Chapter 17

9.4K 935 19
                                    

Letnan Nagisa dan Letnan Blaire sampai di lokasi terjadinya kasus kerasukan. Di sana, beberapa warga berkerumun di depan rumah korban.

"Tolong minggir kami mau lewat, permisi!" teriak seorang exorcist membuka jalan masuk, namun dua petugas polisi lokal menghentikannya.

"Maaf, siapa kalian?" tanya salah satu petugas dengan tatapan menyelidik.

"Kami exorcist, ingin melakukan ritual penyucian terhadap korban kerasukan setan," jelas exorcist tadi.

"Apa kalian bisa menunjukkan izin?"

"Kami memiliki izin dari walikota..." Melihat mimik wajah polisi yang ingin mengucapkan sesuatu, dia pun menimpali perkataannya sendiri sebelum si polisi memotong perkataannya, kami tahu perihal kematian walikota semalam, untuk itulah kami datang ke sini, dan membongkar kejahatan yang dilakukan oleh para iblis di Kota Garen."

Seorang wanita paruh baya, wajahnya tampak pucat, keluar dari dalam rumah, dia terlihat ketakutan. "To-tolong! Anakku... Dia semakin tak terkontrol!" jeritnya panik, lantas jatuh tersimpuh di atas lantas sambil menutupi wajahnya. Beberapa ibu-ibu langsung menghampiri dia dan mencoba menenangkan.

Nagisa dan Blaire akhirnya diizinkan masuk ke dalam rumah. Nagisa menyuruh dua orang exorcist muda, menggambar lingkaran pengusiran di atas lantai di ruang tamu, setelah perabotan disingkirkan ke pinggir.

"Hraaaah! Lepaskan aku bedebah! Bangsat kalian semua!" teriakan bercampur sumpah serapah keluar dari mulut seorang gadis remaja. Tubuhnya penuh luka sayatan dari wajah sampai telapak kaki, mulutnya mengeluarkan bau busuk, dan ludahnya seperti nanah.

"Berapa lama dia seperti ini?" tanya Blaire berjengit karena bau.

"Sudah dua hari ini, sebelumnya dia hanya berubah sifat menjadi sangat kasar kepada kami, tapi kemarin tiba-tiba saja dia menyiksa dirinya sendiri dan tertawa terbahak-bahak," jawab seorang pria yang mengenakan masker untuk mengatasi bau.

"Apa kalian tahu penyebabnya?" Nagisa bertanya lirih, dia merasa kasihan kepada gadis itu.

"Beberapa waktu lalu, dia bermain dengan teman-temannya di dekat danau, dia pulang dengan wajah gembira sambil membawa patung batu kecil itu," pria itu menuding ke arah patung kecil dari batu berwarna coklat, berbentuk anak kecil yang mendongak ke atas, beberapa bagiannya sedikit rusak yang diletakan di atas meja.

"Sepertinya aku pernah melihatnya," gumam Blaire mencoba mengingat-ingat.

Nagisa mendekati patung itu, menghunus pedang di pinggang, dia menyentuh dengan ujung pedangnya beberapa kali. Tak terjadi apa-apa.

"Wanita jalang! Jangan kau sentuh patung itu!" bentak gadis kerasukan itu memandang penuh kebencian kepada Nagisa.

Nagisa memasukkan pedang ke sarungnya kembali. Keningnya berkerut karena bingung.

"Siapa kau? Apa hubungannya dengan patung batu ini?" tanyanya.

Gadis itu terkekeh, "kalian ini mengaku sebagai exorcist tapi tidak tahu tentang patung ini!"

"Kami tidak mengurusi patung jelek seperti ini, ada hal-hal yang lebih penting dibandingkan patung ini, sebenarnya patung ini patung siapa?" tanya Nagisa lagi.

"Exorcist bodoh, sampai mulut kalian berbusa aku takkan menjawab!" gadis kerasukan itu tertawa terbahak-bahak.

Nagisa cemberut karena kesal, dia beralih memandang Blaire, memohon bantuan tanpa suara.

Blaire paham, dia berjongkok di dekat gadis itu, mengambil pisau dan menyayat telapak tangannya hingga mengeluarkan darah, bergumam dalam bahasa latin kuno, lalu meneteskan darahnya tepat ke mulut gadis kerasukan itu.

The Exorcist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang