Chapter 08:
THE TALK"Apa kau tidak bisa halus sedikit? Maksudku, kau dokter. Seharusnya kau mengurangi rasa sakitku, bukan menambahkannya!" Harry berkomentar pedas ketika Taylor selesai memperban kembali luka jahit di lengan kanan Harry.
Taylor menghela nafas seraya berkacak pinggang. "Kau tahu? Kau adalah pasien paling cerewet yang pernah kuhadapi. Bukankah sudah kukatakan? Jika kau bisa melakukan sterilisasi dengan dokter lain yang lebih halus daripada aku."
Harry mengubah posisi duduknya, menghadap dokter cantik yang tengah sibuk merapihkan peralatan medisnya. Taylor mengobati Harry di ruangannya, atas kemauan Harry sendiri.
Mata hijau itu mengikutin ke manapun dokter itu bergerak. Senyuman bodoh muncul di bibir Harry. "Kau benar-benar terlalu cantik untuk menjadi dokter. Kenapa tidak menjadi model atau aktris saja, sih?"
Mendengar perkataan Harry, Taylor berbalik dan menatap pemuda itu dengan dahi mengerut. "Apa kau baru saja memujiku? Well, dari tampang dapat kupastikan kau memang senang memuji gadis-gadis."
Harry mengangguk. "Ya, aku memang pria baik. Aku memuji semua gadis karena menurutku gadis manapun pantas dipuji."
Taylor menghela nafas. "Aku terkesan, aktor." Setelah itu, Taylor memutar tubuh dan kembali merapihkan peralatan medisnya.
"Kau tahu apa yang lebih seksi dari gadis berbikini dan memiliki kulit eksotis serta berkeringat?" Harry menggunakan tangan kirinya untuk bertopang dagu. Iris hijaunya tampak berbinar dengan satu titik fokus. Senyum bodoh masih melekat di bibir merah mudanya.
Kali ini, tanpa menoleh, Taylor menjawab malas-malasan. "Apa?"
"Gadis yang mengenakan jas putih longgar dan mengikat rambutnya ke belakang. Apalagi saat gadis itu tengah fokus dan berkeringat. Sangat seksi."
Mendengar perkataan itu, Taylor diam. Gadis yang mengenakan jas putih longgar dan mengikat rambutnya ke belakang? Hei, Taylor mengenakan jas putih dan selalu mengikat rambutnya ke belakang tiap kali bertugas.
Taylor memejamkan mata dan berbalik menatap pemuda itu. "Kupikir sudah selesai. Kau bisa pergi sekarang."
"Kapan aku harus datang lagi?" Harry masih mempertahankan senyum bodohnya.
Taylor mengernyit. "Terserah."
"Aku akan datang setiap hari kalau begitu. Aku akan menghubungimu sebelum datang, sehingga kau dapat menyisihkan waktu kosong untukku."
Gadis berambut pirang itu menghela nafas. "Mungkin besok aku akan mengambil off. Kalau kau ingin datang, datang saja. Nanti aku akan menghubungi temanku untuk melayanimu."
Harry mengenyit. "Kau libur tugas besok?"
Taylor menganggukkan kepala.
Senyuman lebar muncul di bibir Harry. "Luar biasa. Aku juga masih tidak syuting dan bebas selama seminggu."
Mata kucing Taylor memicing. "Apa maksudmu?"
"Well, mungkin kau mau pergi bersamaku? Aku tak tahu seluk beluk Nahville dan karena kau lahir di kota ini, mungkin kau bisa menemaniku ke tempat-tempat bagus. Aku yang akan mentraktirmu. Janji."
Taylor tersenyum sinis dan beranjak menuju kursinya. Dokter itu duduk tenang sebelum melipat tangan di atas meja, menatap Harry yang kembali mengubah posisi duduknya menjadi menghadap dokter itu, masih dengan senyuman bodoh di bibirnya.
"Bagaimana kau tahu jika aku lahir di Nashville?" Taylor memicingkan mata dan senyuman bodoh Harry lenyap dari bibir merah mudanya. Sial. Aku lupa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Swift
FanfictionTakdir mempertemukan Harry Styles-aktor tampan berusia 27 tahun-dengan gadis rapuh berusia 25 tahun dengan pekerjaan sebagai dokter bernama Taylor Swift.