Chapter 10:
NICE TO MEET YOUPerlahan namun pasti, kelopak mata itu terbuka dan iris biru cerah itu terlihat jelas secara nyata. Taylor memejamkan mata dan kembali membukanya. Dia menatap sekeliling sebelum beranjak dari posisi berbaringnya menjadi duduk.
Gadis itu lagi-lagi menatap sekeliling sampai suara decit pintu terdengar dan seseorang yang dikenalinya memasuki ruangan dengan kaus putih oblong yang tampak basah karena keringat, sangat menempel ketat dan mencetak otot-otot kekar di sekitar tubuhnya yang berhiaskan banyak tattoo.
Harry Styles.
Harry diam sejenak saat sadar jika Taylor telah bangun dan tampak tengah menatapnya dengan tatapan tajam. Harry nyengir kuda sebelum menggeleng dan berjalan mendekati ranjang.
"Demi Tuhan, aku tak melakukan apapun! Aku hanya membantumu ke—,"
"Apa yang sedang kau coba untuk jelaskan?" Taylor bertanya, memotong penjelasan menggebu-gebu Harry yang sebenarnya tak pernah Taylor pinta.
Ekspresi wajah Harry berubah menjadi datar dan Taylor terkekeh geli. "Oke, begini. Aku yakin, kau orang baik-baik dan kau tak akan melakukan sesuatu yang buruk kepada gadis sepertiku. Jadi, aku tak akan menginterogasimu mengenai kesempatan apa saja yang kau sudah ambil dalam kesempitanku. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih."
Harry melipat tangan di depan dada. "Aku bersumpah, tak melakukan apapun padamu, meskipun aku tak menampik punya niatan untuk melakukan sesuatu. Tapi kau tetap bukan tipe-ku, sungguh."
Taylor memicingkan mata dan meraih bantal di sampingnya dan melemparkan bantal itu kepada Harry sebelum beranjak dari ranjang. Untungnya, Harry punya gerak refleks yang cukup baik sehingga dia mampu menangkap bantal.
Ketika Harry hendak melempar balik bantal, didapatinya tak ada lagi Taylor di ranjang dan berbalik, Harry mendapati Taylor yang tengah menatap bayangan setengah tubuhnya di cermin.
Kupikir aku setuju saat ada yang mengatakan jika seorang gadis itu akan terlihat jauh lebih cantik saat dia bangun tidur. Harry tersenyum bodoh lagi menatap gadis itu.
"Aku selalu terlihat sangat buruk ketika bangun tidur." Taylor mengomentari dirinya sendiri, seraya menyentuh tiap inchi wajahnya.
Harry menggigit bibir. Kulitnya terlihat sangat halus untuk disentuh.
Taylor menoleh, menatap Harry. "Sekali lagi, terima kasih. Aku tak tahu apa yang terjadi dan mungkin saja aku mengatakan sesuatu hak yang buruk. Aku selalu begitu ketika mabuk." Taylor menghela nafas dan tersenyum tipis.
Harry berdiri, bersandar pada lemari jati yang berada di belakangnya seraya melipat tangan di depan dada. "Aku tak tahu jika seorang dokter suka minum soju. Dokterku dulu selalu berkata jika minuman keras itu tidak baik untuk kesehatan."
Taylor membalikkan tubuhnya menghadap Harry dan mengangguk. "Memang benar, tapi tak pernah ada peraturan yang melarang seorang dokter untuk mabuk. Lagipula, aku jarang sekali mabuk. Aku hanya akan mabuk jika itu adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalah yang sedang kuhadapi."
Pemuda yang masih belum melepas kaus yang basah oleh keringat itu tersenyum seraya menunduk sekilas sebelum berkata, "Jika mabuk bisa menyelesaikan masalah, aku akan mabuk tiap hari."
Taylor memutar bola mata. "Sudahlah. Aku tak berniat untuk berdebat. Sebaiknya aku pergi. Jika berlama-lama di sini dan ada penggemarmu yang melihat, aku tak mau terlibat."
Gadis itu berjalan ke ranjang dan merapihkan seprai serta posisi bantal dan guling sebelum berhenti sejenak untuk bertanya, "Kau...kau tidak tidur di ranjang ini juga, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Swift
FanfictionTakdir mempertemukan Harry Styles-aktor tampan berusia 27 tahun-dengan gadis rapuh berusia 25 tahun dengan pekerjaan sebagai dokter bernama Taylor Swift.