Chapter 19

8.8K 883 17
                                    

"Darimana saja kau?" Nagisa bertanya curiga ketika Gray masuk ke dalam pondok utama. Sementara Helena dan Bu Yola menyelinap ke pondok lain, tempat mereka menginap.

"Ah... Aku sedang memeriksa keadaan sekitar," jawab Gray enteng, duduk dan mengambil minuman di meja untuk menghilangkan dahaga.

"Kau ini padahal ada tanggungjawab untuk membantu orang yang kerasukan, tapi malah keluyuran tidak jelas," gerutu Nagisa kesal, menyilangkan kaki dan melipat lengan di depan dadanya, matanya menyipit menatap lekat-lekat Gray yang duduk di depannya.

Blaire yang duduk di antara keduanya hanya bisa diam serba salah.

Gray menyunggingkan senyum lebar, lalu dia mencondongkan tubuh ke depan. "Kalau bibirmu yang mungil itu tak bisa diam, akan kucium lagi seperti kemarin," katanya sedikit menggertak.

Raut wajah Nagisa merona merah karena malu digoda Gray. Sementara, Blaire bersiul mendengarnya.

"Gray, berani-beraninya ka-ka-kauu..."

"Apa, Nagisa Sayang?!"

"Tidak! Jangan panggil aku sayang!" bentak Nagisa semakin memerah, napasnya memburu. Dengan nada rendah malu-malu dia melanjutkan. "Lagipula, aku yang menciummu dulu, bukan kau..."

"Wah...wah...wah..." timpal Blaire tampak gembira. "Hubungan kalian berdua ternyata sudah jauh sekali ya..."

"Tidak!" bentak Gray dan Nagisa nyaris bersamaan, menoleh ke arah Blaire.

"O-ooke..." Blaire terkejap-kejap. Lalu, dia memutuskan membuka tas dan mengeluarkan patung emas Baphomet yang mereka bawa dari tempat pengusiran. "Ohya ini kami temukan dari rumah gadis kerasukan tadi, katanya ditemukan dari danau di dekat pondokan kita"

Gray melihat patung itu, dan benar saja persis seperti apa yang dia temukan di sekolah. Tapi, patung ini tidak terlalu utuh. Mungkin saja, Lucifer berkata benar soal pentagram. Tapi, dia tak mengatakan apa-apa kepada Nagisa dan Blaire soal pertemuannya dengan Lucifer tadi.

Blaire celingukan seperti sedang mencari sesuatu atau seseorang.

"Kau sedang apa?" tanya Gray penasaran melihat tingkah laku letnan exorcist itu.

"Ah itu, aku mencari Master Drake dan Kapten John, padahal sudah malam tapi mereka berdua belum menampakkan batang hidungnya," kata Blaire heran. Dia lantas menyalakan rokok dan mengisap dalam-dalam.

"Akan kucari ke dalam, siapa tahu Master Drake masih melakukan ritual," Nagisa masuk ke ruang tengah mencari Master Drake.

Blaire yang sudah tak melihat punggung Nagisa, mencondongkan tubuh ke depan. "Apa kau tahu kalau dia mencintaimu?" tanya Blaire nyaris berbisik.

Gray mengernyitkan dahinya. "Aku tak tahu, tapi aku tidak tertarik untuk membahas itu sekarang"

"Ayolah Gray, seharusnya kau ini peka, coba lihat Nagisa, dia itu cantik, seksi, berbakat, pintar, dan tak kalah dengan artis-artis yang cantik dan menggoda, kurang apalagi coba dia, hah?"

"Matt, cinta tak bisa diukur hanya dengan fisik atau kenyamanan, aku hanya mengikuti benang takdir, dan bisa saja nanti aku disatukan atau dijauhkan dengannya,"

"Yah ada benarnya... tapi kalau aku sih tak menolak jika Nagisa memberiku kesempatan," Blaire tertawa keras setelah berbicara seperti itu.

"Kau ini sudah punya istri, Matt," tukas Gray pendek mengingatkan.

"Brengsek, merusak imajinasiku saja" timpal Blaire kesal.

Gray nyengir senang melihat Blaire kesal.

The Exorcist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang