Part 5

2.8K 140 10
                                    

Sesion 2 - The Brotherhood

Lima tahun telah berlalu, kini aku telah berkerja sebagai Desainer yang membuat sebuah desain grafis untuk kepentingan iklan dan semacamnya. Alasanku menjadi seorang Desainer adalah karena aku ingin bekerja sesuai dengan apa yang aku sukai tanpa harus ada yang menyuruhku melakukan suatu pekerjaan. Ya sebut saja aku ini adalah seorang *freelancer karena memang aku tipe orang yang tidak suka untuk disuruh-suruh. Oh ya, soal misiku untuk membasmi pendosa di dunia ini masih aku lakukan sampai saat ini. Untuk saat ini, sudah ada 135 jumlah korban dari keganasanku. Tapi, sebenarnya aku mulai bosan menghadapi para bedebah ini sendirian. Rasanya kurang asik bila hanya aku saja yang melakukan hal yang baik ini. Sayang, kedua sahabatku yang malang juga ikut menjadi mangsaku. Ya mau bagaimana lagi, salah mereka sendiri mempermainkan diriku.

Kulihat kini jam menunjukkan pukul 21.00 WIB. Hmm, saatnya aku mencari mangsa untuk bermain. Aku sebenarnya tidak selalu melakukannya diwaktu yang sama. Aku selalu mencari mangsa dengan waktu yang acak. Ya kau tahu sendiri, polisi akan susah melacak jejakku bila aku melakukannya secara random dan tentunya karena sekarang aku sedang bosan di rumah, jadi aku putuskan untuk mencari mangsa dan sekaligus berjalan-jalan. Aku lalu memakai jaket hitamku lengkap dengan sarung tangan hitam dan buff warna biru. Lalu aku mengambil beberapa pisau kesayanganku yang langsung aku taruh di saku kanan dan kiriku. Tak lupa pula beberapa bilah pisau kecil yang kemudian aku taruh di pergelangan tanganku dan kedua kaus kakiku.

Setelah semua siap, maka saatnya aku untuk cabut dan bersenang-senang. Kulaju motorku hingga aku menemukan tempat yang cocok untuk aku beraksi. "Hmm. Jalanan malam ini terasa begitu indah. Ingin rasanya aku cepat-cepat melihat percikan darah dari semua kobanku." kataku dalam hati. Kemudian aku melihat sebuah tempat yang sangat cocok di sebuah daerah di Jakarta Barat. Aku lalu memarkirkan motorku. Kulihat tempat ini sangat sepi dan pastinya banyak pasangan muda yang melakukan hal-hal yang tidak pantas untuk dijadikan sebagai generasi penerus. Setelah aku berjalan beberapa meter dari tempat aku memarkirkan motorku, aku melihat sepasang manusia sedang berduaan di dalam gang yang berada di sebelah kiriku. Dugaanku ternyata benar, mereka sedang berciuman dengan begitu intimnya di gang tersebut. Lalu kuhampiri mereka dengan santai dan mereka pun tidak menyadari keberadaanku. "Akhemmm." Dehamku yang membuat mereka langsung menghentikan ciuman mereka. "Apa-apaan, lo? Ganggu urusan orang aja. Lo kesasar ya? Pergi lo dari sini." Seru lelaki itu. "Oh, kaga kok. Gue mau liat lo berdua ciuman aja sekalian ntar mau gue videoin kalo lo berdua lanjut ke tahap selanjutnya setelah lo ciuman. Lumayan lah buat bahan dirumah." kataku dengan santai. "Maksud lo apaan?! Kurang ajar juga lo! Mau lo apa, Heh?!" bentak lelaki itu.

Aku hanya tersenyum dengan pertanyaan lelaki itu. Kulihat wanita itu meminta untuk pulang saja. Tapi hal itu tidak dihiraukan oleh lelaki tersebut. Kurasa lelaki tersebut telah termakan oleh emosinya sendiri. Hal itu membuat posisiku semakin menguntungkan. Karena semakin orang termakan oleh emosinya sendiri, maka semakin susah orang itu untuk berfikir secara rasional. "Sini lo! Lo siapa ha?! Gue ngga takut sama lo!" bentak lelaki itu. "Lo ngga usah tau nama gue. Nanti juga lo akan tau gue itu siapa. Yang gue mau sekarang kita buat kesepakatan. Lo ikutin gue kalo lo berani sama gue. Habis itu, baru lo bisa tanding sama gue. Gimana, lo setuju?" tawaranku kepada lelaki itu.

"Oke gue terima tawaran lo. Tapi awas! Kalo lo kabur, lo ngga akan pernah tidur dengan tenang."

"Oke. Pastinya bukan gue yang akan kabur. Melainkan lo berdua yang akan kabur dari gue."

"Bacot lo!"

Bodoh! Sungguh bodoh memang. Terbukti kan apa kataku. Otak yang penuh dengan emosi akan kalah dengan otak yang berisi strategi perang. Aku pun berjalan dengan hati yang tertawa bahagia atas sebuah kemenaganku. Lalu aku melihat sebuah tempat yang sekiranya cocok untuk melancarkan aksiku. "Oke. Kita sudah sampai di tempat yang aku maksud. Tapi sebelum kita mulai, gue punya satu pertanyaan lagi buat lo. Lo udah siap buat bertemu sama mimpi buruk lo? Atau lo mau kabur sekarang?" tanyaku sambil membelakangi mereka berdua dan menyiapkan obat bius untuk mereka berdua. "Lo itu kebanyakan bacot ya! Ngga usah banyak bacot deh lo!" kata lelaki itu.

Lalu kudengar derap lari dari arah belakangku menuju tempat aku berdiri dan aku tahu siapa yang berlari menuju arahku. Tentu saja itu adalah si otak udang itu dan sebelum dia sampai di tempatku, aku sudah terlebih dulu berbalik badan dan melemparkan suntikan obat bius ke arah lelaki dan wanita itu. Suntikan itu sukses menancap dan membuat mereka berdua pingsan setelah beberapa detik. Aku kemudian langsung mengikat mereka berdua. Yap, mereka kuikat dengan posisi kaki di atas, seperti kambing yang siap di kuliti. Tapi kalau ini kakinya menyatu bukan membuka/melebar.



Sebelumnya author minta maaf ya karena ngepost cerita ini terlalu malem sangat. Hal itu dikarenakan adanya kegiatan UTS di sekolah author. Jadi, ini baru sempet bikin cerita dan akhirnya selesai terlalu malam...
Jadi, maafkeun author yaa kalau ada kekurangan dalam cerita kali ini... Tapi nanti author janji next part akan buat yang lebih baik dari cerita ini kalau memang kali ini ada kekurangan.😊

Oke itu sesion ke-2 dari Psychopath Diary. Ikuti terus kelanjutan ceritanya ya. Don't forget to Comment,Vote, And follow my account. See ya next part...😊

Salam hangat dari MDArts Entertainment!😊

Psychopath DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang