Chapter 2

20.2K 1.5K 54
                                    

Dua minggu setelah kejadian yang menghebohkan itu, sekolah kembali dibuka dan kegiatan belajar mengajar kembali seperti sedia kala.

"Ting..tong! Ting tong! Ting tong!" bel tanda masuk telah berbunyi keras, murid-murid yang masih di jalan pun berlarian masuk ke dalam area sekolah, karena khawatir satpam sekolah akan segera menutup gerbang sekolah.

Seorang pemuda berjalan santai, dia tak peduli meski teman-temannya berlarian mendahului dirinya. Meski begitu dia tiba tepat waktu, tepat sebelum gerbang sekolah tertutup.

"Sebaiknya kau cepat masuk, lain kali datanglah lebih awal," kata Satpam Sekolah berdiri di depan gerbang yang nyaris tutup. "Ayo masuk!"

Pemuda itu tersenyum sebagai balasan, mengangguk berterima kasih tanpa suara. Setelah dia masuk, satpam sekolah pun menutup gerbang.

"Aku baru pertama melihat anak itu, apa anak baru, ya?" pikir satpam sekolah heran.

"Fiiuuh, hampir saja terlambat di hari pertama sekolah," pemuda itu berjalan pelan, menyusuri koridor gedung mencari letak ruang kelasnya. "Oh itu kelas 11-3."

Pemuda itu mempercepat langkahnya, dan berhenti tepat di depan pintu kelas. Mengetuknya perlahan, dan seseorang membukanya.

"Ya, ada apa?" kata guru wanita yang sedang mengajar di kelas itu. Dari balik kacamatanya, mata guru itu menelusuri dari ujung kepala hingga kaki pemuda itu, seakan-akan dia sedang menemukan harta karun

Pemuda itu mengernyit tak suka, tapi dia memaksakan diri untuk tersenyum. "Saya murid pindahan dari kota tetangga, di surat yang diberikan oleh pihak sekolah saya dimohon untuk masuk ke kelas ini,"

Pemuda itu mengambil surat dari dalam tas menyerahkannya pada guru tersebut. Guru itu membaca dalam diam, kemudian menyuruh pemuda itu segera masuk ke dalam.

"Anak-anak tolong perhatiannya, hari ini kita mendapat teman baru, silakan perkenalkan namamu," kata guru wanita itu ramah mempersilakan pemuda itu.

"Namaku Gray Aldric, salam kenal dan mohon bantuannya," kata pemuda berambut hitam bernama Gray itu memperkenalkan dirinya.

Murid-murid sekelas tampak diam memperhatikan ketika Gray memperkenalkan diri. Murid cewek menatap tertarik, karena tampang Gray yang memang tampan.

"Baik, silakan kau duduk di pojok belakang sana di dekat jendela."

Gray menempati posisi belakang di dekat jendela, di sebelahnya ada anak laki-laki pendiam, dan di depannya ada anak perempuan yang memperhatikan buku tulisnya, tak memedulikan keberadaan Gray. Beberapa anak mulai berbisik-bisik tentang dirinya, beberapa menganggapnya keren, tampan, dan lainnya menganggap dia hanyalah anak nakal.

Yah, apapun itu Gray tak peduli. Dia bersekolah di tempat ini karena pekerjaannya bukan karena dia ingin. Itu saja alasannya.

Bel istirahat berbunyi, Gray keluar dari kelas langsung menuju kantin, membeli roti isi dan jus jeruk, lalu duduk di pojokan memperhatikan.

"Boleh aku bergabung?" kata pemuda pucat yang Gray tahu adalah teman sekelasnya, duduk di meja sebelahnya.

"Silakan," kata Gray tersenyum ramah.

"Terima kasih," kata pemuda pucat itu lantas mengeluarkan botol minum dari dalam tas yang dibawanya, botol itu berisi cairan merah kental. Dia mencuri pandang ke arah Gray, seakan takut dengan pemuda itu.

"Boleh aku tahu itu darah apa?" tanya Gray bertanya tanpa memandang pemuda pucat itu, sembari memakan roti isinya.

Pemuda pucat itu gelagapan, dia tampak luar biasa terkejut ditanya seperti itu oleh Gray, dan dia tak tahu harus berkata apa.

The Exorcist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang