✖Duapuluh delapan✖

9.4K 804 68
                                    

Adlina sedang menunggu kembarannya untuk pulang bersama. Di kejauhan Adlina melihat ada kembarannya dan Alex. Kalau boleh jujur Adlina sangat rindu Alex di sisinya baru beberapa hari jauh rasanya dia tersiksa. Tapi, kalau masih dekat dengan Alex pun dia belum sanggup apalagi sejak dia tahu siapa Mela.

Adlan sudah mengambil tempat di depan Adlina. "Lin, maaf banget aku ada rapat mendadak bakal ada lomba minggu depan dan itu lomba terakhir anak kelas dua belas, maaf ya kamu pulang sendiri," ucap Adlan hati-hati.

Adlina tersenyum berusaha mengurangi rasa bersalah kembarannya. "Yaudah gakpapa sih, kan aku bisa pulang sendiri kamu tenang aja." Adlina mencubit pipi kembarannya.

"Tapi, kamu harus janji satu hal sama aku?"

"Janji apaan sih, Lan?" tanya Adlina sambil memutar bola matanya malas.

"Kalo terjadi apapun, kaya tukang ojeknya mogok atau apapun kamu harus inget Adlina jangan percaya sama siapapun!" perintah Adlan tanpa bisa dibantah.

Adlina mengecup punggung tangan kembarannya. "Siap kapten, udah sono rapat." Usir Adlina.

Kini semuanya sudah meninggalkan Adlina kecuali satu orang, Alex, dia tetap berdiri menatap kekasihnya dengan sarat kerinduan.

Adlina hanya menunduk dia tidak sanggup kalau harus menatap Alex. Alex melangkah perlahan sampai di depan Adlina dia mengelus rambut pacarnya dengan penuh kasih sayang.

"Jaga diri kamu baik-baik yah, kalo butuh bantuan kamu telfon aku aja, maaf gak bisa nganter kamu pulang soalnya yang Adlan bilang ada rapat dan soal coklat yang di kasih Mario, aku gak suka kamu nerima dari cowok lain tapi, aku maafin. Apapun yang terjadi I love you, Adlina." Alex mengecup puncak kepala Adlina dan mengambil langkah menjauh dari Adlina.

Kekosongan itu semakin nyata di saat Alex tidak berada di sisinya. Adlina memejamkan matanya mencari ketenangan terlebih dahulu dan membuka mata lalu berjalan pulang.

Memang sedang apes atau apa Adlina tidak mengerti. Ponselnya mati total, sejak tadi dia menunggu di halte tidak ada angkot. "Terus pulang naik apa coba." Gumam Adlina sambil mondar-mandir di halte yang memang sudah sepi.

Tiba-tiba dari arah belakang ada yang membekap mulut Adlina. Dia sudah meronta sampai akhirnya semuanya gelap.

***

Adlan yang sedari tadi merasakan gelisah. Entahlah tiba-tiba pikirannya tertuju kepada Adlina. Ternyata pikiran Alex juga tertuju kepada Adlina. Dia hanya merasa tidak ada yang beres saja dengan Adlina.

Mario yang memang resmi menjadi anggota tim basket pun memperhatikan Adlan ada yang tidak beres. "Ka Adlan ko keliatannya gelisah banget?" tanya Mario.

"Mario itu perhatian banget ya, jadi gemes," timpal Ardi. Mario hanya mencibir dia sudah tahu kelakuan miring kakak seniornya.

"Adlina udah sampe rumah belom yah?" tanya Adlan tiba-tiba yang entah di tunjukkan kepada siapa.

Mereka semua bingung harus menjawab apa. Sampai akhirnya Valdo angkat bicara. "Sekarang cepet selesaiin rapat biar cepet balik, ayok."

Adlan hanya menganggukan kepala dan mulai melanjutkan pembicaraannya. Mungkin hanya sekian persen otaknya fokus dengan rapat karena, kebanyakan fokusnya ke Adlina.

Satu jam kemudian rapat itu kelar. Adlan dengan cepat bahkan berlari ke area parkir sekolahnya. Dia mengemudikan mobilnya dengan secepat mungkin tapi, apa mau dikata jalan ke rumahnya mulai macet.

TS [2] Adlina Untuk AlexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang