14

3K 93 1
                                    

“Selamat tinggal papa ,maaf Oliv gak bisa jadi anak yang berbakti, selamat tinggal Rafael Batin Olivia memejamkan matanya, tangan kanannya memegang Silet lalu ia arah kan tepat di nadi tangan kirinya.

Silet yang tajam itu, Olivia goreskan tepat di pergelangan tangan yang nadinya berdenyut disana. Rasa sakit merayapi tangan Olivia. Ditatapnya darah segar yang menetes sambil tersenyum tipia persis seperti orang gila.

**

“Prang--"

Vas bunga jatuh begitu saja di ruang tamu. Rafael tersentak kaget, “Ya Tuhan," ia bergumam pelan melebarkan langgkah kaki menapaki anak tangga. Perasaannya mendadak tidak enak sekali. Di gigitnya pipi bagian dalam berharap semuanya baik-baik saja. Detak Jantung Rafael berdetak cepat.

"Haaaaa," dengan napas terengah-engah Rafael menyeka keringat dingin yang tiba-tiba saja mengaliri kedua pelipisnya itu. Tangan kanan Rafael terangkat keudara dan memutar knop pintu.

Kelopak mata Rafael yang sipit kontan membelalakkan mata. “Oliviaa,” Pekik Rafael saat melihat Oliv tak sadarkan diri, belum lagi tepat di pergelangan tangan Oliv kini mengalir darah segar.

Brakss-- kotak P3K yang Rafael pegang terlepas begitu saja. Kedua kakinya gemetar dan ia seret kakinya itu mendekati Olivia.

“Olivia, kenapa lo nekad, ha?!”Rafael menguncang tubuh Olivia yang sudah tak berdaya, ia memangangi pergelangan tangan Olivia yang berdarah, dengan cepat tanpa berpikir lagi Rafael membopong tubuh Olivia keluar dari kamar nya, Rafael sangat cemas, dan sangat panik ia membawa Olivia ke mobil nya, Rumah saja ia tak kunci namun untung saja masih ada satpam yang menjaga gerbang jadi kini bisa menjadi aman.

“Olivia, lo harus bertahan ,,gue harus bilang apa sama bokap lo ? kalau lo jadi kayak gini?”lirih Rafael megengam erat tangan kanan Olivia dan tangan kiri Rafael terfokus menyetir, Olivia semakin pucat, darah nya msih setia mengalir dari sayatan di pergelangan tangannya.

**

Tak butuh waktu lama, Rafael sampai di rumah sakit terdekat, dengan sangat terburu-buru ia keluar dari mobil dan mengendong Olivia ke dalam rumahsakit ,sangat panik kini yang di alami Rafael.

“Suster, tolong!!" Teriak Rafael mencari tim medis, satu kali teriakan Rafael saja mampu membuat beberapa suster berhamburan datang

“Ya, Tuhan! Mba ini kenapa Mas?”tanya suster panik melihat darah segar terus mengalir dari pergelangan tangan Olivia.

“dia motong nadi nya," Kata Rafael dengan nafas masih meburu cepat.

Tanpa dikomando. Suster yang lain datang mendorong Bangkar rumah sakit mendekati Rafael. Tanpa banyak bicara Rafael meletakkan Olivia diatas sana dan ikut membantu mendorong Bangkar tersebut.

Sesampianya di ruang UGD langgkah kaki Rafael berhenti karena Suster menahan Rafael agar tidak masuk," Silakan tunggu di luar,"

"Saya mau menemaninya suster!"

“Maaf nggak bisa, lebih baik selesaikan Biaya Administrasi Rumah Sakit agar kami bisa melakukan pertolongan," kata suster itu tegas dan Rafael termangu saat mendengar perkataan Suster tadi. Selalu saja Duit yang utama. Untung saja Olivia orang berada, jadi Biaya Administari bukan masalah. Coba saja orang susah? Sudah pasti Suster tidak akan menaganinya. Rafael meremas kuat rambutnya sendiri.

“Ya Tuhan selamat kan Olivia," Lirih Rafael berlarian menuju kasir untuk melunasi biaya administari. Semua bisa Rafael bayar karena Papanya Olivia telah memberi beberapa kartu debit untuk memenuhi kebutuhan Olivia.

**

Setengah jam sudah Olivia di dalam UGD ,tak ada satu orang punyang keluar dari sana, Rafael kini terduduk pasrah di lantai yang dingin, mukanya masih sangat cemas panik masih belum hilang. Tanpa ia sadari juga Rafael tak memakai alas kaki saking ia panik dan khawatir atas diri Olivia.

What Di Jodohin?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang