Eighteen

43 4 0
                                    

Sepanjang pelajaran Mr. Gilbert, semua yang diucapkannya dan materi yang ia presentasikan sama sekali tidak ada yang masuk ke dalam rangsangan otakku.

Ucapan Hasley dan mengenai semua hal tentang Niall masih terjebak dipikiranku. Bahkan sampai aku selesai melaksanakan photoshoot .

Perutku yang belum diisi sedari tadi siang yang hanya meminum sebotol jus saat di kantin pun sudah beradu. Aku memutuskan untuk keluar dari gedung ini-karena memang ini sudah sore dan semua pekerjaanku juga sudah selesai.

Kurasakan getaran yang berasal dari saku jeansku. Saat kubuka ternyata ada pesan dari nomor tak dikenal.

Temui aku dicafe saat Liam mengundangmu ke pesta semalam. Langsung temui aku setelah kau menerima pesan ini. Jangan terlambat.

Aku berasumsi yang mengirimi pesan ini adalah Niall---karena siapa lagi yang bertemu denganku dan siapa yang mengundangku.

Tertera teks itu dikirim 15 menit yang lalu. Gawat aku telat, pasti ia akan sangat menyebalkan saat mengetahui keterlambatanku nanti.

Tanpa membalas pesannya, pun aku pergi menyebrang ke halte untuk menaiki bus. Jaraknya cukup jauh memang dari tempat kerjaku dibanding dari kampus.

Setelah sekitar 10 menit perjalanan, aku tiba dicafe yang Niall maksud. Kulangkahkan kaki masuk kedalam, mengedarkan pandanganku untuk mencarinya.

Nah, itu dia.

Pada detik itu juga kuhampiri Niall yang sedang duduk dipinggir kaca. Pandangannya mentap keluar.

Kutariku kursi yang berada didepannya. Dimeja susah terdapatmakanan yang belum dimakan. Apakah ia menungguku? Jelas saja bodoh, aku sudah terlambat 30 menit.

"Maaf cukup menunggumu lama."

Niall memalingkan wajahnya dari kaca dengan ekspresi datar. "Memang cukup lama."

Kuhembuskan nafas perlahan, kupikir ia akan berkomentar panjang tentang aku yang telat datang.

"Kau tidak menungguku untuk memakan makanan ini 'kan?"

Tangannya dilipat didada, rautnya wajahnya sungguh tidak dapat kuartikan. "Aku memesankannya untumu."

Alisku bertautan, "Kau mengajakku bertmeu hanya karna membelikanku makanan?"

Ia berdecak kesal. "Cepat makan, aku tau kau kelaparan."

Memang benar aku sangat lapar. Tanpa mempedulikannya yang tidak menjawab pertanyaan, aku langsung menyerbu makanan yang berada didepanku.

Masa bodoh dengan Niall yang memberikan tatapan anehnya padaku. Terserah dengannya yang menganggapku gadis tidak tau malu, yang penting keinginan perutku segera terpenuhi.

Minuman sebagai tanda selesai kegiatan 'mengenyangkan' perutku pun sudah habis. Kuambil tisu untuk membersikan mulutku.

Niall tertawa renyah.

"Kau tampak seperti sudah tidak makan berhari-hari." ujarnya masih dengan nada tertawa.

Aku yang mendengarnya berucap seperti itu membuat pipiku memerah. Apakah aku terlihat sangat kelaparan?

Tiba-tiba ia berdiri mecondongkan tubuhnya kearahku hingga membuat wajahnya menjadi sangat dekat denganku sekarang.

Jantungku terasa memompa tak karuan. Matanya terus menatap ke dalam bola mataku. Tanpa kusadari salah satu tangannya memegangi pipiku.

Astaga, jangan sampai ditempat umum seperti ini ia akan---

"Ada mayonaise dibibirmu."

Tangannya yang membawa tisu membersihkan bibirku yang masih kotor. Apa mungkin benar ada mayonaise dibibirku? Bisa saja dia memang berniat akan-- Ck, hentikan pemikiranmu Bells.

Summer MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang