Chapter 18

16.4K 1.3K 27
                                        


“Tunggu sebentar, Aku akan kesana.” Ali mengakhiri sambungan teleponnya, kemudian berlari kecil menuju mobilnya. Meninggalkan Kirun begitu saja tanpa mengucapkan apapun.

Sedangkan Prilly. Setelah sambungan telepon terputus. Dirinya hanya diam. Masih terpaku. Astaga! Ali akan menghampirinya? Jangtungnya tiba-tiba berdetak tak berkaruan.

Hampir satu jam Ali mengendarai mobilnya menuju apartemen Mila. Sesampainya disana, Ali segera berlari menuju nomor 39 pada lantai 2. Pintu apartemen yang sengaja dibiarkan terbuka oleh Prilly memudahkan Ali memasukkinya.

Ali mengedarkan pandangannya pada sekeliling apartement, mencari sosok yang dirindukannya, Tubuhnya bergetar hebat ketika melihat seorang wanita yang sedang duduk membelakanginya. Berjalan mendekat.

“Ayo pulang,” desis Ali pelan. Membuat Prilly menolehkan kepalanya cepat. Dilihatnya Ali dengan setelan jas berwarna hitam sedang berada didepannya. Sungguh Prilly benar-benar sangat merindukan pria ini. Ingin rasanya langsung berhamburan kepelukan prianya. Namun Prilly segera menepis keinginannya, ketika dilihatnya Ali sudah membalikan badannya dan berjalan keluar.

Prilly menggerutu dari belakang mengekori Ali. Moodnya sudah hancur! Tanpa basa-basi, Ali langsung meninggalkannya begitu saja. Tidak tahukah bahwa dirinya sangat merindukan suaminya? Tsk!

***

Ali melepaskan jas yang menempel ditubuhnya, kemudian menyampirkannya pada sofa. Tangannya beralih melepas dasi yang seharian ini sudah mencekik lehernya. Tubuhnya menegang ketika merasakan sepasang tangan melingkar sempurna dipinggangnya. Tanpa menolehpun, dia sudah tau pemilik tangan mungil itu.

Ali hanya diam tidak begitu memperdulikannya. Tangannya dengan santainya membuka kancing kemeja. Merasa diacuhkan, Prilly semakin mempereratkan pelukannya. Ali menghela nafas, lalu membalikan tubuhnya.

Dirinya hanya berbalik saja tidak mengatakan apapun. Hal ini membuat Prilly kembali memeluk suaminya, membenamkan wajahnya didada bidanh Ali. “Maaf,” desis Prilly mengdongakan wajahnya menatap Ali. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca.

“Aku juga minta maaf, gak seharusnya aku kayak gini. Maaf sayang,” ucap Ali menangkupkan kedua tangannya di wajah Prilly. Membelai wajah yang selama 5 hari ini dirindukannya, kemudian mengecup bibirnya singkat.

Prilly menggeleng cepat. “Aku yang salah, Kamu wajar marah sama Aku. Gak seharusnya aku bawa laki-laki lain kerumah saat Kamu gak ada. Aku janji, Kemarin yang terakhir.”

“Hmm..” dehem Ali pelan. Ali memajukan wajahnya, mempertemukan hidung mereka. Dirinya dapat merasakan hembusan nafas Prilly yang tak beraturan.

“Aku sayang Kamu,” desis Ali memiringkan wajahnya, meraup bibir tipis Prilly yang sedari tadi ingin sekali dikecupnya. Mencoba mengalirkan getaran kerinduan dalam dirinya.

“Aku lebih sayang Kamu, Honey!”

***

Prilly membungkam mulutnya cepat ketika merasakan gejolak aneh dalam perutnya. Seingatnya sudah sebulan yang lalu dirinya mengalami morning sickness. Haruskah dirinya kembali mengalami gejala menyakitkan itu? Bahkan kandungannya sudah mengijak bulan ke-lima.

“Kamu kenapa, sayang?” tanya Ali begitu khawatir dengan wajah Prilly yang semakin memucat.

Prilly menggeleng cepat, Entahlah rasanya ada sesuatu yang menganggu pikirannya. Mungkinkah, karena.. Ah! Tidak mungkin. Namun sekuat apapun Prilly mencoba menepisnya, gejolak di perutnya kembali bereaksi. Astaga!

“Sayang, kita ke dokter!” ucap Ali mengelap peluh keringat Prilly yang membanjiri wajah pucatnya. Pasalnya sedari tadi Prilly tak henti-hentinya mual.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang