Kami bertiga bersama Sonya sebagai tawanan kami kemudian langsung keluar dari ruangan sialan itu menuju sebuah tangga darurat dekat lift. Aku memilih menggunakan tangga darurat karena aku yakin bila kita berempat menggunakan lift, maka akan ada yang menghentikan laju lift tersebut dan akhirnya kami akan terperangkap dalam jebakan mereka. Aku dapat memperhitungkan hal itu dengan sangat matang dan cermat agar kita dapat keluar dengan selamat. Setelah kami berada di lantai pertama, ternyata kehadiran kami telah ditunggu-tunggu oleh sekelompok polisi yang dapat kuhitung mungkin mencapai 30 atau lebih. Yang pasti mereka semua mendapat perintah dari seseorang yang berada di depan mereka. Ya kalian pasti tahu siapa itu, bukan? Yap, dia adalah si brengsek yang membawaku ke tempat sialan ini, siapa lagi kalau bukan si Dimas keparat itu.
“Brian, aku mohon hangan bertindak bodoh, nak. Lebih baik kau dan yang lainnya menyerahkan diri dan melepaskan Sonya” seru Dimas
“Apa? Menyerahkan diri? Apa lo udah gila?! Gue ngga akan pernah menyerah sebelum gue merasa puas dan sebelum seluruh bajingan di kota ini lenyap. Mending lo bilang ke seluruh koloni lo suruh mundur atau lo semua akan gue buat menemui kematian lo semua lebih cepet dan tentunya lo ngga mau kan psikolog kesayangan lo mati?” kataku sambil menodongkan pistol yang berada di tanganku ke kepala Sonya.
Seluruh pasukan menagarahkan bidikan senjatanya kearahku ketika aku menodongkan pistolku ke arah Sonya.
“Ayo! Tembak aku atau kalian akan melihat wanita ini mati dan kalian yang akan menjadi penyebab kematiannya” gertakku kepada mereka. “Dimas, apa lo tega ngeliat gue ngebunuh Sonya seorang informan lo di depan mata lo sendiri. Kalo lo mau liat wanita ini hidup, gue mau lo suruh anak buah lo buat turunin senjata dan taro di lantai. Semua senjata yang lo dan pasukan lo bawa sekarang juga” lanjutku.
“Oke oke, untuk semuanya. Letakkan seluruh senjata kalian ke tanah” kata Dimas kepada seluruh pasukannya yang diikuti peletakkan senjata secara serempak oleh pasukan Dimas.
“Oke, tapi gue yakin lo masih punya pasukan penembak jitu yang berada di luar gedung ini dan gue yakin sekarang lagi ngincer anggota tubuh vital kita bertiga. Ayolah,bung. Aku tau seluruh taktik dan strategi lo semua” kataku kepada Dimas.
“Baiklah, kalo itu maumu. Dengar semuanya, untuk seluruh pasukan Elang untuk letakkan senjata kalian dan jangan lakukan apapun” kata Dimas kepada pasukan Elang melalui walkie talkienya.
“Bagus, sekarang jangan lakukan hal bodoh apapun. Entah itu mengambil senjata kalian atau menembak kami atau kalian akan kehilangan wanita cantik ini. Sekarang, untuk Donny dan Rendi. Lo tau kalo lo harus ngapain sekarang” kataku kepada mereka berdua dan langsung dijawab dengan anggukkan mereka.Donny POV
Aku paham apa yang Brian maksudkan kepada kami berdua. Yang dimaksud Brian adalah kami harus memusnahkan seluruh koloni sialan yang ada di depan kami. Ya kau tahu sendiri, bila untuk menghancurkan seluruh koloni lebah kau hanya perlu memberikan asap kepada koloni tersebut dan yang terjadi adalah koloni tersebut akan pecah karena berusaha menyelamatkan diri mereka sendiri. Itulah yang akan aku dan Rendi lakukan. Kami berdua sebelumnya telah merencakan sebuah rencana cerdik bilamana kami terjebak seperti ini. Ingat, kami berdua adalah Dewa Kerusuhan.
Aku lalu menekan tombol pemicu untuk menjalankan rencanaku yaitu memberikan ruangan ini asap beracun yang akan membuat mereka semua merasa pusing dan akhirnya mereka berhalusinasi. Asap itu tidak akan disadari oleh mereka semua karena asap iu tidak akan terlihat oleh mata telanjang. Asap itu kami namakan Vaporisilunation 213 atau VL 213. Asap itu tidak akan berpengaruh terhadap kami karena kami telah menggunakan antidot sebelum kami berempat keluar dari ruangan tadi.
Beberapa saat kemudian, asap VL 213 telah mempengaruhi otak mereka semua termasuk Dimas. Bahkan ada beberapa polisi wanita yang berteriak dan meminta tolong untuk hentikan penderitaan yang dialaminya. But, you know what? We don’t care and we really enjoy this moment. Kemudian aku melihat Brian menembak satu demi satu polisi yang ada di depan kami dengan pistol yang dilengkapi peredam atau yang biasa disebut dengan MK.23 EXT mulai dari bagian kedua kaki mereka hingga ada yang mengenai kepala mereka.
“Kalian minta ke kami untuk selesaikan penderitaan kalian kan? Oke, gue kasih nih kebebasan kalian! HAHAHAHA!” kata Brian dengan bahagia dan sambil melepaskan tembakan ke arah polisi-polisi itu.
Kini, hanya tersisa 8 orang termasuk Dimas yang telah kami bertiga ikat semua. Maka saatnya kami bermain permainan The Last Man Standing. Brian lalu menyuruhku untuk mengambil Dimas dan membawanya menuju Brian. Ini adalah saat yang paling aku suka. Kau tahu, aku menyukai permainan ini karena hidup mati seseorang akan berada dalam genggaman satu orang. Orang itu tentu saja pemimpin mereka, yaitu seorang Dimas Bahari.Brian POV
“Show time, baby!” kataku dalam hati ketika Dimas telah duduk di depanku. Kini Dimas lemas tak berdaya karena pengaruh asap yang begitu kuat sehingga membuat dirinya dan seluruh timnya lemas dan bahkan ada yang pergi lebih dulu sebelum dia. Kau tau maksud pergi disini kan?
“Hi, Dimas. Wake up! I have a game and i want to play that game with you. Are you ready, boy?” kataku
“Brian. Sekali lagi aku katakan, jangan bertindak bodoh, nak. Kau dapat terbunuh oleh pasukan Elang yang sedang mengintai kalian di luar gedung ini” kata Dimas lemas.
“Ckckckck. Lo ngga perlu kuatir, pasukan Elang lo udah mampus karena bom asap berisi VL213 milik kami bertiga yang telah Rendi pasang di dekat mereka saat kalian menderita di sini. So, apa yang perlu gue dan mereka berdua khawatirin? Sekarang, lo mau ngga mau, lo harus ikuti kemauan kita atau setiap lo menolak permintaan gue itu merupakan akhir hidup tim lo yang sekarang tinggal 7. Gimana? Lo mau?”
“Kau pasti hanya menggertak, Brian. Aku tidak akan takut.”
“Oke, kalo lo mau liat keseriusan gue. Donny, jaga dia” kataku sambil menunjuk Dimas.
Aku kemudian menghampiri salah satu dari ketujuh polisi yang telah kami ikat sebelumnya. Setelah aku sampai di salah satu polisi tersebut. Aku menyuruh Donny untuk membalikkan tubuh Dimas menghadap kearahku. Kemudian aku mengambil sebuah pisau dari sakuku. Aku lalu menghujamkan pisau itu ke perut polisi itu dan kemudian aku tarik perlahan agar aku dapat mendengar suara jeritan kesakitan polisi yang malang itu. Darah segar pun mengalir dengan deras membasahi tubuh polisi itu. "Kau pasti suka kan? Tenang tenang, kita tambah lagi yah kesenangannya" kataku kepada polisi itu. Polisi itu hanya bisa berteriak karena kesakitan. Setelah selesai, aku kemudian kembali menarik pisauku dari perutnya dan kemudian menyayat kulit di kepalanya hingga terlepas. Pekerjaan ini sungguh sangat membuatku bergairah. Aku semakin bersemangat untuk menguliti kepala polisi malang itu. Setelah aku selesai menguliti kepala polisi itu, aku tidak lagi merasakan gerakan apapun dari polisi itu. Mungkin saja dia udah mati. Dasar polisi lemah.
Potongan kulit wajah yang aku buat bisa aku jual dengan harga mahal. Mungkin saja dari pembeliku, kulit itu dapat saja dijadikan sebagai topeng dan pastinya akan dijual di pasaran publik. Mereka tidak akan tahu kalau itu memang merupakan topeng kulit asli dari manusia. Yang pasti aku tidak akan peduli.
“Bagaimana? Lo mau kehilangan anggota lo lagi? Atau malah lo mau bunuh diri? Kalo iya, berarti lo gagal menjadi seorang pemimpin. Karena seorang pemimpin tidak akan meninggalkan anggotanya sampai titik darah prnghabisannya” kataku menggertak Dimas.
“Oke oke, aku terima permainan kalian. Lalu apa perjanjiannya?” jawab Dimas.
“Simple saja. Kita bertaruh dua orang. Kalo lo menang, gue akan lepasin dua orang anggota lo. Tapi, kalo lo kalah, gue sisain dua orang anggota lo dan kita main lagi ke ronde selanjutnya. Gimana, lo setuju? Yang pasti lo harus setuju atau lo kehilangan anggota lo lagi”
“Oke, aku setuju. Lalu apa permainannya?”
“Kita akan bermain Save the Johnny” kataku dengan seringaiku yang keluar secara reflek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath Diary
Mystery / ThrillerBrian Hanggoro merupakan pelajar dari SMA Tunas Bangsa 109 Jakarta. Dia membpunyai dua orang sahabat yang bernama Geovani Saputra dan Michael Arthayana. Namun, semasa Brian menjadi pelajar di SMA banyak sekali hal yang membuat Brian berubah menjadi...