“Telat!” ketus Prilly bangkit dari pangkuan Ali. Namun, lagi lagi Ali menariknya hingga Prilly kembali jatuh dalam pangkuan Ali.
“Yakin?” bisik Ali parau. Digigitnya pelan telinga Prilly.
“Coba bilang kalo Lo sayang sama Gue,” bisiknya membalikkan tubuh Prilly agar menghadapnya.
“Kalo Gue ngga mau?” tanya Prilly mencoba menantang Ali.
“Oh nantangin. Oke.” tanpa basa-basi Ali menempelkan bibirnya di bibir Prilly. Melumatnya lembut.
“Gimana? Masih ngga mau?” Ali melepaskan tautan bibirnya dan menatap Prilly jahil.
Ali kembali meraup bibir Prilly sebelum ada protesan darinya. Dilumatnya kasar, bahkan lidahnya sudah menerobos masuk kedalam mulut Prilly. Tangannya berhasil meloloskan kaos Prilly. Diremasnya dengan lembut kedua dada Prilly.
“Ngghh.. Ali..” desahanya semakin memicu semangat Ali. Posisi tubuh Prilly yang kurang nyaman membuatnya harus seringkali berganti posisi. Hal ini justru membuat sesuatu dibawah sana berdiri tegak.
“Kita lanjut didalem,” bisik Ali menahan gairahnya. Tanpa persetujuan Prilly, Ali segera mengangkat tubuh Prilly kekamar.
***
“Terima kasih,” ucap Prilly ketika menerima sebuah bungkusan paperbag dari toko buku yang dia datangi bersama Mila.
“Lo dijemput sama Ali?” tanya Mila ketika mereka duduk di sebuah kafe yang kebetulan bersampingan dengan toko buku.
“Iya. Gimana kalau sampai ada paparanzi yang tau? Gimana kalau ada berita yang aneh aneh tentang Gue?”
“Lebay Lo Prill. Lagian kapan Lo bakal publish pernikahan Lo? Nunggu ntar anak Lo brojol?” Prilly memutar bola matanya, menatap Mila tajam. Mila yang mendapat pelototan dari Prilly hanya nyengir.
“Hhh.. Santai Buk, Canda lagi. Mungkin aja dia khawatir sama Lo.”
“Khawatir? Emang Gue balita apa?”
“Lah, Bukanya Lo emang masih kecil?”
“Apa maksud Lo bilang Gue kecil?” Prilly kembali menatap Mila tajam.
“Hhh.. Tenang Buk.” Mila melirik jam tangannya sekilas. “Gue pergi dulu Nyet.”
“Mau kemana Lo?” Prilly menatap Mila yang sudah bangkit dari duduknya.
“Kencan lah,” jawab Mila merapikan rambutnya.
“Serius? Lo udah ngga jones lagi?” tanya Prilly membulatkan matanya.
“Anjirr! Gue dari dulu ngga jones, belum ada yang pas aja.”
“Emang ada cowok yang mau sama Lo?” ucap Prilly dengan nada menyindirnya.
“Eek Lo! Gini-gini yang ngantri banyak kali, udah ah Gue pergi dulu, Bye!” Mila mengecup pipi Prilly sekilas kemudian bergegas pergi.
“Minuman Gue bayarin,” teriak Mila sebelum menghilang dari pintu kafe.
“Iya. Ntar gaji Lo Gue potong 20%!”
***
Setelah kepergian Mila, Prilly merasa benar-benar kesal. Pasalnya sudah 20 menit lebih, Ali tak kunjung datang juga.
“Bie,” panggilan seseorang didepannya meembuatnya harus mendongak untuk melihat siapa yang tengah memanggilnya.
Deg! Mata hazelnya berhasil menangkap mata hitam Pria didepannya. Cakka. Pria yang sangat dibencinya saat ini. Pria yang pernah mengisi hari-harinya dulu, sekarang ada di hadapannya.