✖Empat✖

13.8K 1K 122
                                    

Mendengar pertanyaan Adlina dia mengernyit. "Makanan?" ulang Adlina.

"Iya ada yang ngirim makanan kemarin, kan?" Adlan memperjelas ucapannya.

Adlina masih diam seraya mengingat-ingat kapan ada kiriman makanan untuk dirinya.

"Udah inget belom?" tanya Adlan gemas.

"Oh, iya kemarin itu ada paket makanan tapi, gak Adlina makan takut ada racun. Kata kamu juga jangan nerima makanan dari orang asing." Jelas Adlina.

Mendengar alasan Adlina, Adlan menjadi merasa bersalah karena telah mendiamkannya tadi. "Maaf yah," ucap Adlan penuh sesal.

"Lho, kenapa minta maaf lebarannya kan masih jauh."

"Aku pikir kamu gak makan pesanan aku karena kamu emang gak suka kalo makanan itu dari aku." Adlan menatap kembarannya sendu.

Adlina mengernyit. "Jadi itu makanan dari Abang aku ini?"

"Iya, soalnya aku denger kamu ngoceh sendirian soal ayam, jadi pas aku keluar pindah kamar aku pesen buat kamu."

"Kenapa gak di kasih nama pengirimnya aja, astaga Abang ku yang ganteng nan baik kemarin itu aku ngiler banget Adlan." rengek Adlina.

Ini saat-saat yang di rindukan oleh Adlan, dia memeluk kembarannya. "Maaf yah, aku takut kalo kamu tau makanan itu dari aku nanti malah gak kamu makan. Eh, tapi sama aja gak kamu makan juga."

"Adlan mau makan ayam lagi tapi, kakinya sakit." Entah untuk ke berapa kalinya dia bersyukur bisa mendengar kembali suara manja Adlina. Adlan mengacak rambut Adlina dan menganggukan kepala.

Tiba-tiba terdengar suara deheman yang cukup keras. Kini si kembar mengalihkan perhatiannya ke sumber suara.

"Akhirnya si kembar baikkan, yuk gelar tenda." Ajak Ardi.

"Bener Di, mesti di rayaiin tujuh hari tujuh malam." Timpal Valdo.

"Padahal kita berempat mau sekep lo di suatu ruangan lho tadinya." Ucapan Alex langsung di angguki oleh Cleo, Ardi dan Valdo.

Mendengar rencana Alex dan ketiga orang sableng itu Adlan menatap tajam mereka bertiga. "Jangan punya rencana konyol yang ngebahayaiin Adlina."

Mereka semua langsung kaget mendengar ucapan Adlan. Mau tidak mau mereka hanya mengangguk.

Alex maju mendekati Adlina diikuti oleh yang lain. Dia meneliti keadaan Adlina kenapa sampai pingsan. Mata Alex terkejut saat melihat kaki Adlina yang merah dan tampak bengkak. Tangannya bergerak sendiri ingin memegang kaki Adlina.

Sebelum tangan itu sampai Adlan menabok tangan Alex. "Jangan pegang-pegang bego nanti sakit Adlina!" Adlan menatap tajam Alex. Yang ditatap hanya mengeluarkan cengirannya.

"Buset, itu kaki ape talas Bogor, Lin." Ledek Ardi.

Valdo menoyor kepala Ardi. "Mana ada talas Bogor warnanya merah dongo."

Cleo hanya cekikikan saja melihat kelakuan mereka berdua. Apa jadinya hidup Adlan dan Alex tanpa kedua curut heboh ini, pikir Cleo.

"Yaudah, tinggal talas Bogor-nya aja di warnaiin." Mendengar itu Valdo hanya memutar bola matanya malas.

"Jadi udah baikkan nih?" tanya Alex sambil menaik turunkan alisnya.

"Udah lah," jawab mereka dengan kompak dan saling berpelukan.

"Duh, gue meriang nih." Timpal Ardi. Valdo langsung mengernyit dan memeriksa suhu tubuh Ardi.

Valdo meletakkan punggung tangannya di kening Ardi. "Perasaan baik-baik aja terus meriang kenapa coba."

TS [2] Adlina Untuk AlexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang