Apa yang sudah ku lakukan tadi? Kenapa bisa lost control seperti tadi? Bukankah kebodohanku tadi dapat membuat Prilly semakin membenciku. Bodoh Ali! Bodoh!
Jujur dadaku terasa sakit ketika Prilly mengatakan bahwa dirinya merasa begitu tersiksa dengan pernikahan ini. Dia membenciku, bahkan menginginkan pernikahan ini berakhir. Aku mencintainya? Yah. Aku memang sudah mencintainya, entah sejak kapan rasa ini tumbuh.
Aku membuka kasar pintu ruang kerjaku, kemudian mendudukan diriku pada sofa panjang disamping rak buku. Berdiam disini mungkin dapat menenangkan pikirannya.
***
AUTHOR
Pagi ini entah ada angin apa yang lewat menerobos tubuh Prilly. Pasalnya hari ini Prilly sedang memasak. Jujur semenjak menikah dengan Ali, dia tidak pernah sekalipun membuatkan Ali sarapan. Baru kali ini dia sedang berkutat di dapur, sedikit bingung dengan peralatan didapur. Yah. Memang Prilly tidak bisa memasak, dari kecil dia tidak pernah memegang peralatan dapur. Menjadi istri yang sebenarnya, tidak buruk bukan?
