Chapter 14

18.3K 1.3K 18
                                    

ALI

“Kita makan diluar aja.”

“Ngga usah, Kita makan ini aja,” ucapku tanpa menoleh kearah Prilly. Jujur, Ini adalah pertama kalinya Aku melihat istriku semarah ini, dan ini semua gara-gara mulutku. Bahkan rasanya sangat sakit melihat Prilly menangis seperti ini. Aku menggerutu pada diriku sendiri. BODOH! SANGAT BODOH!

Aku kembali menggerutu ketika merasakan masakan Prilly, sungguh ini enak. Sangat enak. Aku sempat terkejut ketika akan kembali menyendokkan makanan, Prilly menepisnya cepat hingga sendok yang kupegang jatuh ke lantai.

“Ngga usah dimakan! Makan diluar aja!” ketus Prilly tanpa menatapku, tangannya sibuk mengusap air matanya yang terus-terusan jatuh.

Aku tidak memperdulikan perkataan Prilly. Aku ingin memakan masakan ini, Aku ingin menebus ucapanku yang sudah menyakitinya. Tanganku mengambil sendok lain dan melanjutkan makanku. Hal ini justru membuat emosi Prilly semakin meledak, diambil dengan cepat mangkuk yang berisi rendang didepanku dan dilemparkan ke tempat sampah disampingnya.

“GUE BILANG NGGAK USAH DIMAKAN, ALI!!” bentak Prilly. Aku sempat terkejut dengan bentakannya. Tangannya beralih mengangkat masakan lainnya, namun Aku menahannya cepat.

“Kamu kenapa sih? Aku lapar,” ucapku lembut, melepaskan tangannya perlahan yang sudah mengangkat mangkuk sayur soup.

Prilly menghempaskan tangannya dari genggananku ketika genggamannya pada mangkuk terlepas. “Terserah!” desisnya, kemudian bergegas pergi meninggalkanku. Aku sudah merusak semuanya.

Gara-gara mulut biadabku semua seperti ini. Dan sekarang Prilly marah entah sampai kapan. Yang Aku tau ini pasti akan sangat lama.

***

Setelah lama berkutik dengan pikiranku, Aku bangkit dari kursi makan. Tanganku bergerak pelan membuka knop pintu kamar, dapat kulihat, Prilly sudah berbaring di ranjang.

Aku menghela nafas panjang kemudian berjalan mendekatinya, mendudukan diriku dipinggir ranjang, dan membelai lembut wajah Prilly yang sudah terlelap. Kuhapus sisa-sisa air mata Prilly yang masih menggenang di wajahnya. Wajahku mendekat untuk mengecup dahinya lama.

“Maafin Aku sayang,” lirihku beralih mengecup bibirnya singkat.

Aku merasakan sesuatu ketika menggenggam tangannya. Astaga! Mulutku menganga. Jari-jari Prilly dipenuhui jejeran plester berwarna coklat. Bahkan tangan putihnya terpenuhi oleh bekas minyak yang sudah mengering.

“Maafin Aku sayang, Maafin Aku. Ini semua gara-gara Aku,” kukecup tangannya pelan.

***

AUTHOR

“Mil, Gue ikut pulang Lo ya,” ucap Prilly tanpa menoleh kearah Mila, matanya masih berkutat dengan ponselnya.

“Ngga bisa Prill, Gue lagi ngga enak badan, Gue mau langsung pulang. Lo naik taksi bisa 'kan?” jawab Mila tanpa minat. Prilly mengalihkan pandangannya kearah Mila, hari ini sahabatnya benar-benar aneh! Biasanya Mila akan marah-marah padanya karena hal-hal ceroboh yang dilakukannya. Tapi hari ini? Mila hanya diam.

“Lo aneh tau ngga? Kenapa sih?” tanya Prilly menatap Mila curiga. Mila menggelengkan kepalanya pelan.

“Lo dijemput sama suami Lo tuh,” ucap Mila mengalihkan pembicaraannya ketika melihat mobil putih milik Ali sedang berjalan mendekat kearah mereka.

“Maaf Prill. Gue belum bisa cerita sama Lo,” batin Mila ketika Prilly mengikuti arah pandangannya.

“Gue ngga minta dijemput. Ck!”

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang