05

2.2K 223 5
                                    

Chapter 05:
MEN'S PARTY

Semua orang mungkin tahu jika Harry Styles bukanlah seseorang yang akan bertahan dalam hening selama lebih dari satu menit. Setidaknya, dia tak akan pernah membiarkan suasana sepi selagi dia tak sendiri atau sedang bersama orang lain.

Sesekali, iris hijau itu melirik gadis dua puluh lima tahun yang masih asyik menulis sesuatu di catatannya. Harry tak mengerti. Di saat semua gadis akan menatapnya tanpa berkedip, atau bahkan tanpa pikir panjang untuk memeluk, mencium atau sekedar meminta berfoto dan tanda tangan dengan Harry, dokter ini mungkin adalah pengecualian. Buku catatan kosong dan pulpen jelas terlihat lebih menarik di matanya daripada seorang Harry Styles.

"Hei,"

Harry memberanikan diri untuk membuka percakapan. Untungnya, Taylor jelas mendengar Harry karena gadis itu berhenti menulis dan menatap Harry dengan mata tajam khas kucing miliknya. Mata yang indah.

"Apa?"

Balasan dari Taylor terdengar jelas sangat jutek, seperti tidak menyukai fakta jika Harry membuka percakapan dengannya.

Harry menghela nafas. "Apa kau salah satu hater-ku? Astaga, kau terdengar sangat membenciku dan tatapanmu padaku juga berbeda dengan tatapanmu pada Ibuku."

Taylor memejamkan mata sekilas sebelum menggeleng. "Maaf. Aku hanya sedang...kau tahu? Merasa tidak baik? Dokter juga manusia. Ada kalanya mereka berada dalam kondisi yang baik, ada kalanya mereka berada dalam kondisi yang buruk."

"Kau selalu menunjukkan kondisi buruk padaku. Mengaku saja. Kau salah satu pembenciku?" Harry menuding, membuat Taylor memicingkan mata kepadanya.

"Orangtuaku selalu memberitahu jika aku harus memiliki dasar dalam melakukan atau memutuskan sesuatu. Bagaimana mungkin aku membenci seseorang yang kukenal saja tidak?" Taylor menatap Harry jengkel.

Aktor ini benar-benar menyebalkan.

Harry tersenyum tipis dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Baguslah. Aku senang mendengarnya. Kupikir kau membenciku."

Taylor kembali menulis sesuatu di catatannya sambil menjawab santai, "Belum."

Harry memutar bola matanya. "Oh, ayolah. Kau masih marah padaku, karena kemarin aku meragukan profesimu? Hei, aku bermaksud baik. Justru kau harusnya berterima kasih atas perkataanku kemarin. Kau benar-benar tak terlihat pantas menjadi dokter. Kau lebih pantas menjadi model, atau setidaknya menjadi aktris."

Taylor menggeleng cepat. "Tidak, terima kasih. Aku tak mau bekerja dengan tubuhku. Aku ingin bekerja dengan otakku."

Jawaban Taylor membuat Harry tertegun. Baru kali ini Harry mendengar seorang gadis cantik mengucapkan kalimat seperti itu. Harry mengenal sangat banyak gadis cantik dan sebagian besar dari mereka adalah model dan aktris atau setidaknya memiliki pekerjaan yang memerlukan kecantikan mereka, bukan  kecerdasan mereka.

"Aku tak mengerti, kenapa banyak gadis yang menyukaimu. Sangat aneh." Tiba-tiba saja Taylor berkata, seakan mengganti pokok pembicaraan awal.

Harry terkekeh dan mengedikkan bahu. "Percayalah. Aku sendiri tak tahu kenapa para gadis itu menyukaiku. Rasanya aneh. Setidaknya, itulah yang kurasakan sejak awal menjadi aktor."

Taylor berhenti menulis dan merobek kertas catatan yang ditulisnya itu sebelum menyerahkan kepada Harry. Harry menerima kertas itu dengan bingung.

"Obat tambahan. Dari catatan pekerjaan yang dokter Selena berikan, ada beberapa obat yang terlewat. Aku sudah menulis di kertas itu. Kau bisa menebus obat di apotek setelah menyelesaikan administrasi." Taylor menjelaskan, tanpa mau memperpanjang percakapan semula dengan Harry.

Doctor SwiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang