Two

129 28 1
                                    

Ibu Bella melepaskan gengaman tangannya. Memberi ruang bicara kepada si gadis kecil dan si bocah laki-laki pirang.

"Terimakasih sudah mau bermain denganku." ucap bocah laki-laki itu setelah Ibu Bella pergi menjauh.

Bella hanya menggangguk dan tersenyum.

Tangan bocah itu menjulurkan sesuatu ke arah Bella.
"Sebelum aku pergi, aku ingin memberikannmu ini."

"Aku sudah mencuci dan membersihkannya. Kau harus menyimpannya." lanjutnya lagi.

Bella menerima benda yang diberikan bocah itu,
"Terimakasih, ini sangat indah."

Kemudian ibu bocah laki-laki datang, menuruni tangga menuju halaman dengan dua koper di kedua tangannya.

"Ayo kita berangkat taksinya sudah datang." ucapnya ke putranya.

Wanita itu beralih ke arah Bella dan ibunya.
"Baiklah kami permisi dulu, sampai jumpa dilain waktu Nyonya Turner."

Dengan perginya taksi itu, suasana Bella kecil kembali seperti awal lagi. Bermain dikesendiriannya.

***

Suasana musim panas di London ini bisa dibilang cukup menyenagkan bagi Bella. Dia tidak akan kesepian lagi di apartemen kecilnya.

Keana, teman satu kampusnya baru saja pindah ke apartemennya. Mereka sudah berteman semenjak awal kuliah, sekitar 2 tahun yang lalu.

Bukan hanya karena Bella kesepian tetapi dengan adanya orang lain yang tinggal, Bella akan lebih sedikit membayar uang sewa.

Bella's POV

"Bella bantu aku menaruh barang-barang!"

Teriakan Keana membuyarkan lamunanku.

"Huh kau ini hanya membereskan barang sedikit saja tidak bisa." kataku sembari mengumpulkan rambutku dan mengikatnya asal-asalan diambang pintu.

"Hey siapa bilang? Lihat aku sudah menata yang lainnya. Keringatku juga sudah bercucuran." jawabnya membantah.

Aku menggeser meja kecil beserta kursinya ke pojokan kamar, lalu meletakkan lampu belajar dipinggir mejanya.

Terdengar kasur berdecit disana. Aku menoleh dan menemukan Keana sudah mengempaskan tubuhnya disana.

Keana menghembuskan napasnya panjang.
"Sungguh ini sangat lelah Bells."

Aku tertawa kecil, ikut duduk dipinggiran kasur.

"Ini belum seberapa dibanding kau membersihkan gua berisikan tumpukan permen karet bekas dikunyah. "

Keana melempar bantal ke tubuhku.
"Kau menjijikan sekali Bells!"

Aku menjerit sambil mengusap-ngusap lenganku,
"Ternyata kau hebat juga, mengapa kau tidak ikut adu tinju saja hah?"

Dia kembali melemparkan bantalnya,
"Aku sudah mencoba mendaftar tapi aku ditolak karna aku datang kesana sambil membawa guling."

Tawaku meledak seketika. Sungguh dia sangatlah konyol.

"Sudahlah, lebih baik aku membuat makanan dan kau bersihkan tubuhmu yang bau itu Nyonya Campbell!" kataku sambil berlari kecil keluar kamar sebelum dia melepar bantalnya kembali.

Kami berdua sedang duduk didepan televisi sambil memakan spaghetti yang ku buat tadi, tempat untuk menonton televisi ini tidak ada ruangnnya sendiri, tetapi berada tepat didepan dapur kecil disamping pintu kamar Keana.

Apartemen ini bagiku tidak terlalu kecil, dua kamar yang berhadapan, satu dapur kecil disamping kiri pintu kamarku, sebuah toilet kecil disamping kanan kamarku dan tempat untuk televisi tadi.

Awalnya aku sudah menawarakan Thalia untuk tidur dikamarku dengan toilet pribadi didalamnya, tetapi ia menolak karena dia berpikir dia orang yang tidak terlalu suka membersihkan ruangannya.

Bayangkan saja baru saja tadi dia mengeluh tentang barang-barangnya apalagi jika dia memiliki kamar dengan toilet pribadi, pasti itu akan sedikit menjijikan.

"Ngomong-ngomong apakah kau selalu sendiri seperti ini? Ma-maksudku tidak adakah seorang teman lelaki atau sahabat dekat lelakimu yang setiap malam datang kesini?" tanyanya tergesa-gesa.

Aku berusaha menelan spaghetti sebelum menjawabnya.
"Aku pikir aku tidak membutuhkan itu, aku cukup senang dengan kesendirianku ini."

Keana mendengus kesal,
"Aku butuh jawaban 'ya' atau 'tidak' bukan malah alasan seseorang yang terlihat kesepian sepertimu."

Aku menyenggol pelan lengannya dengan sikuku.
"Kau ini seperti yang tidak kesepian saja."

Keana kembali melahap sisa kentang yang kugoreng tadi, tidak menggubris apa yang ku katakan.

"Bukankah liburan musim panas ini masih sekitar seminggu lagi?" tanyanya mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengaku.

Aku hanya mengangguk, tatapanku tetap lurus pada acara televisi yang kutonton.

"Bagaimana jika besok kita keluar seharian untuk menghabiskan waktu? Pasti akan sangat menyenangkan, aku juga bosan jika terus berada disini."

"Kau ini belum genap sehari disini saja sudah mengeluh. Tapi itu ide yang bagus juga."

Cengiran Keana melebar.
"Tapi kau tidak biasanya langsung menyetujui ideku?"

Aku melirik malas kearahnya,
"Terserah kau, apa kau mau aku merubah pikiranku?"






Please leave vomennts:))

Summer MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang