Chapter 8

12K 1.1K 17
                                    

"Aku benar-benar masih mengantuk, kalau bukan karena mereka keluarga kaya, aku juga tidak mau," gerutu Gray matanya berair karena menahan kantuk, walau dia sudah tidur sejak pagi tadi.

"Kau selesaikan saja secepatnya, setelah itu kau bisa tidur lagi. Mumpung liburanmu masih lama kau bisa bermalas-malasan di rumah," kata Djin berjalan di sampingnya.

"Firasatku mengatakan ini akan sedikit rumit," gumam Gray tidak jelas.

"Lalu, bagaimana soal altar pemujaan iblis di sekolahmu?" tanya Djin melompat ke atas tembok dan berjalan di atasnya.

Gray menggaruk-garuk kepalanya yang tertutup tudung jaketnya, walau sore hari udara cukup dingin dan menyayat kulit. Dia berhenti sejenak membeli dua hotdog dan memakannya cepat-cepat. Baru setelah perutnya terisi penuh, dia menjawab pertanyaan Djin.

"Satu bulan dari sekarang, aku yakin Pangeran Neraka akan mengunjungi dunia ini, rantai yang membelenggu Raja Neraka sudah semakin rapuh dan dia ke dunia pasti ada hubungannya dengan itu," ujar Gray kali ini nadanya terdengar serius.

"Apa kau cemas, Gray?"

Gray tidak menjawab, dia hanya memasukan kedua tangannya di saku mantel tebalnya dan menutupi mulutnya.

Djin menyeringai melihat Gray, menampakkan barisan gigi taringnya. "Tidak sepantasnya kau mencemaskan hal seperti itu, dengan darahmu dia takkan berani menyentuhmu," kata kucing hitam itu.

Gray dan Djin akhirnya tiba di depan rumah klien mereka. Rumah itu tidak terlalu besar, namun halamannya luas, gerbangnya terbuat dari kayu besar, dan temboknya dibangun tinggi layaknya benteng. Di luar rumah, dua penjaga menghampiri Gray.

"Ini bukan taman bermain anak-anak, cepatlah pergi dari sini, Nak" perintah salah satu penjaga, lalu ia melihat gagang pedang Gray yang berada di pinggangnya. "Kalau mau main pedang-pedangan seharusnya kau berada di taman saja"

"Aku ada urusan di sini, majikan kalianlah yang membutuhkanku" gerutu Gray, matanya menyipit sebal karena ia merasa diremehkan. Dalam hatinya jika boleh membunuh orang, kedua penjaga ini pasti sudah ia penggal kepalanya.

Kedua penjaga itu saling bertukar pandang lantas tertawa terbahak-bahak. Ini semakin membuat Gray kesal.

"Ah sungguh menyebalkan" keluh Gray kesal. Ia lalu menelpon si pemilik rumah kalau dia tak bisa masuk ke dalam dan hanya menjadi bahan tertawaan penjaga gerbang.

Telepon penjaga itu berdering, ia masih menahan tawa ketika mengangkatnya, namun raut wajahnya berubah pucat tegang ketika ia tahu kalau pemuda dan kucing di depannya ini benar-benar tamu pemilik rumah. Dia pun buru-buru meminta maaf dan memperbolehkannya masuk ke dalam.

"Benar-benar deh" gerutu Gray mencibir tidak suka.

Gray dan Djin berhenti di tengah halaman, mereka berdua mengamati kondisi sekitar sejenak.

"Terlalu banyak hal negatif dari tempat ini, ada peri di sebelah sana... Wow ada kurcaci juga di sini, hantu perempuan yang setengah wajahnya hancur, dan ada juga hantu anak kecil tanpa kepala" kata Djin mengamati sekitarnya.

"Terlebih lagi, auranya benar-benar pekat, apa orang-orang di sini tidak mengerti arti kebahagiaan?" tukas Gray menatap tertarik ke salah satu hantu kakek tua yang sedang duduk merenung di salah satu tangga kayu.

Sebuah mobil hitam terparkir di sudut halaman rumah, Gray sepertinya pernah melihat tanda pedang dihiasi bintang kecil di bagian samping body mobil. Tapi, ia lupa di mana melihat simbol itu.

"Kau pasti lupa, ya? Itu simbol Ordo Exorcist," sahut Djin.

"Oh iya, sepertinya mereka juga mendapat panggilan kemari. Ah, menyenangkan sekali setelah sekian lama tidak bertemu mereka" Gray menaiki tangga kayu menuju rumah, ia mengangguk sopan kepada hantu pria tua tadi. Pintu utama rumah itu terbuka lebar, dan dia pun berdiri di depannya sampai ada seseorang yang memanggil namanya.

The Exorcist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang