Chapter 03:
IS SHE CRYING?"Dokter Swift. Silahkan, masuk."
Senyuman Taylor mengembang saat matanya menangkap wajah pria yang sedari awal menjadi alasan kenapa dia berada di Nashville, padahal Taylor sudah mendapat hak dan kewajiban tetap di sebuah rumah sakit bertaraf internasional di New York.
Namanya Thomas Evans. Seorang dokter sekaligus ahli bedah berusia 35 tahun yang tak pernah membuat Taylor berhenti untuk kagum padanya. Dokter Evans adalah salah satu lulusan terbaik Harvard dan klinik ini adalah miliknya. Selain itu, dia juga sangat tampan menurut Taylor. Wajah yang tak pernah bosan untuk Taylor tatap.
"Duduklah, Dokter Swift. Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan. By the way, bagaimana dengan secangkir teh?" Dokter Evans menawarkan, seraya menunjukkan senyum terbaiknya kepada Taylor yang langsung menahan nafas.
Taylor menarik kursi dan duduk berhadapan dengan dokter Evans. Gadis berusia 25 tahun itu mencoba untuk tetap tenang sebelum menjawab, "Tidak perlu, Dokter. Aku baru saja minum tadi."
Lagi, dokter Evans tersenyum dan mengangguk. Pandangan dokter itu beralih pada map merah di atas mejanya dan membuka perlahan map tersebut sambil berkata, "Aku sudah membaca semua laporan kerjamu selama berada di sini. Aku senang kau mau membantu. Rasanya, klinik ini jauh lebih baik karenamu."
Mendengar pujian itu, Taylor menunduk mencoba menyembunyikan rona merah di pipinya. "Ti—tidak. A—aku tak melakukan apapun. Klinik ini memang sudah sangat baik sejak awal."
Dokter Evans terkekeh geli dan mengangguk. "Baiklah, aku mengerti. Kau memang tak suka dipuji, kan, dokter Taylor?" Taylor mengangkat wajah dan tersenyum canggung.
"Surat tugasmu selesai pada tanggal 24 Maret 2015, yang berarti dua minggu dari sekarang. Aku tak akan pernah berhenti berterima kasih atas jasamu selama tiga bulan berada di sini."
"Aku yang harusnya berterima kasih. Aku bisa menyusun tesisku dengan tenang dan suasana di sini sangat baik. Aku menyukainya. Terima kasih atas kesempatan yang kau berikan kepadaku untuk berada di sini, dokter Evans." Taylor menunduk sopan.
Dokter Evans menutup map merah berisi laporan pekerjaan Taylor dan melipat tangan di depan dada. "Aku tahu. Nashville memang sangat berbeda dengan New York. Itulah kenapa aku memilih untuk membuka klinik di sini."
Taylor tersenyum mendengar ucapan dokter Evans. Memang benar. Tak salah membuka klinik di tempat yang sangat jauh berbeda dengan New York ini. Nashville sangat tenang dan memiliki penduduk yang ramah, tidak seperti New York.
"Ah, ya. Selain mengenai pekerjaan, aku ingin memberikanmu sesuatu, dokter Swift. Ini." Dokter Evans menyodorkan sesuatu kepada Taylor dan Taylor meraih sesuatu tersebut.
Bukankah ini...undangan? Jantung Taylor berdegup cepat saat menyadari apa yang dokter Evans berikan kepadanya.
Belum sempat Taylor membuka isi undangan dan membacanya, dokter Evans sudah berkata, menjelaskan segalanya.
"Kau masih bisa datang, tanggalnya tepat sehari sebelum kau kembali ke New York. Kau pasti akan berteman baik dengan Jenna. Aku sudah menceritakan banyak hal tentangmu kepadanya. Kau sudah seperti adikku sendiri."
Jadi, apa dia benar-benar hanya menganggapku sebagai adiknya?
*****
Pengobatan tangan Harry jelas tidak terlalu makan waktu yang lama. Bukan luka parah. Benar apa yang Taylor katakan. Hanya hanya terkilir dan untungnya, tanpa memerlukan berbagai peralatan media, Selena tahu cara tradisional yang dapat mengobati keseleo tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Swift
FanfictionTakdir mempertemukan Harry Styles-aktor tampan berusia 27 tahun-dengan gadis rapuh berusia 25 tahun dengan pekerjaan sebagai dokter bernama Taylor Swift.